Artikel
Terapi Untuk Caleg Stres
Pesta demokrasi lima tahunan untuk menjadi Anggota Dewan “yang terhormat” di DPRD kabupaten, provinsi, dan DPR RI sedang hangat diperbincangkan di berbagai media. Banyak kisah sukses yang mengharukan hingga kisah pilu calon anggota dewan yang gagal dan terkena gangguan mental perilaku. Hal ini terjadi karena tidak semua calon anggota dewan memiliki kesiapan mental menghadapi dan menerima hasil dari kontestasi politik yang sangat berat. Banyak calon anggota dewan yang harus merubah pola hidupnya demi meraih simpati mayarakat untuk mendapatkan suara. Dari mulai terganggunya pola istirahat, pola makan, dan memporsir pikiran, bahkan ada kasus untuk menutupi kelelahan fisik dan psikisnya memilih untuk menggunakan narkoba.
Oleh: Samsuludin, MA. Si (Deputi Rehabilitasi Madani Mental Health Care Jakarta Timur)
Pesta demokrasi lima tahunan untuk menjadi Anggota Dewan “yang terhormat” di DPRD kabupaten, provinsi, dan DPR RI sedang hangat diperbincangkan di berbagai media. Banyak kisah sukses yang mengharukan hingga kisah pilu calon anggota dewan yang gagal dan terkena gangguan mental perilaku. Hal ini terjadi karena tidak semua calon anggota dewan memiliki kesiapan mental menghadapi dan menerima hasil dari kontestasi politik yang sangat berat. Banyak calon anggota dewan yang harus merubah pola hidupnya demi meraih simpati mayarakat untuk mendapatkan suara. Dari mulai terganggunya pola istirahat, pola makan, dan memporsir pikiran, bahkan ada kasus untuk menutupi kelelahan fisik dan psikisnya memilih untuk menggunakan narkoba.
Selain masalah kesiapan mental calon anggota dewan juga dibebani dengan biaya politik yang sangat mahal. Untuk calon anggota dewan di sebuah kabupaten atau kota saja minimal harus menyiapkan dana minimal Rp 1 Milyar. Tentu ini menjadi tantangan yang berat bagi mereka yang tidak memiliki modal dan jaringan sehingga harus melakukan apapun untuk kesuksesan pencalonannya itu. Bahkan ada kasus calon anggota dewan yang menggadaikan rumah tinggalnya sendiri untuk modal kampanye dan akhirnya disita oleh Bank. Dengan ketidaksiapan mental dan materi ini banyak kasus calon anggota dewan yang tidak siap menerima hasil pemilu dan akhirnya mengidap gangguan stres dan depresi dari level yang ringan hingga berat.
Adapun gejala stress dan depresi yang biasa muncul seperti sakit kepala berulang, menderita insomnia, berhalusinasi/delusi, pola makan berubah, bicara tidak jelas, sering menyendiri, tidak mau bersosialisasi, merasa tidak percaya diri, menjadi pelupa, berprasangka buruk, tidak semangat pada bakat dan minat, tidak bisa mengambil keputusan, Tidak bisa berfikir jernih, mudah tersinggung dan marah, stamina dan energi berkurang, pandangan cenderung kosong, perawatan diri menurun, sering berteriak, menyakiti diri sendiri/orang lain, berbicara sendiri, ada keinginan dan usaha untuk bunuh diri.
Dalam masyarakat kita gangguan seperti ini sering terjadi dan mereka malu mengakses layanan kesehatan jiwa. Mereka lebih nyaman memilih pengobatan alternatif seperti datang ke paranormal atau ahli spiritual karena gejala yang muncul banyak seperti gangguan jin, santet, atau yang berbau mistis lainnya. Padahal gangguan seperti ini dapat dijelaskan secara medis dan dapat dipulihkan dengan pengobatan yang tepat. Menurut Prof. DR. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater bahwa gangguan mental dan perilaku seperti ini dapat dipulihkan dan disembuhkan dengan model pendekatan terpadu antara penanganan medis dan agama dalam konsep BPSS (Biologis, Psikologis, Sosial dan Spiritual).
BIOLOGIS dibantu oleh psikiater dengan obat-obatan generasi terbaru yang efektif memulihkan fungsi syaraf otak. PSIKOLOGIS dibantu oleh psikolog klinis untuk mengurai masalah dan mengembangkan potensi dalam diri untuk bertahan dari berbagai stressor kehidupan dengan program konsultasi individu dan keluarga. SOSIAL dibantu oleh konselor pendamping yang memberikan dukungan, motivasi dalam lingkungan keluarga dan masyarakat supaya mampu berfungsi secara social di masyarakat sesuai tahapan kehidupannya. SPIRITUAL dibantu oleh ustadz/ahli agama untuk memberikan bimbingan spiritual dengan cara beribadadah dan memaknai nilai-nilai ibadah untuk proses pemulihan.