Connect with us

Serpong

Tangerang Selatan Butuh Gerakan Sosial

SERPONG (14/9/13). Cita-cita kota Tangsel yang salah satunya menjadi kota yang berwawasan lingkungan, hingga saat ini masih jauh dari kenyataan. Berbagai persoalan seperti pengelolaan sampah, ruang terbuka hijau serta fasilitas publik lainnya masih perlu perjuangan semua pihak, sehingga perlu ditumbuhkan kesadaran publik untuk berpartisipasi aktif menjawab berbagai persoalan lingkungan hidup tersebut. Demikian diungkapkan Dosen FISIPOL Univ. Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta, Suharko dalam Diskusi Publik di Sekolah Demokrasi Tangerang Selatan, Sabtu (14/9).

“Dalam konteks Tangsel, masalah lingkungan hidup sudah menjadi problem yang belum bisa diatasi oleh lembaga-lembaga formal, sehingga hal yang harus dilakukan warga adalah mengorganisir diri untuk mendapatkan solusi secara mandiri. Untuk itu diperlukan gerakan sosial yang muncul karena adanya kesadaran warga yang kemudian secara kolektif bergerak untuk mencari solusi atas masalah bersama”, terang Suharko.

Suharko dalam paparannya mengatakan gerakan yang dilakukan secara sadar, terencana, berkelanjutan dan kolektif dalam literatur dikenal dengan istilah gerakan sosial. Gerakan ini muncul karena ketidakmampuan lembaga-lembaga formal seperti parlemen, partai politik, pemerintah untuk mengatasi berbagai persoalan publik yang terjadi.

“Sikap pasif hanya akan membuat masalah semakin pelik, sehingga semakin sulit diatasi. Kunci utama dalam membangun gerakan sosial adalah adanya ide besar yang ingin diwujudkan, sehingga dibutuhkan perjuangan kolektif untuk mencapainya”, terangnya

Advertisement

Di Tangsel menurut Suharko, gerakan sosial dengan cita-cita mewujudkan kota yang ramah lingkungan yang dilakukan warga bisa saja dikemudian hari melahirkan organisasi sosial atau gabungan organisasi yang akan terus bekerja hingga terwujudnya cita-cita tersebut yang tentunya dengan dukungan dari publik secara sadar, sukarela dan terdidik.

“Gerakan sosial di Tangsel bisa menjadi solusi, diluar apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah, karena warga memahami konteks persoalan, hal-hal yang paling mereka alami dan rasakan. Saya mengilustrasikan dengan gerakan sosial melawan korupsi. Ada lembaga negara bernama KPK, ada LSM bernama ICW, kemudian mendapatkan dukungan dari publik”, ujarnya.

Gerakan anti korupsi terjadi karena publik menyadari bahwa korupsi telah membuat kita menderita sehingga harus dilawan. Sementara KPK sendiri lahir dari gerakan anti korupsi yang menginginkan hadirnya lembaga yang memiliki kewenangan superkarena dilatarbelakangi oleh ide besar yang belum berhasil, yaitu pengelolaan Negara yang bersih, transparan, berkeadilan

“Dalam sejarah, ketika banyak orang memperjuangkan satu hal melahirkan organisasi sosial baru, misalnya gerakan kolektif tahun 60-an di Jerman soal isu lingkungan melahirkan partai hijau Jerman. Demikian juga dengan gerakan lingkungan hidup di Indonesia melahirkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)”, pungkasnya (IB/rin).

Advertisement

Populer