Pemerintahan

Tangsel Dorong Pemerintah Pusat Lakukan Normalisasi Sungai

Tingginya curah hujan membuat tiga sungai besar dan sembilan anak sungai di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kerap meluap hingga menyebabkan banjir di sejumlah kawasan perumahan.

Untuk mengantisipasi kejadian yang sama di masa depan, Pemerintah Kota Tangsel melalui Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) mendorong pemerintah pusat untuk melakukan normalisasi sungai.

Kepala Bidang Sumber Daya Air DBMSDA Kota Tangsel, Aji Awan, mengatakan, ada tiga sungai besar yang melintasi Tangsel, yakni Sungai Cisadane, Pesanggrahan, dan Angke. Saat musim hujan, luapan dari ketiga sungai besar itu menyebabkan banjir di sejumlah perumahan di Tangsel.

“Makanya kita terus mendorong pemerintah untuk menormalisasi Kali Angke dan Pesanggrahan, termasuk anak-anak sungai,” kata Aji, Rabu (29/1).

Advertisement

Sungai Cisadane, Angke, dan Pesanggrahan melewati rute sepanjang 178 kilometer kawasan Kota Tangsel. Dari ketiga sungai besar itu, muncul sembilan anak sungai yang mengalir sepanjang 38,5 kilometer.

Selama ini, kata Aji, sudah banyak program dibuat DBMSDA guna mengatasi masalah banjir di kawasan perumahan. Banyak pula perumahan yang telah memiliki tanggul sendiri. Namun, karena debit air selalu makin tinggi dari waktu ke waktu saat musim hujan tiba, tanggul tak sanggup menahan luapan kali. Hal itu yang menjadi alasan pentingnya normalisasi sungai dan anak sungai.

Intinya, kata Aji, genangan akibat luapan kali yang diperparah hujan lokal banyak terjadi di perumahan-perumahan. Misalnya, luapan Kali Cisadane yang kerap menggenangi rumah-rumah di Pesona Serpong, Kelurahan Kademangan, Kecamatan Setu.

Perumahan yang dilewati Sungai Angke, ungkap Aji, juga sering tergenang disebabkan oleh banyak anak kali yang tidak dilengkapi tanggul. Misalnya di kawasan Kayu Gede, Kelurahan Paku Jaya, Kecamatan Serpong Utara.

Advertisement

Pun demikian, menurut Aji banjir di Tangsel belum termasuk status parah. Tidak separah kawasan lain seperti di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. “Banjirnya di kita itu flash, artinya cepat tergenang tapi juga cepat surut. Nggak pernah sampai banjir berhari-hari,” katanya.

Tiga tipe banjir Aji menjelaskan, terdapat tiga tipe banjir di Kota Tangsel. Pertama, banjir akibat luapan sungai. Kedua, banjir akibat suatu kawasan terletak di daerah cekungan sehingga air tidak bisa terbuang. Ketiga, drainase antar-perumahan yang tidak terkoneksi dengan baik.

“Misalnya drainase sebuah perumahan sudah baik, tetapi saat airnya akan keluar dari perumahan terjadi penyempitan. Akhirnya meluap dan menimbulkan genangan,” papar Aji.

Untuk mengantisipasi banjir, Aji mengaku pihaknya punya dua cara, yakni penanganan struktural dan penanganan non struktural.

Advertisement

“Penanganan struktural misalnya seperti pembangunan infrastruktur pengairan. Kalau non struktural yakni partisipasi masyarakat. Masyarakat kita ajak sharing, apa penyebab banjir, lalu dicarikan solusinya bareng-bareng.” ujarnya.

Khusus penanganan non struktural, Aji menamakannya dengan pola ‘urun-rembug’.

“Jadi kita ajak masyarakat untuk mengidentifikasi penyebab banjir. Misalnya perumahan dekat kali, sudah ada tanggul tetapi tetap meluap. Oh ternyata ada gorong-gorong bermasalah. Nah, itu yang harus kita tutup.” tuturnya.

Dengan pola ‘urun-rembug’, Aji berharap masyarakat memahami bahwa tugas mengatasi banjir bukan cuma tugas pemerintah saja. Sebaliknya, masyarakat juga ikut bertanggungjawab. Bila tidak diiringi partisipasi masyarakat, bilangnya, penyelesaian banjir butuh waktu lama.

Advertisement

Aji mengatakan, dengan pola ‘urun-rembug’, terbuka pula kemungkinan melakukan normalisasi sungai. “Misalnya, ternyata ada masyarakat yang membangun rumah sampai pinggir kali. Dengan persuasif dan swakarsa masyarakat kita harapkan membongkar sendiri sehingga terjadi penataan sungai,” jelasnya. (kt/wk)

Populer

View Non AMP Version
Exit mobile version