Tangerang Selatan
Seminar Suara Millenial “Harapanmu Untuk Ibukota Baru”
SERPONG (Kabartangsel.com) – Kepala Kantor Kemenag Tangsel, Abdul Rojak, pada Selasa (06/08/2019) menghadiri acara Seminar Suara Milenial, yang dilaksanakan di gedung serba guna MAN IC Serpong Tangsel.
Acara yang diselenggarakan oleh Kementerian BPN/Bapenas ini turut dihadiri oleh Direktur Perkotaan, Perumahan, dan Pemukiman Kementerian BPN/Bapenas, Tri Dewi Virgiyanti, Kasubdit Kesiswaan Direktorat KSKK Kemenag RI, Ahmad Hidayatullah, Kepala MAN IC Serpong Tangsel, Persahini Sidik, dan para siswa MAN IC Serpong Tangsel.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Kantor Kemenag Tangsel, Abdul Rojak, mengatakan bahwa pemindahan Ibu Kota Negara sudah menjadi perbincangan publik di media.
“Kita sudah mendengar hal ini dari media. Pro Kontra pun bermunculan antara yang setuju Ibu Kota Negara dipindah dan ada juga yang menolak. Saya berharap semoga acara seminar tentang pemindahan Ibu Kota hari ini bisa memberikan pencerahan sekaligus sarana tukar pikiran serta masukan dari generasi Millenial siswa MAN IC Serpong Tangsel,” tegasnya.
Pemindahan ibu kota pernah dilakukan oleh pemerintah dari Jakarta ke Yogyakarta pada Januari 1946. Situasi yang tak menentu menjelang Agresi Militer Belanda menyebabkan ibu kota harus segera diselamatkan.Barulah setelah dirasa aman, ibu kota dikembalikan ke Jakarta.
Dalam perkembangannya, Presiden Soekarno ternyata punya pemikiran untuk kembali memindahkan ibu kota. Soekarno menilai, tak ada kota lain yang punya identitas seperti Jakarta yang menjadi wadah tumbuhnya nasionalisme di Indonesia. Sebab, di Jakarta banyak kisah monumental bersejarah bangsa, perjuangan hingga berkibarnya Merah Putih.
Munculnya bangunan-bangunan seperti Monumen Nasional (Monas), komplek Senayan dan Gelora Bung Karno (GBK) menjadi bukti Soekarno tetap mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota negara.
Realisasi pemindahan ibu kota dapat memakan waktu 10 tahun jika melihat pengalaman Brasil dan Kazakhstan. Ada proses panjang, termasuk teknokrasi dan politik di mana dibutuhkan kesepakatan negara untuk memindahkan ibu kota. Ibu kota baru harus mempunyai bandar udara kelas internasional, seperti Bandara Soekarno Hatta.
Ibu kota baru yang diusulkan oleh menteri PPN/ Bappenas hanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan, sedangkan pusat bisnis akan tetap di Jakarta. Konsep tersebut sama dengan yang berlaku di Malaysia, ketika pusat pemerintahan dipindahkan ke Putrajaya dan mempertahankan Kuala Lumpur sebagai pusat bisnis.
Ada beberapa faktor yang membuat DKI Jakarta tidak layak dipertahankan sebagai ibu kota. Dua yang utama adalah pertama, Jakarta mempunyai persoalan lalu lintas yang kian lama kian padat. Ibu kota Indonesia itu menempati peringkat keempat kota paling padat sedunia berdasarkan kondisi lalu lintas saat sibuk dari 390 kota yang disurvei.
Kemacetan di Jakarta semakin memburuk yang menimbulkan kerugian ekonomi Rp56 triliun berdasarkan kalkulasi tahun 2013. Tentu masalah kemacetan itu menimbulkan kerugian nyata. Kerugian ekonomi yang diakibatkan tahun 2013 sebesar Rp56 triliun per tahun. Diperkirakan angkanya sekarang sudah mendekati Rp100 triliun per tahun dengan makin beratnya kemacetan di wilayah Jakarta.
Kedua, DKI Jakarta semakin rawan banjir. Sekitar 50% wilayah Jakarta masuk kategori rawan bajir atau memiliki tingkat kerawanan banjir di bawah 10 tahunan. Kondisi itu jelas membuat Jakarta tidak lagi layak menjadi ibu kota, sebab idealnya tingkat kerawanan banjir untuk kota besar minimum adalah 50 tahunan. (Kemenag Tangsel)