Connect with us

Pengamat sosial politik asal makassar, Muhammad Riswandi menyatakan situasi sulit Indonesia karena pandemi Covid-19 harus diatasi dengan berbagai terobosan. Pemerintah dituntut mampu menciptakan iklim perekonomian dan ketenagakerjaan yang dapat mengatasi problem tersebut secara efisien.

“Masalah kita hari ini adalah tingginya angka pengangguran terbuka. Negara masih belum maksimal memperluas lapangan kerja secara merata. Regulasi masih terlalu mempersullit para pelaku ekonomi dalam menciptakan lapangan kerja. Sehingga terjadi stagnasi pertumbuhan ekonomi,” kata Riswadi, Jumat (15/5/2020).

Riswandi menjelaskan ketika dibutuhkan cara-cara baru untuk mengatasi masalah ekonomi, maka rujukan legal formalnya pun harus diperbaharui.

‘’Misalnya, jika kita berfokus pada peningkatan dan pengembangan sektor UMKM yang sangat terpukul karena pandemi, maka diperlukan perampingan regulasi dalam rangka menunjang investasi. Dalam hal inilah, RUU Cipta Kerja saya kira dapat memberikan peluang bagi perbaikan ekonomi sekaligus solusi cepat atas ancaman yang ada,’’ kata pria yang diakrab Atto ini.

Advertisement

Menurut dosen STIE Pelita Buana Makassar itu, pihaknya sudah melakukan kajian antara lain melalui riset dan focus group discussion dengan berbagai unsur masyarakat selama satu bulan ini, terkait RUU Cipta Kerja.

Dikatakan Atto, sebagai latar belakang kajiannya, adalah statistik yang menunjukkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam dua dasawarsa ini sebesar 5,27 persen per tahun. Mengalami pasang surut dari tahun ke tahun tetapi belum mampu menyentuh angka 7 persen. Ditambah lagi ancaman ekonomi global di tahun 2020 ini sebagai akibat dari pandemi Covid-19 akan menimbulkan kesenjangan ekonomi yang tinggi.

‘’Permasalahan ekonomi yang ada saat ini memiliki keterkaitan. Bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonom maka harus ada upaya percepatan penyerapan tenaga kerja. Untuk menekan angka pengangguran tersebut, maka harus diciptakan lapangan kerja seluas-luasnya. Agar lapangan kerja luas, harus diciptakan iklim investasi kondusif. Iklim investasi kondusif tidak akan pernah terwujud tanpa adanya regulasi afirmatif,’’ paparnya.

Untuk menciptakan investasi yang cepat, menurut Dewan Pembina Forum Pemuda Bhinneka Tunggal Ika itu, jangan berharap banyak pada masuknya investasi asiang berskala besar. Melainkan mendorong pengembangan UMKM

Advertisement

“Bagaimana menciptakan lapangan kerja secara cepat pasca pandemi? Salah satu cara yang masuk akal adalah meningkatkan investasi melalui UMKM. UMKM ini yang nantinya akan medorong lahirnya penyerapan tenaga kerja dan penyelamat ekonomi nasional,” jelas Atto.

Kendala yang sering menjadi momok UMKM adalah pada persoalan regulasi, khususnya sektor perizinan. Atto menungkap bahwa berdasarkan data Kementerian Hukum dan HAM, saat ini terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah yang menggambarkan kompleksitas dan obesitas regulasi di Indonesia. Aturan-aturan inilah yang menimbulkan tumpang tindih proses perizinan lahirnya ruang-ruang kerja baru. Masyarakat kesulitan untuk mengembangkan usaha atau mendikiran UMKM, karena belum apa-apa sudah dihadapkan pada birokrasi yang panjang, melelakan dan tumpang tindih.

“Frustrasi, sebagian menghentikan kegiatannya sementara sebagian lagi mengambil short cut dengan melakukan tindakan koruptif. Dampak lebih jauh, korupsi menjadi membudaya dan sistemik. Akibatnya adalah timbul pembengkakan biaya tak terduga. Yang mampu bertahan di situasi ini hanya kelompok-kelompok dengan modal usaha kuat dan besar. Dan itu bukan UMKM. Artinya, dalam rezim perizinan yang tumpang tindih seperti ini, UMKM tidak diperkenankan bernafas,” kata Atto.

Karena itu ia melihat bahwa RUU Cipta Kerja yang saat ini dibahas DPR sebagai salah satu software untuk mengurai problem sengkarutnya mekanisme perizinan yang ada sekaligus stimulan bagi investasi dan pengembangan UMKM.

Advertisement

“Dalam konteks penyederhanaan regulasi khususnya perizinan untuk pengembangan UMKM, RUU Ciptaker ini perlu didukung sebagai upaya menghadapi situasi yang tidak menentu pasca Covid-19,” ujar Atto menutup penjelasannya. (red)

Populer