Connect with us

Nasional, kabartangsel.com – Sikap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) yang ‘ngotot’ tehadap keputusannya melanjutkan mega-proyek reklamasi  teluk Jakarta menjadi tanda tanya besar bagi ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan (STIEAD) Jakarta, Mukhaer Pakkanna.

“Ada permainan apa di balik itu?” ujar Mukhaer Pakkanna yang juga Ketua Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Perguruan Tinggi Muhammadiyah (AFEB PTM) dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi kabartangsel.com.

Mukhaer mengatakan, fakta mengonfirmasi 85 persen wilayah Jakarta ini dikuasai pemodal kakap.

“Di balik amburadulnya penanganan reklamasi teluk Jakarta, justru pemodal kakap tertawa lebar menunggu durian runtuh,” bebernya.

Advertisement

Merujuk konsultan properti Knight Frank, ujar Mukhaer, bahwa Jakarta ini telah dinobatkan peringkat tertinggi dalam perkembangan dari 30 kota lain di dunia. Global Cities Index (2015) meliputi perkembangan pasar real estate di kota-kota besar dunia. Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa konsekuensinya adalah warga miskin kota menjadi korban penggusuran lahan, bahkan secara biadab. Demikian juga, lahan di kawasan penyangga Jakarta juga dikuasai oleh pengembang properti raksasa yang menggandeng asing.

Sehingga, menurut Mukhaer ngototnya Menteri LBP harus dilawan, bukan semata wacana, tapi harus dengan pressure.

“Data yang saya sampaikan di atas membuktikan bahwa reklamasi itu hanya akan melipatgandakan keuntungan bagi para pemilik modal raksasa dan kaum berada, bukan masyarakarat Jakarta, bukan kaum nelayan yang selalu dijerat lingkaran setan kemiskinan,” papar Mukhaer.

“Sejauh data yang saya peroleh, hingga kini pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantura dan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) masih ditunda oleh DPRD DKI dan belum menemukan hasil. Sedangkan, dua aturan tersebut menjadi acuan atau payung hukum untuk melanjutkan proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta. Ini berarti, dengan tertundanya pembahasan dua aturan tersebut, sejatinya proyek reklamasi itu masih ilegal. Kok, tega-teganya Menteri  LBP mencabut moratorium untuk mengizinkan kembali rekalamasi itu?,” tutupnya. (rls)

Advertisement

Populer