Banten
Sepak Terjang Fitron Nur Ikhsan: Dari Aktivis, Konsultan Politik, Hingga Jadi Legislator
Bagi pegiat sosial dan politik, menyebut nama Fitron Nur Ikhsan setidaknya akan mengingatkan banyak peristiwa penting di Provinsi Banten. Awal kemunculan lelaki ini di publik sekira tahun 2000. Pria kelahiran Lampung Ini dikenal media massa pertama kali, saat dirinya aktif menulis dan memimpin pergerakan Badan Eksekutif Mahasiswa Se-Banten. Proses pengisian kepemimpinan Banten saat itu menjadi momen penting bagi Fitron dalam mengambil tema gerakan. “Saat itu saya beruntung memiliki dua orang mentor yang heroik, kaya akan pengalaman organisasi dan wawasan akademik,” kisahnya.
Berkat mentor itulah, semangatnya dalam pergerakan tumbuh. Pemikiran dan pola gerakan Fitron memang dipengaruhi kedua mentor itu, terbukti saat Radar Banten mewancarai alumni Pondok Pesantren Al-Ishlah Kananga, Menes Pandeglang ini, berulang kali mengutip perkataan mentornya. Dua orang mentor yang sangat mempengaruhi kehidupan Fitron yakni pertama Hasan Basri, yang saat itu menjabat Ketua Umum KAMMI Daerah Banten, organisasi tempatnya menimba kearifan gerakan. Dari Hasan, Fitron belajar untuk selalu gelisah dan berupaya untuk terus bergerak melakukan perubahan. Hasan selalu mengatakan padanya untuk membenci kemungkaran, di mana saja ada. Bukan membenci pelakunya, namun membenci tindakannya.
Mentor kedua adalah Sholihin Abbas yang saat itu merupakan Sekretaris Umum KAMMI Daerah Banten, sekaligus ketua umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Serang. Sholihin adalah mentor managemen organisasi. Sholihin yang mendorongnya aktif di organisasi intra kampus. Dari sanalah langkah pertama Fitron terpilih menjadi BEM Jurusan Tarbiyah STAIN, saat ini IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten. Lalu Fitron terpilih dengan kemenangan mutlak sebagai Presiden Mahasiswa dari Partai Hati Nurani, Partai kampus yang ia dirikan.
Sempat Drop Out Kuliah karena Biaya
Perjalanan Fitron tak mulus dalam dunia akademik. Ia pernah berkuliah di UNS Solo, namun drop out karena alasan biaya. Lalu melanjutkan ke UNMA dan bernasib sama karena beasiswa dicabut lembaga. Ia kemudian memilih IAIN sebagai kampus berikutnya yang hampir gagal studi karena sampai digelarnya Ospek, Fitron belum menyelesaikan daftar ulang. Sampai pada satu ketika, Fitron menghadap Ketua STAIN saat itu dijabat oleh Prof.Dr. H. MA Tihami, MA. Fitron diizinkan untuk mengikuti perkuliahan meskipun terlambat registrasi.
Setelah menamatkan belajar di STAIN, Fitron memiliki concern dalam dunia aktivis dengan memilih bekerja di Lembaga Strategis Pembangunan Banten (LSPB) Dan berkantor di Lebak. Di sana, ia bertemu dengan Iwan Kusuma Hamdan yang saat itu merupakan direktur NGO yang mengelola bantuan dari donor internasional. Ia juga bertemu Agus Sutisna, dosen cerdas yang hobi menulis, dan menjabat sebagai manager Program. Dari Iwan, Fitron belajar bagaimana melakukan advokasi dan gerakan perubahan konseptual. Dari Agus, Fitron belajar mengelola program dan mengkonsepsi tulisan. Bagi Fitron, kedua orang itu adalah guru selanjutnya pasca kampus. Fitron yang sejak mahasiswa aktif ikut berdemonstrasi perjuangan pendirian Provinsi Banten, pengawalan Pengisian Kepemimpinan Banten harus merubah total dan belajar banyak dari LSPB bagaimana mengetahui seluk beluk advokasi pembangunan good governance.
Pada saat mengelola program Civil Base Organization (CBO), Fitron mengenal Sanuji Pentamarta, anggota DPRD Kabupaten Lebak yang saat itu sebagai fasilitator. Bagi Fitron, Sanuji adalah guru politik yang mengajarkan bagaimana menyerap aspirasi publik. Bersama Sanuji, Fitron berkeliling Banten melakukan kampanye peningkatan partisipasi publik, sebuah kegiatan yang di danai LP3ES dan USAID. Saat ini, Sanuji dan Fitron sama-sama menjadi anggota DPRD Banten periode 2014-2019.
Bersinggungan dengan Para Tokoh
Babak baru Banten menjadi Provinsi, Fitron mulai bersinggungan dengan tokoh-tokoh pendiri provinsi Banten. Saat itu, Fitron bersyukur karena terlibat dalam program UNDP melalui program Partnership. Fitron dipercaya Iwan untuk memanageri program Forum Multi Stakeholders yang melahirkan Majelis Musyawarah Masyarakat Banten (M3B), sebuah organisasi yang di dalamnya tokoh Banten mendorong Banten untuk tidak lepas dari cita-cita pendiriannya. M3B lah yang melambungkan nama Taufik Nuriman, Bupati Serang yang saat itu menjabat wakil bupati. Fitron banyak belajar dari sosok H Embay Mulya Syarief, Boyke Pribadi, dan lainya di lembaga ini.
Fitron yang dulu bercita-cita menjadi seorang wartawan ini, terpaksa menguburnya dalam-dalam karena ternyata tak pernah bisa mewujudkan cita cita itu. “Wartawan itu adalah profesi yang membanggakan, karena penanya merdeka, lebih tajam dari senjata apa pun,” ujarnya. Namun Fitron punya guru jurnalistik saat aktif di dunia gerakan. Guru pertama adalah Delfion Saputra, dulu wartawan Harian Banten, sekarang Radar Banten. Dari Delfion, Fitron mengaku belajar bagaimana Framing dan berinteraksi dengan media. Guru berikutnya adalah Syair Asyiman dan Krisna Widi Aria, wartawan Fajar Banten dan kini Kabar Banten. Fitron juga memiliki idola mengapa ia ingin menjadi wartawan, sosok Abdul Malik, redpel Harian Banten saat itulah yang menjadi idolanya. Namun Malik yang membunuh cita-cita Fitron untuk menjadi wartawan. Kata-kata Malik yang ia kenang hingga saat ini adalah. “Jangan jadi wartawan, tempat kamu bukan di sana,” ujar Fitron mengutip perkataan Malik.
Warna gerakan jalanan dan NGO ternyata mewarnai pemikiran Fitron, sehingga saat itu ia teramat sinis pada kekuasaan. Ia sering menulis menumpahkan kritik kepemimpinan Banten. Tulisan-tulisan itu kemudian di bukukan usai menamatkan pendidikan di Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Nanyang Technological University (NTU) Singapura yang berjudul “Mencurigai Kekuasaan”.
Belajar dari Dapur Pemimpin
Di kenalnya Fitron dalam dunia partai politik bermula saat ia muncul menjadi Juru Bicara Zulkielimansyah-Marisahaque pada tahun 2006. Saat itu Zul-Mar menjadi runner up bersaing melawan incumbent Ratu Atut Chosiyah- Masduki dalam Pilkda Banten. Fitron mengaku belajar banyak dari moment tersebut. Ada kata-kata Zul (panggilan akrab Zulkieflimansyah), sosok guru politik yang diakui Fitron banyak memberi inspirasi dirinya. “Jangan abaikan survei, pendekatan ilmiah itu sangat membantu dalam pemenangan kontestasi politik,” ujarnya mengutif kata-kata Zul. Dari sanalah, Fitron terpacu untuk terus belajar, Zul mencarikan Fitron beasiswa kuliah Luar Negeri asal Fitron dapat lulus test masuk perguruan tingginya. Tahun 2007, Fitron mencoba dua Universitas salah satunya di Inggris dan di Singapura. Beruntung Fitron diterima di perguruan tinggi ternama di Singapura, Nanyang Technological University (NTU).
Tahun 2008, Fitron aktif di Partai Keadilan Sejahtera Lebak sebagai pengurus. Ia diminta Mulayadi Jayabaya untuk membantu perhelatan Pilkada Langsung periode keduanya. Dari Jayabaya, Fitron mengaku belajar arti kegigihan. Hampir delapan bulan, Fitron menimba pengalaman bagaimana sosok kepala desa ini akhirnya dapat menjadi seorang bupati sukses hingga dua periode. Pergulatan dunia politik praktis, Fitron lanjutkan tahun 2009 saat ia harus belajar banyak dari kekalahannya waktu itu.
Mimpi lelaki yang akhirnya menekuni dunia political consulting ini sederhana. Ia harus belajar memimpin langsung dari dapur pemimpin. Tak terbayangkan menurut Fitron, jika akhirnya sempat belajar kepemimpinan Jayabaya saat makan malam bersama dan ia lalui berbulan-bulan. Tahun 2010, Fitron kembali menempa dirinya untuk belajar pengalaman dari Bupati Pandeglang langsung dari dapurnya saat ia menjadi konsultan Erwan Kurtubi- Heryani. Baginya, simbol kedekatan emosional adalah saat dirinya mampu memasuki dapur. “Itu penancapan pertama teritorial politik,” akunya. “Setiap kali saya mengenal pemimpin terbersit mimpi dalam diri saya, saya harus menjadi bagian dari hidupnya dan berhasil masuk ke dapurnya,” imbuh Fitron.
Tahun yang sama, akhirnya ia mengenal Tb Chaeri Wardana (TCW). Dari sanalah Fitron mengenal Direktur Konsep Indonesia (Konsepindo) Research & Consulting, Veri Muhlis Arifuzzaman. Dari Veri, Fitron lebih meneguhkan pengalamannya di dunial konsultan, bagi Fitron, Veri adalah guru di bidang itu. Saat mengenal TCW, Fitron diberi kesempatan untuk ikut menangani Pilkada Tangsel. Dari sanalah Fitron tau mengapa Golkar itu kuat di Banten ternyata kemenangan harus dilewati dengan kegigihan. Selama berbulan-bulan, baik Pilkada Tangsel maupun Pilgub Banten, Fitron harus ikut rapat hingga dini hari, setiap detail permasalahan dibahas dengan sangat rinci, setiap masalah ditangani dengan evaluasi yang sangat mendalam. Pada 2013, Fitron kembali mewujudkan mimpi untuk belajar politik dari dapur pemimpin. Fitron terlibat aktif dalam Pilkada Kota Serang yang kembali dimenangkan Tb Haerul Jaman.
DPRD Banten Tempat Berlabuh
Mungkin inilah akhir dari perjalanan penancapan teritorial Fitron, karena pada pemilu 2014 dirinya terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Banten periode 2014-2019. Tidak lagi harus masuk dapur penguasa, dan tidak lagi untuk belajar. Fitron dituntut untuk melakukan kegiatan politik sebagai basis gerakan. Fitron dicalonkan dari Partai Golkar dapil Pandeglang nomor urut dua, setelah sebelumnya dirinya diberhentikan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) karena pelanggaran organisasi pada Pemilihan Gubernur 2011, dimana dirinya menjadi konsultan Atut-Rano.
Fitron dikenal sangat dekat dengan Keluarga Ratu Atut Chosiyah terutama TCW dan Ratu Tatu Chasanah. Bahkan dirinya dikenal sebagai juru bicara keluarga. Ketika dikonfirmasi, sedekat apa dirinya dengan keluarga ini, Fitron dengan bersemangat mengatakan. “Semoga keluarga ini menganggap saya benar sebagai keluarga. Karena saya, menganggapnya demikian dan merasa mereka menganggap saya bagian dari keluarga,” pungkasnya. (rb/kt)