Lifestyle
Mengenal Gejala dan Pengobatan TB MDR pada Pasien Resisten Obat
Orang yang didiagnosis mengalami tuberkulosis harus disiplin menjalani pengobatan, kalau tidak kondisi ini akan berkembang menjadi TB MDR, yaitu resisten terhadap obat TB.
Saat seseorang didiagnosis resisten terhadap obat TB, maka pengobatan yang diperlukan akan membutuhkan waktu lebih lama, lebih kompleks, dengan efek samping yang lebih berat.
Apa itu resistensi obat tuberkulosis?
Resistensi obat tuberkulosis atau Multi-drug Resistant Tuberculosis (TB MDR) adalah kondisi di mana pasien kebal terhadap pengobatan TB lini pertama. Obat lini pertama adalah daftar obat yang pertama kali diberikan ke pasien TB.
Obat lini pertama biasanya terdiri atas 2 obat TB paling ampuh, yaitu INH (isoniazid) dan Rifampisin.
Pasien disebut resisten apabila pasien kebal terhadap obat TB lini pertama lainnya, seperti etambutol, streptomisin, dan pirazinamid.
Pengobatan TB MDR biasanya akan menggunakan obat yang lebih kuat dengan jenis dan jumlah yang lebih banyak.
Apa gejala pasien TB resisten obat?
Pasien TB yang resisten obat umumnya punya gejala yang sama seperti kasus tuberkulosis biasa. Perlu diketahui juga, bahwa tanda dan gejala TB resisten obat tergantung pada bagian tubuh mana bakteri TBC menyerang, sehingga obat yang diberikan juga menyesuaikan.
Meski umumnya menyerang paru-paru, bakteri TB juga dapat menyerang bagian tubuh lain, seperti tulang, usus, kulit, bahkan organ reproduksi. Pengobatan TB MDR nantinya akan disesuaikan dengan kondisi tersebut.
Gejala TB resisten obat kurang lebih sama seperti pasien tuberkulosis pada umumnya, seperti:
- Batuk terus-menerus. Dalam kondisi parah, batuk bisa sampai mengeluarkan darah
- Sakit di dada
- Mudah lelah, lemas, dan lesu
- Tidak nafsu makan
- Mengalami demam ringan
- Berat badan menurun drastis
- Sesak napas dan nyeri di dada
- Berkeringat di malam hari tanpa sebab
Bagaimana pengobatan pasien TB MDR?
Menurut dr. Erlina Burhan. MSc, Sp.P(K), ahli paru dan pakar tuberkulosis yang ditemui dalam acara diskusi media di K-Link Tower, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu lalu (8/5), penyembuhan TB resisten berbeda dengan penyembuhan tuberkulosis biasa.
Hal tersebut lantaran bakteri tuberkulosis yang ada di dalam tubuh pasien sudah kebal, berevolusi, dan sulit untuk dikendalikan.
Pengobatan pasien TB MDR berbeda dengan pengobatan tuberkulosis biasa, beberapa perbedaan tersebut, antara lain:
- Dosis pengobatan yang berbeda, bergantung pada gejala dan tempat bakteri TB menyerang
- Jumlah dan varian obat lebih banyak
- Menggunakan obat TB lini kedua seperti ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin, dan kanamin
- Waktu pengobatan lebih lama, umumnya sekitar 20 bulan
- Pasien harus mendapatkan suntik obat 5 hari dalam seminggu, selama 8 bulan pertama
- Menerapkan pola hidup sehat, seperti:
- Tidak merokok
- Makan makanan sehat
- Menjaga kebersihan rumah
- Membuka ventilasi udara setiap pagi agar mendapatkan cukup cahaya matahari
Efek samping pengobatan TB MDR
Oleh karena jumlah obatnya lebih banyak dan lebih beragam, pengobatan TB MDR bisa memberikan efek samping yang lebih berat dibandingkan pengobatan TB biasa.
Menurut sebuah penelitian di Korea, efek samping pengobatan ini antara lain:
- Mual
- Muntah
- Mengalami gangguan pencernaan
- Hipotiroidisme
- Kejang epilepsi
- Neuropati perifer
- Hepatitis
Kabartangsel.com