Tangerang Selatan
Orientasi Penguatan Moderasi Beragama
Kepala Kantor Kemenag Tangsel, Abdul Rojak, dan Kasubbag TU Kemenag Tangsel, Asep Azis Nasser, mengikuti kegiatan Orientasi Penguatan Moderasi Beragama di Hotel Jaya Karta. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Balai Diklat Kemenag RI ini diadakan selama tiga hari, pada Senin-Rabu, 1-3 November 2021.
Hadir pada acara pembukaan, Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Banten, Nanang Fatchurahman, Kabag TU, Miftahudin Jabi, pejabat Balai Diklat Kemenag RI, Dudung, dan diikuti oleh Para Kabid dan Kepala Kantor Kemenag se-Provinsi Banten.
Kepala Kantor Kemenag Tangsel, Abdul Rojak, yang hadir langsung sebagai peserta mengatakan kegiatan Orientasi Penguatan Moderasi Beragama ini sangat penting dalam rangka mewujudkan pelopor moderasi beragama di Indonesia khususnya di provinsi Banten.
“Diharapkan dari acara ini para pejabat di lingkungan Kemenag Banten semakin memahami pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan masyarakat,” imbuhnya.
Menurutnya, dinamika global dan nasional memberi warna dalam potret kehidupan beragama di provinsi Banten. Sejumlah indikasi menunjukkan adanya peningkatan semangat keberagamaan yang ekstrem dan eksklusif yang bertentangan dengan semangat kebangsaan dan kemajemukan Indonesia.
Ditambahkannya, pemikiran keagamaan yang moderat, antara lain, ditandai dengan kemampuan untuk memadukan antara teks dan konteks, yaitu pemikiran keagamaan yang tidak semata-mata bertumpu pada kebenaran teks-teks keagamaan dan memaksakan penundukan realitas dan konteks baru pada kebenaran teks, tetapi mampu mendialogkan keduanya secara dinamis.
“Genealogi intelektual ulama Nusantara sangat jelas mewariskan tradisi intelektual yang moderat ini. Hal ini terumuskan dalam paham ahlussunnah waljamaah dalam bidang fikih yang menganut salah satu mazhab empat, Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah,” terangnya.
Lebih lanjut Kepala Kantor menjelaskan proses penyebaran Islam yang damai membentuk karakter masyarakat yang tawasuth (moderat), tawazun (berimbang), dan tasamuh (toleran). Karakter tersebut akhirnya membentuk cara berpikir dan bertindak yang lebih mengedepankan harmoni dan tidak ekstrem dalam merespons berbagai perkembangan sosial.
“Persoalan-persoalan pelik kebangsaan bisa diselesaikan tanpa pertumpahan darah. Masyarakat Indonesia tidak suka dengan sikap ekstrem yang biasanya sulit bernegosiasi dalam menyelesaikan persoalan. Karakter ekstrem hanya mengenal ”kalah” dan ”menang”. Sementara moderasi akan lebih mengedepankan win-win solution, semua merasa menang,” tandasnya.
Kegiatan Orientasi Penguatan Moderasi Beragama ini diikuti 50 orang peserta dari unsur Pejabat Administrator dan Pengawas. (afm/fid)