Banten
Jalan Terjal Perempuan Banten Menuju Kursi Legislatif
Oleh: Eti Fatiroh *
Peraturan dan perundangan dalam penyelenggara Pemilu 2014 sudah jelas mengharuskan partai politik menyertakan 30 persen keterwakilan perempuan (UU No. 2 tahun 2011tentang partai politik) kemudian diperkuat kembali melalui UU No. 8 tahun 2012 tentang Pemilu.
Disebutkan dalam daftar calon memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan, kemudian diatur juga setiap daerah pemilihan, dari tiga orang calon harus ada sekurang-kurangnya satu perempuan bakal calon.
Pertanyaannya apakah dengan segenap rambu-rambu yang dipersiapkan sedemikian rupa apakah perempuan dengan mudah diterima partai politik, apalagi KPU tegas menyatakan Partai yang tidak memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan tidak dapat ikut serta,
Fakta dilapangan ternyata berbicara lain, memang banyak tokoh perempuan yang kemudian diundang untuk bergabung dalam suatu partai akan tetapi mereka juga dimintai sumbangan bagi partai dalam jumlah yang tidak kecil.
Padahal seharusnya kaum perempuan memiliki posisi tawar yang tinggi, kalau sampai keterwakilan perempuan Partai peserta pemilu kurang dari 30 persen. maka tidak diperkenalkan untuk ikut pemilu 2014.
Hal ini tidak perlu terjadi seandainya kaum perempuan sudah dibekali kemampuan yang memadai sebagai calon legislatif nantinya, banyak dari peserta ternyata dari kalangan ibu rumah tangga yang selama ini minim pengalaman dalam berorganisasi, serta hanya ikut-ikutan saja.
Setidaknya mereka juga dibekali pengetahuan mengenai tipe-tipe pemilih, strategi untuk melakukan kaderisasi di daerah, serta memberikan pemahaman untuk tidak mengiming-imingi pemberian uang kepada pemilih nantinya.
Beberapa caleg perempuan telah melakukan hal ini dengan berbagai cara seperti menyelenggarakan kegiatan keterampilan yang bermanfaat seperti bagaimana menjahit kerudung yang menarik, menyelenggarakan pengajian, serta berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar.
Keterwakilan minimal 30 persen perempuan di parlemen akan membuat mereka lebih berdaya untuk memperjuangkan hak-hak kaumnya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Keterwakilan perempuan dalam politik minimal 30 persen jangan dianggap sebagai permintaan, karena sudah menjadi hak perempuan Indonesia setelah pemerintah merativikasi konvensi tentang hak-hak politik perempuan. Dengan demikian, menjadi tanggung jawab negara untuk membuat berbagai ketentuan agar hak-hak politik perempuan terpenuhi.
Perempuan juga nantinya bisa lebih berdaya untuk terlibat dalam berbagai permasalahan kaumnya sendiri yang selama ini tidak mendapat perhatian. Hanya perempuan yang tahu persis mengenai kebutuhan perempuan.
Keikutsertaan perempuan sebagai pembuat keputusan politik, dapat mencegah diskriminasi terhadap perempuan yang selama ini terjadi dalam masyarakat. Hanya dalam jumlah signifikan, perempuan dapat menghasilkan perubahan berarti.
Namun demikian, kendala yang dihadapi perempuan untuk terjun ke dunia politik atau berada dalam lembaga politik di antaranya karena kurang percaya diri, kurang berani berperan aktif dalam kegiatan politik serta pemahaman keliru terhadap dunia politik.
Selama ini orang beranggapan bahwa politik itu dunia keras, kasar dan hanya untuk kaum laki-laki. Padahal tidak seperti itu jika dijalankan dengan benar.
Kendala lain bagi perempuan untuk terjun ke dalam dunia politik juga disebabkan minimnya keuangan. Selain itu kendala dari dalam diri sendiri yakni kurangnya kemauan dari kalangan perempuan itu sendiri dalam memahami regulasi dan dunia politik.
Mereka yang paling bertanggung jawab bagi pemenuhan hak politik perempuan serta peningkatan kapabilitas perempuan dalam politik, bukan hanya pemerintah, tapi KPU sebagai penyelenggara pemilu harus membuat kebijakan khusus mengenai kepastian kuota 30 persen perempuan.
Peran pemerintah mendorong perempuan agar aktif di dunia politik, melalui pembekalan secara berkesinambungan. Pembekalan itu jangan hanya ‘musim’ pemilu saja Sebanyak 43.205 warga Provinsi Banten masuk daftar pemilih khusus melalui hasil penjaringan di PPS dan sebagian mendaftarkan diri.
Hasil penjaringan daftar pemilih khusus (DPD) yang ditutup H-14 atau 26 Maret itu, paling banyak terdapat di Kabupaten Tangerang sebanyak 18.104 pemilih. Kemudian, di Kota Tangerang Selatan 10.708 pemilih, Kota Tangerang 4.913 pemilih, dan di Kabupaten Serang 3.170 pemilih.
Dengan adanya daftar pemilih khusus (DPK) tersebut, jumlah daftar pemilih di Banten bertambah dari sebelumnya yang tercantum dalam DPT 7.855.721 orang pemilih, bertambah menjadi 7.898.926 orang pemilih.
Jumlah pemilih sebanyak ini seharusnya dapat menjadi peluang bagi kaum perempuan untuk mendapatkan kursi di legislatif, apalagi sistem pemilihan sekarang diuntungkan karena di dalam daftar harus diselang-seling antara caleg laki-laki dan perempuan.
Memang untuk masuk dunia politik di Banten tidak mudah meskipun eksekutif di provinsi ini sudah mulai didominasi kalangan perempuan tetapi di legislatif capaian pada Pemilu lalu masih sangat terbatas.
Jumlah kursi anggota DPR-RI Provinsi Banten yang harus diperebutkan mencapai 22 kursi, terbagi ke dalam 3 daerah pemilihan tentunya membutuhkan perjuangan yang keras bagi perempuan untuk bersaing dengan caleg laki-laki.
Persoalan lain caleg perempuan adalah budaya-budaya yang menganggap kaum perempuan lemah, sulit dalam mengambil keputusan, dan berbagai predikat lain yang ditempelkan semua ini harus dapat ditepis dan dibuktikan bahwa hal ini tidak benar.
*Eti Fatiroh adalah Dosen Pengajar, Mantan anggota KPU, dan anggota MUI Banten