Nasional
Kementerian ATR/BPN Akan Bentuk Saber Mafia Tanah
Jakarta — Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) segera membentuk satuan kerja Saber Mafia Tanah – Sapu Bersih Mafia Tanah, untuk memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah masyarakat. “Untuk menjamin kepastian hukum, kita harus perangi mafia tanah yang sudah meraja-lela,” ujar Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A. Djalil dalam Konferensi Pers dua tahun pemerintahan Jokowi-JK di Bina Graha, Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (21/10) pekan kemarin.
Sofyan menjelaskan pembentukan ini sekaligus meresponi instruksi Presiden Joko Widodo tentang dibentuknya Satuan tugas khusus untuk menangani masalah pungli atau Saber Pungli. Nantinya selain Saber Pungli, akan ada Saber mafia tanah yang bergerak khusus mengawasi masalah pertanahan. “Kami sudah bikin task force untuk mencegah dan mengejar mafia tanah. Ini segera kita atasi karena kepastian hukum sangat penting untuk kenyamanan investasi,” tambahnya.
Selain itu salah satu upaya pencegahan sengketa tanah adalah dengan melakukan percepatan pendaftaran atau sertifikasi tanah. Sofyan menuturkan Kementerian ATR/BPN akan terus melakukan percepatan sertifikasi dengan target 5 juta bidang tanah di tahun 2017 dan 7 juta bidang tanah di tahun 2018 sehingga diharapkan pada tahun 2025 seluruh tanah di Indonesia paling sedikit sudah terdaftar, sehingga diketahui luas, pemilik serta status tanahnya.
Kementerian ATR/BPN terus melakukan deregulasi termasuk merekrut juru ukur swasta berlisensi sebanyak 2500 – 3000 orang pada 2017 untuk mengatasi kekurangan tenaga juru ukur yang menghambat proses sertifikasi. Sofyan menjelaskan pekerjaan pengukuran selama ini membebani kantor pertanahan BPN karena tidak adanya penambahan Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Kita perkenalkan juru ukur berlisensi maka target yang ambisius bisa dikerjakan,” kata dia.
Pihak swasta yang telah memiliki kompetensi geodesi atau pengukuran akan diuji untuk mendapatkan lisensi untuk membuka kantor jasa pengukuran sertifikasi pertanahan seperti layaknya kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah dab diberi kewenangan khusus oleh Kementerian ATR/BPN. “Nantinya masyarakat yang mengurus sertifikat bisa langsung ke sana,” tambah Sofyan. Dengan keterlibatan swasta maka prosedur pengumpulan data yuridis yang dibutuhkan dalam proses pembuatan sertifikat, termasuk pengukuran bidang tanah, memastikan pemilik tanah serta pengumpulan informasi tentang sejarah tanah dapat dipercepat.
Sementara itu untuk program Reforma Agraria, Kementerian ATR/BPN akan fokus mensertifikasi seluruh wilayah transmigran di seluruh Indonesia. Menurut Sofyan masih banyak lahan transmigran yang belum memiliki kepastian hukum atas tanah yang ditinggalinya. Hal yang sama juga dialami oleh desa-desa yang masuk dalam kawasan hutan. Berdasarkan Undang-undang daerah kawasan hutan tidak bisa disertifikasi maupun ditinggali padahal kenyataan di lapangan banyak masyarakat yang sudah lama tinggal di desa yang masuk dalam kawasan hutan tersebut bahkan sebelum Indonesia merdeka. “Daerah kawasan hutan harus dibereskan karena mereka juga punya hak atas tanah,” imbuh Sofyan. Reforma agraria menjadi fokus penting untuk memberikan akses kepemilikan tanah bagi masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses tersebut. (rls/fid)