Connect with us

Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin, meminta kepada seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk ikut melawan penyebaran hoax dan salah satunya dengan tidak ikut melakukan menyebarkan kembali tulisan tersebut.

“Saat ini banyak tulisan yang berisi caci maki, menyebarkan kebencian, berisi fitnah, yang menyebar di dunia maya, ini cukup mengkhawatirkan,” ungkap Lukman, saat menjadi Keynote Speech di Seminar Nasional bertajuk “Hoax di Media Massa dan Media Sosial: Pergulatan Antara Fintah dan Tanggung Jawab Sosial,”, di Auditorium Prof Dr Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Selasa, (7/3/2017) seperti dikutip dari uinjkt.ac.id.

Pembicara yang hadir dalam acara Seminar Nasional soal hoax, di antaranya, Nukman Luthfie (Pakar Teknologi Informasi Media Sosial), Rosarita Niken Wydastuti (Dirjen Informasi dan Komunikasi Publlik, Kementrian Komunikasi dan Informatika), Imam Wahyudi (Dewan Pers).

Menag lebih jauh melihat, dunia maya kita sedang dilanda penyakit hati. Sampah informasi bertebaran secara masif tanpa verifikasi dan konfirmasi. Hoax, sas-sus, fitnah, dan hujatan bersahut-sahutan nyaris tiada henti. Informasi sumir yang sudah usang datang silih berganti.

Advertisement

“Penyakit ini kini mewabah nyaris tak terperi. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, pada akhir 2016 terdapat sedikitnya 800 situs yang diduga menjadi produsen virus hoax, berita palsu, dan ujaran benci. Tersebar melalui Facebook, Twitter, hingga grup-grup Whatsapp, virus itu langsung menyerang otak mengoyak nalar insani,” tutur Lukman.

Sementara itu, Nukman Luthfie melihat hoax menjadi fenomena yang meresahkan di masyarakat. Hoax dijadikan ‘kendaraan’ oleh kelompok tertentu untuk menyebarkan berita bohong yang tidak bertanggungjawab.

“Ironisnya, hoax ini sulit dibendung seiring dengan kemajuan teknologi informasi berupa media social,” ungkap Nukman. Menurut Nukman, hoax ini sudah lama ada sehingga masyarakat sepertinya sudah biasa dengan berita-berita hoax.

“Kuncinya adalah literasi, pemahaman dan kecerdasan masyarakat dalam menyaring berita atau informasi. Selama ini masyarakat kita tidak biasa kritis dan kesannya gampang menelan konten apapun di media dan medsos, termasuk konten yang tidak berdasar,” tutur Nukman. (eae/fid)

Advertisement

Populer