Connect with us

Tangerang Selatan

PWI dan IJTI Tangsel Tolak RUU Penyiaran

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran yang sedang dibahas Pemerintah pusat bersama DPR RI saat ini ramai dipertentangkan dan mendapat penolakan elemen masyarakat. 

Di Kota Tangsel, sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tangsel dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Tangsel, pada Selasa (4/6/2024) menyampaikan aspirasi mereka di gedung wakil rakyat.  

Ketua PWI Kota Tangsel Ahmad Eko Nursanto mengatakan, pihaknya menolak keras disahkannya RUU Penyiaran menjadi Undang-Undang, karena banyak pasal yang mengekang kebebasan pers.  

Pihaknya mendesak DPRD Kota Tangsel menyuarakan penolakan tersebut.  

Advertisement

“Kami mendesak DPRD Tangsel untuk mendukung gerakan ini dan menyampaikan aspirasi kami ke pemerintah dan DPR RI agar menolak RUU Penyiaran disahkan, karena bertentangan dengan UU Pers No. 40 tahun 1999 tentang Pers,” tegas Eko.  

Eko mengatakan, didalan RUU Penyiaran terdapat sejumlah pasal yang mengancam kebebasan pers diantaranya Pasal 50B ayat 2 Huruf C menyatakan melarang penayangan ekslusif jurnalisme investigasi.  

Kemudian pada Pasal 50B Ayat 2 Huruf K juga menjadi pasal yang rancu, melarang isi siaran dan konten yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, radikalisme dan terorisme.  

Lalu, di dua pasal yakni pasal 8A Ayat 1 huruf q dan Pasal 51 huruf E disebutkan bahwa sengketa jurnalistik khusus dibidang penyiaran akan ditangani oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI dalam menjalankan fungsinya kemudian dapat menyelesaikan sengketa melali ranah peradilan umum yang bertentangan dengan UU Pers.  

Advertisement

“Pasal-pasal ini rancu, multitafsir dan bertentangan dengan UU Pers dan semangat kemerdekaan pers,” ujar Eko.  

Di tempat sama Korwil IJTI Tangsel Ahmad baihaqi mengatakan, terdapat tiga tuntutan yang dilayangkan IJTI, diantaranya menolak RUU Penyiaran yang didalam pasalnya mengandung pasal-pasal melemahkan dan mengekang kebebasan Pers.  

“Menuntut DPR RI menghentikan pembahasan RUU Penyiaran sebelum merubah pasal-pasal penuh kontroversi tersebut, kemudian menuntut DPR RI melibatkan organisasi pers, akademisi dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi,” tandasnya.(ip/fid)

Advertisement

Populer