Opini

Muhammadiyah dan Society 5.0

Pada 18 Nopember 2020, Muhammadiyah genap berusia 108 tahun. Sejak didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada 12 Nopember 1912, mentari Muhammadiyah selalu menyinari negeri dengan berbagai amal usaha yang bermanfaat bagi umat dan bangsa. Muhammadiyah mampu eksis melintasi zaman karena konsistensinya dalam memperjuangkan khitahnya sebagai organisasi sosial keagamaan, bukan sebagai organisasi politik.

Di era digital dan revolusi industri 4.0, Muhammadiyah kian dinamis bertaawun untuk negeri: mencerdaskan kehidupan bangsa dengan amal usahanya di bidang pendidikan, dari TK hingga PT; menyehatkan warga bangsa dengan berbagai rumah sakit dan klinik yang tersebar di seantero negeri; memberdayakan sosial ekonomi masyarakat dengan berbagai panti asuhan, Lazismu, dan gerakan sosial ekonominya. Jejaring manajerial dan sosial Muhammadiyah semakin mendunia dan mendapat rekognisi internasional sebagai organisasi modern.

Akan tetapi, gerakan tajdid (pembaruan), Muhammadiyah harus sigap dan siap menatap masa depan yang semakin penuh tantangan dan godaan. Bagaimana Muhammadiyah menyiapkan diri untuk memasuki era baru pascarevolusi industri 4.0, yaitu era society 5.0? Apa kontribusi strategis yang dapat diberikan kepada generasi milenial yang mulai mengalami kegersangan spiritual? Bagaimana aktualisasi tema milad ke-108 Muhammadiyah, “Meneguhkan Gerakan Keagamaan”, dalam merespon berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan?

Humanisasi Peradaban

Advertisement

Revolusi industri 4.0 diawali dengan penemuan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur sekitar tahun 2011. Revolusi ini ditandai dengan komputerisasi dan digitalisasi manufaktur, peningkatan volume data, kekuatan komputasi, konektivitas (teknologi jaringan) dalam berbagai bidang kehidupan, pemanfaat kecerdasan buatan (artificial intelligence), super komputer, rekayasa genetika, teknologi nano, dan aneka inovasi dalam teknologi informasi dan komunikasi.

Era ini berdampak sangat signifikan pada kehidupan manusia. Kemajuan sains dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi berikut robot cerdas, ternyata mulai menggantikan dan mendegradasi peran manusia. Internet of Thing (IoT), munculnya big data, percetakan 3D, Articifial Intellegence (AI), kendaraan tanpa pengemudi, rekayasa genetika, dan mesin pintar membuat hidup manusia kurang bermakna. Manusia teraleniasi dan termarginalisasi, bahkan mengalami despiritualisasi,  akibat kemajuan sains dan teknologi yang diciptakan sendiri.

Oleh karena itu, muncullah kesadaran baru dalam bergumul dengan kemajuan sains dan teknologi. Gagasan society 5.0 mulai digulirkan Jepang dengan menawarkan konsep masyarakat yang berpusat pada manusia.  Konsep ini memadukan posisi sentral manusia (human-centered) dan berbagai aktivitas kehidupan berbasis teknologi (technology based). Society 5.0 berupaya membuat keseimbangan antara kemajuan ekonomi, sosial budaya, dan teknologi dengan penyelesaian masalah sosial melalui sistem yang menghubungkan dunia maya dan dunia nyata.

Apabila revolusi industri 4.0 mengandalkan kecerdasan buatan (artificial intellegence) dalam menyelesaikan berbagai hal, maka society 5.0 memfokuskan kepada komponen manusianya. Society 5.0 adalah era di mana semua teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri. Internet bukan hanya sebagai informasi dan teknologi jaringan, melainkan harus difungsikan untuk menjalani dan memaknai kehidupan. Society 5.0 diharapkan menjadi tonggal sejarah (milestone) humanisasi peradaban. Masyarakat dunia memang sedang merindukan peradaban baru yang lebih humanis dan bermakna, bukan peradaban mekanistik.

Advertisement

Peneguhan Gerakan

Humanisasi peradaban idealnya menjadi sebuah gerakan kemanusiaan. Masyarakat dunia diserukan untuk menjadikan segala kemajuan sains dan teknologi sebagai sarana (wasilah) aktualisasi nilai-nilai kemanusiaan, merengkuh kemuliaan dan kebahagiaan sejati dengan menghadirkan “keterlibatan” Tuhan dalam kehidupan. Humanisasi peradaban dapat dimulai dari pengembangan sistem pendidikan  holistik integratif, sebuah sistem yang memadukan trilogi iman, ilmu, dan amal shalih; menyeimbangkan orientasi duniawi dan ukhrawi; dan mengaktualisasikan multikecerdasan, multipotensi, dan multiperan peserta didik.

Dalam konteks ini, dengan konsep pendidikan holistik integratifnya, Muhammadiyah dapat berkontribusi strategis dengan peneguhan gerakan sosial keagamaan. Jejaring amal usaha pendidikan Muhammadiyah, termasuk pendidikan pesantren yang semakin berkemajuan, penting direorientasi ke arah humanisasi peradaban tersebut. Akan tetapi, humanisasi peradaban melalui proses pendidikan haruslah terintegrasi dengan gerakan liberasi dan transendensi.

Meminjam istilah ilmu sosial profetik yang dipopulerkan Kuntowijoyo dalam menafsirkan ayat 110 Surat Ali Imran, humanisasi dimaknai sebagai upaya pemanusiaan manusia. Akan tetapi, humanisme dalam ilmu sosial profetik sejatinya tidak sejalan dengan rasionalisme yang berkembang di Barat, yang menjadikan manusia sebagai penentu segalanya. Dengan kecerdasannya, manusia menjadi pencipta mesin-mesin perang, senjata pemusnah massal, dan pengeksploitasi alam, sehingga humanisme yang ditawarkan Barat justeru mendegradasi kemanusiaan itu sendiri. Karena itu, berbasis Pancasila, humanisasi harus dilandasi iman dan nilai-nilai ketuhanan.

Advertisement

Peneguhan gerakan sosial keagama Muhammadiyah juga harus dibarengi spirit liberasi, yaitu upaya pembebasan manusia dari sistem pengetahuan, sosial, ekonomi, dan politik yang membelenggu. Menurut Kuntowijoyo, tidak sedikit manusia masih hidup dalam hegemoni kesadaran palsu. Hidupnya berdasarkan mitos, bukan logos. Sebagian masyarakat juga beragama dengan meyakini ajaran agama, tetapi tidak mengamalkannya. Dalam konteks ini, Muhammadiyah harus tampil memberi pencerahan kehidupan beragama, agar agama berfungsi optimal sebagai transformasi sosial, spiritual, dan moral, sekaligus berperan sebagai perekat persatuan dan persaudaraan bangsa.

Selain itu, dalam society 5.0 nanti, transendensi merupakan kebutuhan mental spiritual masyarakat, sehingga dapat meraih  tujuan hidup secara bermakna. Nilai-nilai transendental sejatinya merupakan nilai-nilai ketuhanan yang mamandu orientasi hidup manusia untuk menemukan nilai-nilai luhur kemanusiaan, agar merasakan kebermaknaan hidup dan meraih kedekatan spiritual dengan Allah SWT.

Dengan demikian, implementasi konsep khaira ummah (QS. Ali Imran [3]: 110) dan baldah thayyibah (negeri yang gemah ripah loh jinawi, sejahtera, adil dan makmur) (QS Saba’ [34]: 15) yang menjadi elan vital gerakan sosial keagamaan Muhammadiyah menjadi sangat penting dimaknai secara kontekstual. Jika di abad pertamanya Muhammadiyah sukses menerjemahkan teologi al-Ma’un dengan menebar manfaat dan maslahat bagi bangsa dan umat melalui jalur pendidikan, kesehatan, pemberdayaan sosial ekonomi umat, dan jihad konstitusi, maka di abad keduanya, Muhammadiyah harus mampu menghadirkan kontribusi kemanusiaan profetik dan kontribusi kenegarawanan yang lebih konstruktif.

Kesiapan Muhammadiyah memasuki society 5.0 penting dilakukan dengan merapatkan barisan, menyinergikan segala potensi dan sumber daya, dan meneguhkan gerakan sosial keagamaan yang mengakar dan mengaliri denyut nadi kehidupan umat dan bangsa. Modal sosial dan intelektual Muhammadiyah untuk menyambut dan memaknai society 5.0 sangat besar, karena rekognisi dan ekspektasi masyarakat bangsa dan dunia terhadap Muhammadiyah juga sangat tinggi.

Advertisement

Modal sosial, intelektual, rekognisi, dan ekspektasi tersebut merupakan kekuatan penggerak perjuangan Muhammadiyah yang perlu diresponi dengan spirit yang diwariskan KH. Ahmad Dahlan: “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, dan jangan mencari hidup dalam Muhammadiyah”. Harapan masa depan umat dan bangsa sudah saatnya dijawab Muhammadiyah dengan mengembangkan peradaban profetik sebagai solusi terhadap tantangan society 5.0. Karena itu, mentari Muhammadiyah harus terus menyinari dan mencerahkan anak negeri dengan aktualisasi konsep khaira ummah dan baldah thayyibah menjadi sistem peradaban profetik yang menyatukan dan menyinergikan keluarga besar bangsa Indonesia menuju pencapaian cita-cita luhurnya. Semoga!

Dr Muhbib Abdul Wahab MA, Ketua Prodi Magister Pendidikan Bahasa Arab FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekretaris Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah. Sumber: Republika, Rabu, 18 Nopember 2020.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Populer

View Non AMP Version
Exit mobile version