Nasional
Setiap Peringatan HUT RI, Presiden Jokowi Ingin Gelar Dzikir Kebangsaan
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan agar digelar Dzikir Kebangsaan ala Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW) di Istana Negara dalam setiap peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI, 17 Agustus.
“Setelah acara ini perlu ada kegiatan zikir bersama dilaksanakan di Istana Negara. Rencananya awal Agustus perlu agenda serupa seperti ini, untuk menyambut Hari Kemerdekaan,” ujar Presiden Jokowi, saat menerima jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Rais Aam KH Ma’ruf Amin, Wakil Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dan Sekjen Presidium Nasional MDHW Hery Haryanto Azumi di Istana Negara, Selasa (11/7/2017).
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan agar digelar Dzikir Kebangsaan ala Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW) di Istana Negara dalam setiap peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI, 17 Agustus.
“Setelah acara ini perlu ada kegiatan zikir bersama dilaksanakan di Istana Negara. Rencananya awal Agustus perlu agenda serupa seperti ini, untuk menyambut Hari Kemerdekaan,” ujar Presiden Jokowi, saat menerima jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Rais Aam KH Ma’ruf Amin, Wakil Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dan Sekjen Presidium Nasional MDHW Hery Haryanto Azumi di Istana Negara, Selasa (11/7/2017).
Jajaran PBNU dan Presidium Nasional MDHW pada kesempatan itu melaporkan rencana kegiatan Halaqah Nasional Alim Ulama dengan tema “Memperkokoh Landasan Ke-Islaman Nasionalisme Indonesia.” Rencananya kegiatan itu digelar 13-14 Juli 2017, di Hotel Borobudur, Jakarta.
KH Ma’ruf Amin merespon gagasan tersebut sebagai bentuk rasa syukur atas kemerdekaan Indonesia. Memang perlu ada kegiatan berdzikir selain upacara kemerdekaan, kata KH Ma’ruf.
“Dengan dzikir kita bisa menanamkan rasa syukur kepada Allah SWT dalam wujud mencintai Tanah Air,” tegasnya.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini membeberkan, bahwa bingkai kemajemukan Indonesia harus bersifat politis-yuridis dan teologis. Bingkai politis-yuridis adalah kebijakan tentang bentuk negara yakni NKRI dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa dan UUD 1945 sebagai konstitusi negaranya. Artinya, lanjut dia, keputusan politik para pendiri bangsa itulah yang menjadi konsesus nasional.
Masih kata KH Ma’ruf, sedangkan bingkai teologis yang dimaksud adalah mewujudkan integrasi nasional yang kokoh. Bingkai teologis menjadi perekat, pemahaman kepada seluruh elemen bangsa tentang begitu pentingnya menjaga integrasi bangsa ini bersama-sama, dalam upaya menjaga keutuhan dan kesatuan nasional, baik kaitannya dengan NKRI dan Pancasila.
Sementara itu, Sekjen Presidium Nasional MDHW Hery Haryanto Azumi menambahkan, pilihan tema “Memperkokoh Landasan Ke-Islaman Nasionalisme Indonesia” dalam kegiatan Halaqoh Nasional Alim Ulama tersebut telah melalui diskusi panjang. Merujuk eskalasi politik beberapa waktu terakhir yang mengarah pada terjadinya tabrakan antara kelompok Agamis (Islam) dan nasionalis, bahkan sudah mengarah pada upaya-upaya mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain.
“Halaqoh Nasional ini diharapkan menjadi problem solver memecah kebuntuan komunikasi dan jejaring antar-elemen bangsa. Artinya MDHW akan pro aktif ikut memecahkan masalah-masalah bangsa,” tandasnya.
Diharapkan setelah dihelatnya halaqoh nanti, ke depan skema aliansi/koalisi strategis antar-kelompok, seperti Nasionalis- Agama (Islam) terbangun pastinya dengan dukungan pilar negara seperti TNI dan Polri. (sm/fid)