Connect with us

Tangerang — Pengamat politik dari Konsep Indonesia (Konsepindo) Research & Consulting, Veri Muhlis Arifuzzaman, menyayangkan fenomena calon tunggal di Pilkada Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang. Menurut dia, ada yang tidak berjalan dalam proses demokrasi di dua daerah tersebut.

“Cukup menyedihkan, uang rakyat habis hanya untuk prosesi demokrasi yang tidak mendidik,” kata Veri menyikapi dinamika politik jelang pendaftaran calon di pilkada Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, Minggu (7/1).

Menurut Veri, harusnya partai politik (parpol) dan kepada dae­rah setempat melakukan pem­binaan agar muncul kader pe­mimpin ke permukaan. “Pilkada adalah sarana demokratis kon­stitusional yang dibiayai uang rakyat dan merupakan ajang pengkaderan paling nyata. Say­ang, kesempatan lima tahunan ini hanya jadi pesta sepihak tanpa ada kompetisi. Ini kemun­duran demokrasi di Banten. Jan­gan sampai pilkada mendatang terulang,” jelasnya.

“Stakeholder politik harusnya merenung. Bayangkan berapa miliar dana rakyat, coba kalau dikonversi buat bangun jalan atau beasiswa dokter atau ban­gun rumah sakit,” sambungnya.

Advertisement

Sebelumnya, Veri menyebut bahwa fenomena lawan kotak kosong akan menjadi sejarah baru di Banten. Selain di Kota dan Kabupaten Tangerang, calon tunggal juga terjadi di pilkada Lebak. “Bisa jadi Banten memecahkan rekor paling ban­yak kotak kosong,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Veri juga membeber sejumlah per­tanyaan seputar fenomena kotak kosong ini. “Apakah ini kegagalan parpol melahirkan kader bagus calon kepala dae­rah? Atau memang parpol sadar diri kalau melawan akan kalah? Lalu, kalau melawan kotak ko­song apa masih layak disebut pemilihan? Milih apa? Dana negara miliaran rupiah untuk pesta demokrasi lima tahunan itu hanya menghasilkan kotak kosong?,” tanyanya. (dm/sn)

Populer