Lifestyle
Mengurangi Risiko Kanker Paru, Mulai dengan Berhenti Merokok!
Rokok adalah faktor risiko utama kanker paru. Genap 22 tahun lamanya komedian Indro Warkop berhenti merokok. Awalnya, penyakit jantung koroner yang diderita Indro memaksanya untuk mengehentikan kebiasaan menghabiskan 4 bungkus rokok dalam sehari.
Lama kelamaan, Indro memantapkan diri untuk lepas sepenuhnya dari kebiasaan tak sehat ini setelah melihat satu per satu orang-orang terdekatnya yang juga perokok meninggal akibat kanker.
Indro semakin aktif untuk menyuarakan kepedulian terhadap kanker selepas istrinya meninggal akibat kanker paru. Salah satu langkah yang ia tempuh adalah melalui kampanye antirokok.
“Bagi saya merokok itu adalah sebuah kejahatan. Nggak jadi masalah jika risiko bahaya kesehatan dari rokok ditanggung sendiri, nyatanya rokok yang kita hisap juga bisa membunuh orang lain yang justru bukan perokok,” kata Indro dalam acara Gerakan Peduli Kanker Paru yang diselenggarakan Cancer Information and Support Center (CISC) di Jakarta (11/02/2020).
Bahaya rokok sebagai faktor risiko kanker paru
Mayoritas penderita kanker paru memang merupakan perokok aktif. Namun menurut ahli pulmonologi dr. Elisna Syahruddin yang juga hadir dalam acara tersebut, perokok pasif juga memiliki risiko tinggi untuk terjangkit kanker paru.
“Second hand smoke atau perokok pasif digolongkan sebagai orang yang mengalami paparan asap rokok berkali-kali, paling tidak menghirup asap rokok sampai 8 jam sehari secara rutin. Mereka menjadi kelompok penderita terbesar setelah perokok aktif,” ungkap dr Elisna.
Studi yang dipublikasikan NCBI menjelaskan rokok mengandung karsinogen yang merupakan zat berbahaya yang dapat memicu pertumbuhan sel kanker di paru-paru. Asapnya yang masuk ke dalam tubuh mampu mengiritasi paru sehingga turut memicu kanker dan penyakit pernapasan lainnya.
Tinggal dan beraktivitas di lingkungan perokok bisa meningkatkan risiko kanker paru yang dimiliki seseorang. Dokter Elisna menambahkan bahwa sebagian besar penderita kanker paru adalah orang yang berada di lingkungan pertemanan atau keluarga perokok.
Bahkan menurutnya, seseorang yang telah berhenti merokok dalam waktu lama tidak lantas lepas begitu saja dari risiko kanker paru, “Mantan perokok tetap memiliki risiko tumbuhnya sel-sel kanker di paru, terlepas seberapa lama mereka berhenti atau seberapa sering mereka merokok sebelumnya.”
Hal inilah yang terjadi pada Willem, salah satu penyintas kanker paru yang hadir sebagai narasumber. “Saya berhenti merokok sejak 17 tahun lalu, tapi baru pada tahun 2017 saya terus-menerus batuk dan tidak sembuh-sembuh. Begitu periksa, saya didiagnosis kanker paru stadium lanjut,” ungkap Willem.
Sekarang ini sel kanker belum sepenuhnya hilang dari paru-parunya, Willem masih perlu menjalani pengobatan target untuk kanker paru setiap harinya. “Saya memang tidak lagi merokok, tapi sulit sekali untuk menghindari lingkungan perokok.”
Cara mengurangi risiko kanker paru bagi perokok
Kanker paru termasuk penyakit paling mematikan di Indonesia, sebagian besar penderita bahkan meninggal lebih dulu dari waktu harapan hidup yang diperkirakan medis. Bahaya kanker paru mungkin tetap membayangi para perokok, namun mereka tetap bisa menghindari bahaya kanker paru yang mengancam nyawa ini.
Satu-satunya cara adalah dengan segera menghentikan kebiasaan merokok untuk mencegah meningkatnya risiko akan kanker paru. “Perokok memang telanjur berisiko, namun bukan bearti malah terus merokok. Saat merokok dilanjutkan, maka risiko kanker paru semakin bertambah,” ujar dr. Elisna.
Ia juga menyarankan bagi orang yang termasuk kelompok berisiko, salah satunya perokok, untuk mewaspadai penyakit ini sedari dini. Deteksi kanker paru secara dini pada kelompok berisiko bisa dilakukan dengan melakukan cek rutin kesehatan paru-paru di rumah sakit minimal setahun sekali.
Sementara untuk kelompok berisiko tinggi yakni kelompok pemilik risiko yang mengalami gejala kanker paru, misalnya perokok yang sedang mengalami batuk kronis, harus segera melakukan pemeriksaan medis yang lebih lanjut.
Berhenti merokok memang bukan hal yang mudah. Akan tetapi, dr. Elisna tak menyarankan untuk beralih menggunakan rokok dengan kadar nikotin rendah guna melepaskan diri secara perlahan dari ketergantungan rokok.
“Rokok dengan nikotin rendah justru membuat seseorang lebih sering merokok. Semakin sering merokok, semakin sering asap mengiritasi paru-paru,” lanjutnya.
Sementara Indro membagikan salah satu kiat suksesnya untuk berhenti merokok, “Kembali lagi pada bahaya rokok untuk orang lain. Coba untuk melakukannya (berhenti merokok) bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain. Ketika berhasil mengendalikan diri dari keinginan merokok disitulah saya merasa menang.”
Kabartangsel.com