Nasional
Satgas: Penguatan 3 Modal Utama Demi Mencapai Masyarakat Produktif dan Aman COVID-19
Peringatan HUT RI ke-76 harus menjadi momentum bangsa untuk merdeka dari pandemi COVID-19. Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, merdeka bukan diartikan lepas seutuhnya dari COVID-19. Namun, mencapai kehidupan normal baru demi menuju masyarakat produktif dan aman COVID-19.
“Dalam mencapai tujuan merdeka ini, perlu setidaknya 3 modal utama yang membutuhkan penguatan secara terus menerus,” Wiku dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Selasa (17/8/2021) yang disiarkan kanal BNPB Indonesia.
Modal pertama ialah kepatuhan protokol kesehatan. Karena tidak ada cara yang lebih efektif dan paling mudah dibandingkan patuh memakai masker dan menjaga jarak secara terus menerus. Dari data, saat ini masih ada sekitar 25,59% atau 3.903 desa/kelurahan dengan kepatuhan memakai masker yang rendah. Lalu, ada 26,21% atau 3.997 desa/kelurahan dengan kepatuhan menjaga jarak yang rendah.
Data kepatuhan ini juga belum sepenuhnya menggambarkan kondisi di lapangan, karena dari 34 provinsi hanya 4 provinsi yang lebih dari 50% desa/kelurahan yang sudah melaporkan kepatuhan protokol kesehatan. Bahkan sebanyak 11 provinsi dengan 11% desa/kelurahan yang sudah melapor. Sementara 16 provinsi lainnya dengan angka diantara 10 – 15% desa/kelurahan yang sudah melapor.
“Hal ini penting untuk segera diperbaiki agar modal kita semakin kuat untuk merdeka dari COVID-19,” lanjut Wiku.
Modal kedua , adalah penguatan kebijakan dan koordinasi. Memasuki tahun 2021, kebijakan penanganan COVID-19 berfokus pada karakteristik kondisi dan kesiapan daerah masing-masing. Karena melihat kondisi geografis Indonesia berbentuk kepulauan dengan 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota, maka pendekatan dalam penanganan COVID-19 dapat berbeda-beda antar daerah.
Karenanya dengan penguatan koordinasi melalui posko tingkat desa/kelurahan ini menjadi salah satu inovasi pada tahun 2021. Dan juga inovasi ini akan diperluas hingga ke tingkat umum. Namun sayangnya, dari 80.468 desa/kelurahan, baru sekitar 23 ribu yang telah membentuk posko. Dan dari jumlah 23 ribu posko itu, tidak semuanya melaporkan kinerjanya rata-rata cakupan pelaporannya 46,11%.
“Tentunya hal ini perlu untuk terus ditingkatkan, mengingat koordinasi pusat dan daerah merupakan salah satu elemen kunci dalam keberhasilan penanganan COVID-19. Posko menjadi tombak pengawasan dan pelaporan kepatuhan protokol kesehatan, serta penanganan dini pada tingkatan terkecil,” jelas Wiku.
Modal ketiga , adalah kesiapan fasilitas kesehatan (faskes). Saat ini kapasitas faskes di Indonesia sudah jauh berkembang dibandingkan masa awal pandemi. Untuk kapasitas tempat tidur di rumah sakit, tersedia hampir 117 ribu dari 276 ribu atau 42% tempat tidur di rumah sakit seluruh Indonesia telah dimanfaatkan untuk penanganan COVID-19.
Melihat bed occupancy rate (BOR) isolasi turun menjadi 39,14%, dan 57,72% pada BOR ICU. Lalu, jumlah laboratorium pemeriksaan COVID-19 terus bertambah yang kini berjumlah 796 laboratorium diseluruh Indonesia. Dan memungkinkan pemeriksaan dalam jumlah banyak. Serta, per tanggal 15 Agustus 2021, cakupan testing nasional telah mencapai 325% atau 3x lipat dari standar WHO.
Penguatan juga dilakukan pada penyediaan tempat isolasi terpusat dengan lebih dari 20 ribu tempat tidur seluruh Indonesia. Tempat isolasi terpusat ini disediakan di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi), Bandung Raya, Solo Raya, Yogyakarta dan Bali.
“Dengan ketiga modal ini, apabila kita seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah secara disiplin dan konsisten terus menguatkan dan meningkatkannya, maka bukan tidak mungkin kita mencapai titik dimana kita merdeka COVID-19, yaitu merdeka untuk melakukan aktivitas dan produktif seperti sediakala dengan tetap aman dari tertular COVID-19,” pungkas Wiku. (rls/wt)