Komunitas
Pokja Wartawan Harian Tangsel Gelar Diskusi Publik Membangun Keluarga Toleran
SERPONG, Indonesia adalah negara majemuk, multietnis dan multikultural, sehingga kita memiliki dasar toleransi dengan akar sejarah panjang, namun demikian diakui memang dalam sejarah telah terjadi persinggungan dalam peradaban nusantara yang erat kaitannya dengan toleransi sosial dan agama. Demikian dijelaskan Ketua Komisi II DPRD Kota Tangsel, Siti Chadijah, saat menjadi narasumber dalam Diskusi publik yang digelar Pokja Wartawan Harian Tangerang Selatan, Selasa (24/9).
“Masyarakat Indonesia harus menyadari bahwa, Bangsa Indonesia lahir oleh perjuangan dari masyarakat lokal maupun keturunan Arab, Cina dan bangsa lainnya, sehingga tidak hanya oleh satu suku atau ras saja, melainkan seluruh umat yang ada terlibat dalam perjuangan bangsa Indonesia”, kata Siti Chadijah.
Sementara itu Psikolog, Oktarina Said yang juga menjadi nara sumber dalam diskusi bertema Membangun Keluarga Toleran Menuju Masyarakat Cerdas, Modern dan Religius, menjelaskan arti toleransi yaitu memberikan tempat kepada pendapat yang berbeda, disertai dengan sikap menahan diri atau sabar.
“Oleh karena itu di antara orang yang berbeda pendapat harus memperlihatkan sikap yang sama yaitu saling menghargai dengan sikap yang sabar dan setiap keluarga harus memahami adanya perbedaan agama/keyakinan di masyarakat maupun dalam anggota keluarga itu sendiri. Karena toleransi merupakan awal dari sikap menerima bahwa perbedaan bukanlah suatu hal yang salah”, paparnya.
Menurut Oktarina perbedaan harus dihargai dan dimengerti sebagai kekayaan.
“Jika hal ini ditumbuhkan dalam keluarga maka pemahaman-pemahaman radikalisme agama bisa diminimalisir”, tambah Psikolog lulusan Universitas Indonesia.
Orang tua sangat berperan dalam membentuk karakter toleran kepada anak, salahsatunya adalah dengan memilihkan buku-buku bacaan atau tontonan yang memberikan contoh bagus tentang sikap toleran dan pemaaf bukan sebaliknya dengan mengajarkan kekerasan terhadap orang lain.
Dalam kesempatan yang sama Brigjen Pol (purn) Rumiah yang merupakan Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) memaparkan tentang hasil penelitian yang menyebutkan bahwa akar terorisme di Indonesia ada beberapa alasan, diantaranya adalah menganggap bahwa pimpinan negara Amerika Serikat telah melakukan penindasan terhadap agama tertentu dan menganggap kondisi tersebut adalah ketidakadilan yang harus diubah melalui cara mereka/pelaku teror. Selain itu adanya salah tafsir terhadap ajaran agama yang digunakan untuk mencapai tujuan oleh kelompok-kelompok yang ingin membalas dendam.
“Saat ini kelompok teror mengembangkan ajarannya melalui propaganda berupa buku. Untuk itu saya mengingatkan kepada keluarga untuk ikut memperhatikan putra putrinya maupun santrinya atau anak didiknya agar tidak salah dalam memilih buku ajaran”, terang Mantan Kapolda Banten ini.
Rumiah meminta agar masyarakat mewaspadai indikator-indikator kelompok teror, diantaranya adalah beragama secara ekslusif dan biasanya tidak berhubungan sosial secara wajar, menganggap kelompok lain tidak islami sehingga mereka tidak mau beribadah dimasjid selain dimasjid kelompoknya sendiri.
“Bahkan ada yang melarang atau mengharamkan hormat bendera merah putih dan mendukung tindak kekerasan demi mencapai tujuan, kalau masyarakat menemukan hal ini tumbuh disekitar kita maka harus mewaspadainya dan berkoordinasi dengan aparat pemerintahan, seperti RT atau RW dan jika memang dinilai membahayakan maka bisa langsung melapor ke Kepolisian”, pungkasnya. (IB/kt)