Connect with us

Opini

Minat Baca Masyarakat Banten

Pernah suatu saat di awal-awal Provinsi Banten berdiri, penulis lupa waktunya, sekelompok anak muda mendatangi DPRD Provinsi Banten, kalau tidak salah saat itu diterima oleh salah seorang Wakil Ketua DPRD. Tuntutan yang disampaikan oleh rombongan anak-anak muda tersebut yaitu agar di Banten segera dibangun Perpustakaan Daerah.

Pada saat pertemuan ter­jadi silang pendapat antara perpustakaan dulu yang dibangun atau minat baca masyarakatnya dulu yang dikem­bangkan, Pak Wakil Ketua me­nyam­paikan bahwa akan lebih bagus kalau sebelum di­bangun perpustakaan minat baca masya­rakatnya dulu yang di­kembangkan, sebab menu­rut­nya minat baca masyarakat Banten masih sangat rendah. Sehingga manakala per­pus­ta­kaan sudah dibangun tidak akan menjadi mubazir karena akan banyak digunakan  oleh masyarakat. Para anak muda, yang pada saat itu sebagian be­sar para mahasiswa ber­pen­dapat sebaliknya, perpustakaan dulu yang harus dibangun ala­sannya karena masyarakat Ban­ten tidak mampu untuk mem­beli bahan bacaan selain karena kemampuan keuangan­nya terbatas juga sarana untuk mendapatkan bahan baca­annya juga terbatas. Olek karena itu menurut para anak muda jawa­ban­nya adalah harus segera di bangun perpustakaan yang rep­resentatif yang menyediakan berbagai bahan bacaan.
Sekarang setelah usia Provinsi Banten genap 12 tahun, di Pro­vinsi Banten telah berdiri banyak per­pustakaan. Di setiap Kabu­paten/Kota telah berdiri Kantor Per­pustakaan Daerah, di  se­ko­lah-sekolah dan perguruan tinggi juga telah di selenggarakan atau dilengkapi dengan per­pus­takaan-perpustakaan. Di tengah-tengah masyarakat juga telah bermun­culan TBM-TBM (Taman Bacaan Masyarakat) yang memberikan layanan jasa pus­taka, bahkan di mall seka­lipun telah diseleng­garakan Ta­man Bacaan. Yang lebih me­ng­agumkan lagi Peme­rin­tah Pro­vinsi Banten telah lama mem­­bentuk SKPD tersendiri se­ting­kat esselon dua untuk me­ngelola perpustakaan, bah­kan gedungnya pun telah berdiri megah berlantai tiga yang di­ba­ngun di tengah-tengah  ibu­kota Provinsi Banten.
Pertanyaan menarik untuk dikemukakan, apakah banyak­nya perpustakaan yang telah berdiri tersebut  telah mampu mem­beri­kan kontribusi ter­hadap peningkatan minat baca masya­rakat Banten sebagaimana tun­tutan anak-anak muda di awal-awal berdirinya provinsi sebagai­mana dikemukakan di atas? Jawaban logis dari perta­nyaan tersebut tentunya adalah pasti ada kontribusi. Hanya sa­ja, apakah kontribusi yang di­berikan signi­fikan atau biasa-biasa saja. Ten­tunya untuk me­nge­tahui apakah kontri­businya signifikan atau biasa-biasa saja kita perlu menakarnya.

Untuk menakar minat baca masyarakat ada beberapa tolok ukur yang dapat digunakan, tiga di antaranya adalah banyak­nya masyarakat yang biasa me­ngunjungi perpustakaan, berkem­bangnya toko buku, dan banyaknya oplah surat kabar atau terbitan sejenisnya yang ter­jual. Ketiga tolok ukur ter­sebut adalah tolok ukur yang ber­kaitan langsung dengan ke­giatan membaca, paling nam­pak dan bisa dilihat secara kasat mata di tengah-tengan masya­rakat.

Perpustakaan seba­gai­­ma­na kita ketahui merupakan satu institusi atau unit kerja yang menyadiakan berbagai bahan bacaan secara gratis ke­pada ma­sya­rakat, baik masya­rakat umum, masyarakat sekolah atau kampus (sivitas aka­de­mika), masyarakat pegawai dan lain-lain sebagainya.

Kemudian yang penulis mak­sud dengan toko buku adalah suatu aktivitas bisnis melalui penyediaan buku-buku bacaan untuk diperjualbelikan kepada masyarakat sesuai dengan harga masing-masing buku bacaan. Se­dangkan yang dimaksud de­ngan oplah surat kabar dan se­jenisnya adalah jumlah kopi surat kabar atau terbitan lain,  seperti tabloid dan majalah yang terjual setiap harinya.

Advertisement

Kita mulai menakar dari pe­ngunjung perpustakaan, secara pasti penulis tidak bisa meng­gam­barkan secara keseluruhan angka kunjungan masyarakat Banten ke perpustakaan-perpus­takaan yang ada, karena keter­batasan data. Pada tulisan ini pe­nulis hanya dapat menyam­paikan data kunjungan ma­syarakat ke Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Pro­vinsi Banten tahun 2010 se­ba­gaimana tercatat di website Perpustakaan Nasional RI tahun 2011. Di dalam website Per­pus­takaan Nasional tercatat angka kunjungan masyarakat ke BPAD Provinsi Banten pada tahun 2010 sebanyak 35.457 orang. Angka tersebut tidak dise­butkan ter­masuk kunjungan ke lokasi penye­leng­garaan laya­nan 8 mobil unit Perpustakaan Ke­liling yang secara rutin dise­leng­garakan oleh BPAD Provinsi Banten guna melayani ma­sya­rakat yang tidak bisa berkun­jung ke BPAD. Bila jumlah kunjungan ke BPAD tersebut di­hi­tung per­hari, berarti masyarakat yang ber­kunjung ke BPAD rata-rata perhari sebanyak 178 orang. Kalau saja angka tersebut kita bandingkan dengan jumlah pen­duduk Banten yang men­capai 10.632.166 jiwa seba­gai­mana tercatat dalam Banten da­lam Angka terbitan Badan Pu­sat Sta­tistik maka berarti ha­nya 0,33 % penduduk Banten yang ber­kun­jung ke BPAD. Ang­ka tersebut wajar saja karena BPAD hanya berada di ibukota Pro­vinsi di Kota Serang. Oleh karena itu tentu angka kun­ju­ngan tersebut tidak bisa meng­gam­barkan secara keselu­ruhan angka kunjungan masyarakat ke  perpustakaan-perpustakaan yang ada di Banten sehingga tidak bisa juga sebagai gambaran minat baca masyarakat Banten, tapi paling tidak sebagai ilustrasi.

Kemudian bagaimana kondisi kun­jungan masyarakat ke Per­pustakaan Umum yang ada di Kabupaten Kota? Andai saja kita melihat kondisi Perpusta­ka­an Umum yang ada di Kabu­paten/Kota, kita bisa saja ber­asumsi bahwa angka kunjungan masya­rakat ke Perpustakaan Umum lebih sedikit jumlahnya diban­ding­kan dengan angka kunjungan ke BPAD Provinsi Banten. Me­ngapa kita berasumsi seperti itu, karena kondisi sarana dan pra­sarana seperti gedung, koleksi (bahan bacaan) yang ter­sedia di perpustakaan umum Kabupaten Kota belum senya­man dan se­leng­kap kondisi sarana dan prasarana yang tersedia di BPAD. Padahal ke­nya­manan dan kelengkapan sa­rana inilah yang sering mem­berikan daya tarik kepada ma­sya­rakat untuk mau mengun­ju­ngi perpustakaan.  Rasakan saja oleh kita, biasanya agak eng­gan kita berkunjung ke per­pustakaan yang tidak nyaman dan tidak lengkap sarananya. Sehingga dengan demikian dapat diasumsikan kunjungan masya­rakat Kabupaten/Kota ke Perpus­takaan Umum yang ada, bisa lebih kecil jumlahnya dibandingkan jumlah kunjungan ke BPAD Provinsi Banten.

Tolok ukur yang kedua yang da­pat menakar minat baca masyarakat adalah perkem­ba­ngan toko buku di daerah di mana masyarakat tersebut ber­ada. Jika perusahaan toko buku di daerah tersebut  berkembang dengan baik, jumlahnya makin hari se­makin bertambah, bisa dikatakan bahwa buku-buku yang dijualnya dibeli oleh ma­sya­rakat dan ada keuntungannya. Jika sudah de­mikian maka berarti makin banyak jumlah ma­syarakat yang membaca buku. Sebab tidak mungkin buku tersebut dibeli kalau tidak di baca, walaupun terkadang ada juga buku yang sudah kita beli tidak sampai tuntas diba­ca­nya tapi paling tidak dibaca. Di kalangan perpustakaan  ada istilah “setiap buku yang diter­bitkan pasti ada pembacanya dan setiap buku yang dibeli pasti dibacanya”.
Secara jujur penulis menilai per­kembangan jumlah toko buku di Provinsi Banten diban­dingkan saat awal-awal Provinsi Banten berdiri, khususnya di S­e­rang, Cilegon dan Tangerang cukup bagus. Di Serang saja toko buku yang sudah terhitung besar, sudah lebih dari satu. Demikian pula di Cilegon, apalagi di wilayah Kabupaten dan Kota Tangerang sudah banyak toko buku yang terhitung besar dan lengkap, seperti Toko Buku Gramedia. Tapi Itu dari sisi jumlah toko bukunya, bagai­mana dari sisi pen­jua­lannya? Me­mang penulis tidak punya data tentang hal ini tapi kita coba rasionalkan. Toko buku itu adalah kegiatan bisnis, seba­gai kegiatan bisnis biasanya mem­perhitungkan untung dan ruginya. Hitam putih­nya kalau untung diteruskan kalau rugi di hentikan. Kita berdoa saja mu­dah-mudahan toko buku yang ada di Banten terus meraup keun­tungan sehingga toko buku yang ada langgeng dan bahkan terus berkembang. Sehingga bisa terus memberikan kontri­busi terhadap pengembangan minat baca masyarakat.

Lantas bagaimana dengan tolok ukur yang ketiga, oplah su­rat kabar dan terbitan se­je­nisnya, apakah dapat mem­berikan gam­baran kepada kita untuk menakar minat baca masyarakat Banten ? Dari sisi jum­lah surat kabar yang beredar di Provinsi Banten, datanya cu­kup menggembirakan dan ber­potensi untuk dapat mem­berikan kontribusi kepada masya­rakat guna mengisi minat bacanya. Karena berdasarkan catatan yang ada di Biro Humas Setda Provinsi Banten jumlah surat kabar yang beredar dan familier di Banten cukup banyak ada 65 buah surat kabar lokal dan nasional. Data tersebut katanya belum termasuk tabloid “hiburan” dan majalah populer, berita serta ilmiah. Dari jumlah surat kabar tersebut, sebanyak 7 surat kabar diterbitkan di Provinsi Banten.

Advertisement

Mengenai berapa jumlah oplah dari masing-masing surat kabar, penulis tidak mendapatkan gam­baran yang pasti tapi dari pene­lusuran melalui website yang ada ternyata sudah ada surat kabar yang diterbitkan di Banten yang oplahnya di atas 40.000 eksemplar perharinya. Menurut beberapa teman yang ada di surat kabar memang perkembangan oplah surat kabar di Banten dari hari ke hari terus meningkat. Tidak saja surat kabar terbitan nasional yang oplahnya naik tetapi surat kabar lokal pun oplahnya terus meningkat, bahkan katanya justru surat kabar lokalah yang sekarang sedang merajai Banten. Semoga demikian, dan semoga berbanding lurus dengan perkembangan minat baca masyarakat Banten.

Yaya Suhendar
Pemerhati Perpustakaan tinggal di Banten

Populer