Serpong
Di Tangsel, Habib Luthfi Tekankan Pentingnya Umara dan Ulama Duduk Bersama Masyarakat
Indonesia saat ini sedang dikhawatirkan dengan isu perpecahan bangsa. Namun, isu tersebut tidak perlu dikhawatirkan ketika ulama dan umara’ duduk bersama dengan masyarakat.
Hal itu disampaikan Habib Muhammad Luthfi bin Yahya pada acara Dzikir dan Shalawat untuk Negeri pada Sabtu, (17/3) di Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel).
“Kalau Indonesia pecah, yang rugi bukan bangsa lain, tetapi kita sendiri. Duduk bersama antara ulama, habaib, TNI, Polri, dan masyarakat merupakan solusi untuk mengurangi kekhawatiran kita atas perpecahan,” ujar Rais Am Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An-Nahdliyyah (Jatman).
Pertalian antara umara’ dan ulama menurutnya sudah ada sejak dulu. Ia mengisahkan Sunan Kudus dan Pangeran Poncowati yang saat itu sudah terjalin kekerabatan.
Indonesia saat ini sedang dikhawatirkan dengan isu perpecahan bangsa. Namun, isu tersebut tidak perlu dikhawatirkan ketika ulama dan umara’ duduk bersama dengan masyarakat.
Hal itu disampaikan Habib Muhammad Luthfi bin Yahya pada acara Dzikir dan Shalawat untuk Negeri pada Sabtu, (17/3) di Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel).
“Kalau Indonesia pecah, yang rugi bukan bangsa lain, tetapi kita sendiri. Duduk bersama antara ulama, habaib, TNI, Polri, dan masyarakat merupakan solusi untuk mengurangi kekhawatiran kita atas perpecahan,” ujar Rais Am Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An-Nahdliyyah (Jatman).
Pertalian antara umara’ dan ulama menurutnya sudah ada sejak dulu. Ia mengisahkan Sunan Kudus dan Pangeran Poncowati yang saat itu sudah terjalin kekerabatan.
Ketika itu daerah yang ditempati oleh Sunan Kudus tidak hanya Islam. Sedangkan, setiap bulan Haji, umat Islam memotong Qurban, sapi di antaranya. Namun, di daerah itu hewan tersebut dikeramatkan.
“Raja pada waktu itu bernama Pangeran Poncowati dan Sunan Kudus bisa membaca, intelegensinya hidup kemudian ditarik sapinya dan beliau pidato di masjid,” sambungya.
Hal itu bukan berarti Sunan Kudus mengharamkan sapi, akan tetapi melarang demi kebaikan. Bahkan menurutnya tradisi tidak ada yang berani potong sapi di Kudus berlaku sampai sekarang,
“Kalau mau potong sapi ya ke Jepara atau ke tempat lainnya. (Karena) ada saja musibahnya. Allah ta’la memberikan. Sampai sekarang,” tambahnya.
Dengan larangan Sunan Kudus yang seperti itu, akhirnya Pangeran Poncowati datang kepada Sunan Kudus untuk konfirmasi. Setelah konfirmasi terkait apa yang sudah dilakukan Sunan Kudus, akhirnya Pangeran Poncowati mengucapkan dua kalimat syahadat dan masuk Islam. Setelah itu Pangeran Poncowati diambil jadi menantunya.
“Keratonnya dijadikan masjid yang akhirnya sampai sekarang terkenal dengan menara Kudus,” pungkasnya.
Acara yang mengangkat tema “Merawat Tradisi Menjaga NKRI” juga disertai dengan deklarasi anti berita hoaks. Sebelum memulai ceramah seluruh masyarakat mendeklarasikan pernyataan anti berita hoaks dan dilanjutkan dengan penandatanganan deklarasi yang diawali oleh Habib Luthfi dan diikuti oleh para tamu undangan yang berada di atas panggung.
Acara pengajian juga dihadiri oleh jajaran PCNU Tangsel beserta Badan Otonomnya seperti GP Ansor, Banser, IPNU-IPPNU, Fatayat, dan Muslimat. Sedangkan dari kalangan Forkompimdan hadir Wakil Walikota Tangerang Selatan Benyamin Davnie, Kapolres Tangsel Fadli Widiyanto dan Kepala BNN Tangsel Heri Istu. (nu/fid)