Connect with us

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendampingi seorang warga untuk melakukan klarifikasi soal dugaan pungutan liar (Pungli) di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTSn) 1 Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Senin (17/7/2017).

Koordinator Advokasi JPPI Nailul Faruq menerangkan, bahwa sekolah harus mempermudah akses warga miskin untuk memperoleh pendidikan, bila perlu tanpa pungutan.

“Kedatangan kami memang ingin melakukan klarifikasi terlebih dahulu. Karena setau saya registrasi keuangan itu tidak dibenarkan, itu sebabnya kami datang ke MTSN Pamulang untuk mempertanyakan itu, jangan sampai ada pungli di sekolah-sekolah, dan memastikan akses warga miskin mudah masuk sekolah, jangan sampai warga miskin mengeluh. Pelapor ini belum mendapat KIP, jadi jangan sampai terbebani oleh biaya dalam pendidikan,” ujar Nailul dalam keterangannya kepada kabartangsel.com.

Nailul mengatakan, selama proses pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2017, JPPI menerima sejumlah aduan atau temuan berbagai macam persoalan terkait PPDB melalui portal www.laporpendidikan.com, selama proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2017.

Advertisement

“Kami meminta untuk komite sekolah lebih transparans terhadap pihak sekolah, kasus di MTSN ini saya rasa tidak transparan. Ketika kami minta data rincian, pihak sekolah malah tak tahu menahu karena itu ada di komite,” jelasnya.

Nailul juga menambahkan, jangan sampai ada warga atau wali murid bertanya ke pihak sekolah dilempar ke komite.

“Ini sekolah bukan milik komite, pihak sekolah atau penyelenggara PPBD juga harus tau soal rincian pembiayaan pendidikan,” pungkas Nailul.

Sementara itu, Slamet Santoso (33) warga Kelurahan Bambu Apus yang meminta JPPI untuk mendampinginya menyambangi MTSn 1 Kota Tangsel mengaku bahwa ada dana sebesar Rp. 3.165.000 yang dibebankan kepada kerabatnya yang tidak mampu sebagai salah satu persyaratan untuk biaya daftar ulang.

Advertisement

“Saya datang didampingi langsung oleh Koordinator Advokasi JPPI Nailul Faruq, untuk mempertanyakan sejumlah pungutan yang dibebankan kepada kerabat saya. Karena mereka keluarga kurang mampu, jadi baru bisa bayar Rp. 800.000 ribu saja, ” kata Slamet Santoso. (pr/fid)

Populer