Connect with us

Oleh: Veri Muhlis Arifuzzaman
(Founder & CEO Konsepindo Research & Consulting)

Jika tak ada aral melintang, Pilkada Kabupaten Tangerang akan diselenggarakan pada bulan Juni tahun 2018. Pelaksanaan Pilkada Kabupaten Tangerang akan masuk ke dalam kelompok besar pilkada serentak 2018. Di Banten sendiri, gelombang ketiga pilkada serentak ini akan di selenggarakan di 4 daerah yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Serang dan Kabupaten Lebak.

Hingar bingar menyambut Pilkada biasanya diramaikan dengan munculnya sosialisasi dari para balon (bakal calon) dengan memasang media kampanye baik melalui media sosial, media massa, media luar ruang dan media dalam ruang (rumah-rumah pemilih). Pada umumnya, dengan semakin banyaknya pengguna media sosial, kampanye awal dilakukan dengan menggunakan media ini. Selain murah, penggunaan media sosial sebagai media kampanye juga dipandang efisien dan efektif sejauh penggunaannya dilakukan secara sistematis dan berdaya pikat. Namun sampai setahun menjelang pelaksanaan pilkada Kabupaten Tangerang, tampaknya belum bermunculan bakal calon yang berani secara eksessif menggelar sosialisasi di berbagai media itu.

Berbeda dengan tetangga sebelahnya, di Kota Serang dan Kota Tangerang, sosialisasi awal para bakal calon sudah mulai terlihat. Banyak bakal calon menggelar gambar dan tagline kampanyenya bahkan sudah membentuk jaringan kerja pemenangan alias relawan. Tentu munculnya para bakal calon ke permukaan ini bukan tanpa sebab, khusus pilkada Kota Serang milsanya, masa jabatan petahana sudah dua periode, tak mungkin bisa bertarung kembali. Ini memberi ruang bagi petarung berikutnya, saya harus katakan petarung, karena pilkada memang tak bisa diikuti oleh figur pecundang. Maju itu untuk menang bukan untuk nyaris menang atau hampir menang. Jangan maju jika tak akan menang kecuali target sedari awal sudah dirumuskan sebagai debutan: menang syukur, gak menang tak apa tapi investasi politik sudah ditanam.

Advertisement

Dalam pilkada, pecundang adalah figur yang yang berkali-kali ikut kontes, memanfaatkan kesempatan, mencoba peruntungan namun terus gagal. Kegagalan demi kegagalan itu pada akhirnya menjadi hobi atau semacam identitas bagi dirinya. PecundangĀ  akan terus ikut pilkada bahkan bisa beralih tempat, terus ikut serta, terus gagal. Itu karena tak ada upaya mengukur kekuatan diri, tak ada upaya serius dan bersungguh-sungguh dalam proyek pemenangannya, tak ada inovasi, tak ada strategi dan taktik yang jitu dan terbarukan serta berorientasi pada hasil.

Namun demikian, dalam pilkada seorang pecundang masih lebih baik daripada seorang pengecut. Paling tidak, seorang pecundang tetap akan dikenang pernah ikut serta pilkada. Pernah meramaikan pilkada. Sementara si pengecut justru sebaliknya. Tak dikenal, tak dikenang. Itu karena figur pengecut dalam pilkada adalah orang yang tidak pernah menang ataupun kalah. Bagaimana mau menang? Mencoba saja tidak berani! Bagaimana dia tahu dirinya kalah? menguji diri saja dia takut! Seorang pengecut akan menikmati imobiltas. Mau mengubah dunia atau daerahnya tapi tak bergerak keluar. Mau belanja banyak tapi tapi punya uang, maunya banyak tapi tenaga tak ada.

Apakah pilkada Kabupaten Tangerang sudah kehilangan petarung? Apakah di akhir masa menjelang pendaftran akan muncul pecundang? Yang tampil untuk melengkapi seremoni pilkada dan jadi boneka? atau memang para figur politik di daerah ini sudah pada jadi pengecut? Mau maju tapi tak mampu? Layu sebelum berkembang.

Zaki tak Ada Lawan?

Advertisement

Ada isu yang ramai dibicarakan di sosial media bahwa kemungkinan di Kabupaten Tangerang akan terjadi pilkada dengan calon tunggal. Ini seru, lucu sekaligus bikin malu. Masa iya daerah sebesar Kabupaten Tangerang tak ada figur yang berani maju? Nah, itu tadi, sudah saya ungkap di atas, apakah figur petarung berani maju di daerah ini dengan kalkulasi yang mantap. Seharusnya ada yang mau turun bertarung, ini karena secara politis, jikapun seorang petarung kalah secara ksatria dalam pilkada di sini, ia akan punya kesempatan maju di pilkada berikutnya. Ini karena petahana tak mungkin bisa turun laga lagi di pilkada berikutnya. Paling tidak, pilkada ini jadi step stone alias batu loncatan baginya untuk maju di pilkada berikutnya itu.

Saya ingin mengulas sedikit sejarah pilkada Kabupaten Tangerang ke belakang. Mungkin kita semua ingat bagaimana pilkada di daerah ini pernah berlangsung begitu seru dan menyita perhatian publik. Di Pilkada 2008, Airin Rachmi Diany maju menantang tokoh kuat dan Bapak Daerah. Siapa berani melawan Ismet Islandar saat itu. Beliau incumbent, tokoh yang disegani, banyak prestasi dan berpasangan dengan aktor tiga zaman yang sangat dikenal yakni Rano Karno. Kala itu Airin maju bersama Jazuli Juwaini. Airin jadi waklinya Kiyai Jazuli tapi karena daya pikat pribadinya, di permukaan muncul seolah yang bertarung adalah Airin melawan Ismet.

Hasilnya kita tahu, Ismet Iskandar memenangkan kontestasi, tapi medan laga itu jadi arena yang menguntungkan bagi Airin. Ia melesat jadi amat populer, namanya melambung, pesonanya tertanam di benak pemilih dan saatnya tiba Kabupaten Tangerang melepas wilayah selatan menjadi Tangerang Selatan, Airin ikut laga. Dalam survei pertama menjelang Pilkada Tangsel, ditemukan popularitasnya sudah di atas 80 persen. Airin tak perlu susah payah lagi bersosialisasi di Tangsel, ia sudah dikenal, Pilkada Kabupaten Tangerang telah menjadi stepping stone yang baik baginya dan terbukti mengantarkannya menjadi walikota Tangsel pertama yang dipilih melalui pilkada.

Kembali ke pilkada Kabupaten Tangerang 2018, adakah petarung berani turun melawan Zaki? Tentu kita harus tunggu beberapa bulan ke depan, paling tidak sampai batas akhir menjelang pendaftaran peserta pilkada. Secara personal Zaki Iskandar mewarisi kehebatan ayahnya. Ia, sebagaimana ayahnya, adalah tokoh politik yang sukses. Tak ada yang berani membantah kepiawaiannya dalam berpolitik. Pria kelahiran Tangerang, 14 Desember 1973 ini adalah tokoh muda, berpengalaman di Senayan sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014. Zaki yang merupakan alumni Victoria University Australia angkatan 1998 ini juga merupakan Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Tangerang, kini sudh masuk periode kedua.Ā  Zaki juga kaya raya. Saat serta di pilkada yang lalu, Zaki tercatat sebagai calon terkaya. Saat itu tercatat Zaki memiliki kekayaan senilai Rp 26,5 miliar, tentu kini bisa bertambah.

Advertisement

Yang tak kalah penting untuk dicatat adalah Zaki punya seabreg prestasi memimpin Kabupaten Tangerang. Yang paling mudah dikenang adalah saat ia meraih Government Award, ia diberi anugerah itu sekaligus menjadi kepala daerah inspiratif atas prestasinya di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, ekonomi kreatif, peduli lingkungan, investasi, layanan publik, pariwisata, pembangunan kependudukan, tata kelola pemerintahan, kreativitas peningkatan PAD, ketahanan pangan, pertumbuhan ekonomi, UMKM dan koperasi, keterbukaan informasi publik, tata kota/ tata wilayah dan budaya.

Melihat kekuatan Zaki yang dahsyat itu pastilah akan memberi deterrence effect atau efek gentar kepada yang mau menantangnya. Efek gentar adalah istilah yang sangat akrab di dunia militer. Setiap negara berusaha untuk memiliki aset-aset militer yang mampu memberikan efek gentar. Maksudnya adalah agar tak satu pun negara lain mau berpikir untuk menyerang sehingga tak akan terjadi perang. Efek gentar juga biasa dimanfaatkan oleh banyak negara untuk memperkuat setiap usaha-usaha diplomasi yang sedang dan akan dilakukan. Meski harga aset militer yang harus mereka beli untuk memunculkan efek gentar amatlah mahal, tapi tetap jauh kebih murah jika dibanding dengan biaya perang sesungguhnya.

Nah, apakah para petarung di Kabupaten Tangerang gentar membaca kekuatan Zaki? Kita tunggu beberapa bulan ke depan. Ini adalah kesempatan bagi mereka untuk tampil. Sesunggunya tak ada yang tak mungkin dalam politik. Siapa bilang petahana tak bisa dikalahkan? Siapa teriak figur dominan tak bisa ditumbangkan? Pengalaman Konsepindo Research & Consulting, kantor konsultan politik yang saya pimpin, menunjukan banyak paslon petahana dan dominan bisa dikalahkan dan ditumbangkan. Salah satu alasannya karena mereka larut dalam rasa diri paling kuat dan terlalu yakin menang. Ada pula karena manajemen pemenangan dan pengelolaan isu yang amburadul. Ini artinya peluang untuk mengalahkan Zaki tetap ada jika ada penantangnya. Kesempatan itu terbuka bagi petarung tapi tidak bagi pecundang apalagi pengecut.

(Artikel ini juga dimuat di koran SN)

Advertisement

Populer