Nasional
M Hanif Dakhiri: Jumlah Pekerja Ter-PHK Menurun 7,24 Persen
Kementerian Ketenagakerjaan merilis data jumlah tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) terus mengalami penurunan. Dalam periode semester 1 tahun 2016 tercatat penurunan jumlah pekerja ter-PHK sebanyak 7,24 persen dibandingkan tahun 2015.
Berdasarkan data dari Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, hingga satu semester tahun 2016, tercatat dari 1.494 kasus, dengan sebanyak 7.954 tenaga kerja yang mengalami PHK.
Jumlah angka PHK tersebut jelas menurun dibanding tahun sebelumnya di semester yang sama, dengan 8.575 tenaga kerja di PHK, dari 126 kasus.
“Berdasarkan data sementara, terjadi penurunan jumlah pekerja yang ter-PHK di tahun 2016 sebanyak 621 pekerja atau sekitar 7,24 persen dibandingkan tahun 2015 dengan periode yang sama,” kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dakhiri di Jakarta, Senin (22/8/2016).
Menaker Hanif merincikan dalam satu semester 2016, bulan Juni merupakan bulan terbanyak yang ter-PHK yakni 3933 pekerja dengan 770 kasus, disusul bulan Januari sebanyak 1414 jumlah pekerja ter-PHK dan diikuti Februari (1305 pekerja/422 kasus).
Menyusul di peringkat berikutnya bulan Maret (1076/12), April (213/69) dan Mei (13/13).
Sedangkan di periode yang sama tahun 2015 lalu, tercatat bulan April terbesar jumlah yang terPHK yakni 2256 pekerja dari 25 kasus, disusul bulan Mei (1991/21), Juni (1334/25), Maret (1294/20), Februari (1201/20) dan Januari (499/15).
Para pekerja yang ter-PHK terdiri dari berbagai sektor kerja yaitu sektor sektor pertanian/perikanan sektor perdagangan, jasa dan investasi, pendidikan, pertambangan, infrastruktur, transportasi, keuangan dan industri.
Menaker Hanif mengatakan pemerintah pemerintah terus melakukan berbagai upaya dan strategi dalam mencegah terjadinya (PHK) terhadap pekerja/buruh serta terus melakukan perluasan kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran.
“Pemerintah terus mengupayakan langkah preventif untuk mencegah PHK terus bertambah. Selain itu, kita juga mengimbau pengusaha dan pekerja untuk mengefektifkan forum bipartit dan dialog di perusahaan,” kata Hanif.
Selama ini pihak Kemnaker melakukan klarifikasi terhadap semua informasi rencana PHK yang diterima.
Informasi mengenai PHK itu, lanjutnya, bisa diperoleh dari laporan dinas ketenagakerjaan, serikat pekerja/Serikat buruh, pengusaha maupun dari pemberitaan media massa.
“Kita juga terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menghindari terjadinya PHK. Jangan sampai terjadi PHK, usahakan dulu dialog secara bipartite. Kita bersama dinas Ketenagakerjaan di daerah juga akan bantu mediasi untuk mencari jalan keluar terbaik,” kata Hanif.
Hanif menekankan posisi pemerintah yang tidak menghendaki adanya PHK terhadap pekerja.
“Kita juga meminta kepada Dinas Tenaga Kerja Provinsi, Kabupaten maupun Kota untuk melakukan beberapa hal yaitu mengefektifkan LKS (lembaga kerja sama) Tripartit Provinsi dan Kabupaten atau Kota,” kata Hanif.
“Intinya kita mengefektifkan deteksi dini terjadinya PHK terutama yang terjadi di daerah- daerah,” kata Hanif.
Upaya-upaya mencegah PHK yang bisa dilakukan perusahaan diantaranya mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, membatasi / menghapuskan kerja lembur, mengurangi jam kerja, mengurangi hari kerja ,meliburkan atau merumahkan pekerja / buruh secara bergilir untuk sementara waktu.
Selain itu upaya lainnya adalah tidak atau memperpanjang kontrak pekerja yang sudah habis kontraknya serta memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.
“Namun kalau sudah mencegah, tapi PHK tetap dilakukan, pemerintah berharap penyelesaian hubungan kerja diselesaikan secara musyawarah mufakat atau adanya dialog antara pengusaha dengan pekerja untuk menyelesaikannya dengan baik,” kata Hanif
Sikap pemerintah berikutnya akan mengembangkan program pelatihan bagi pekerja yang terkena PHK untuk alih ketrampilan.
“Setelah memperoleh keterampilan, pemerintah mendorong pekerja untuk memperoleh bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR), wirausaha, dan paket kebijakan lainnya,” kata Hanif. (rls/fid)