Connect with us

Tokoh

Profil Wakiyem Pemilik “Warung Mbok Yem Puncak Gunung Lawu”

Di puncak Gunung Lawu yang dingin dan berkabut, di antara keheningan hutan dan suara alam yang menderu, berdirilah sebuah warung sederhana yang tak hanya menjadi tempat bernaung bagi para pendaki, tetapi juga saksi hidup kisah perjuangan seorang perempuan tangguh bernama Mbok Yem. Selama lebih dari empat dekade, Mbok Yem, pemilik nama asli Wakiyem, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman spiritual dan fisik ribuan pendaki yang menapaki puncak Lawu.

Awal Kehidupan dan Perjalanan ke Puncak

Mbok Yem lahir sekitar tahun 1943 di wilayah Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Lahir dan besar dalam lingkungan pedesaan, hidup Mbok Yem sejak awal tak pernah lepas dari kerja keras dan alam. Tahun 1980-an menjadi titik awal pengabdian panjangnya di Gunung Lawu. Ketika itu, Mbok Yem memutuskan untuk membuka warung makan di Hargo Dalem, sebuah titik penting di jalur pendakian menuju puncak Gunung Lawu yang berada di ketinggian sekitar 3.150 meter di atas permukaan laut.

Tentu bukan perkara mudah bagi seorang perempuan untuk memulai usaha di tempat yang ekstrem, di mana suhu bisa menukik drastis dan akses sangat terbatas. Namun dengan tekad baja, Mbok Yem meniti jalur pendakian, memikul sendiri barang-barang dagangannya, dan membangun warung kayu yang sederhana—yang kelak menjadi legenda.

Warung di Atas Awan

Warung Mbok Yem bukan sekadar tempat makan, tapi juga tempat peristirahatan, tempat menghangatkan badan, bahkan tempat merenung bagi para pendaki. Di tengah kelelahan dan kedinginan yang menggigit, segelas teh panas dan sepiring nasi pecel dari Mbok Yem sering kali menjadi penyelamat.

Advertisement

Salah satu keistimewaan warung ini adalah harga yang tetap murah, meski berada jauh dari peradaban. Sifat murah hati dan keikhlasan Mbok Yem menjadikan tempat itu lebih dari sekadar warung—ia adalah rumah kedua bagi para pendaki.

Tak hanya itu, Mbok Yem juga dikenal karena kearifannya. Banyak pendaki datang bukan hanya untuk mengisi perut, tetapi juga untuk berbincang, mendengar cerita-cerita spiritual, atau sekadar duduk diam dalam suasana damai yang ia ciptakan.

Legenda Hidup di Gunung Lawu

Julukan “legenda hidup Gunung Lawu” bukan sekadar gelar. Dalam kultur Jawa, Gunung Lawu adalah tempat yang sakral dan sering dikaitkan dengan kisah-kisah mistis, sejarah kerajaan, dan spiritualitas. Keberadaan Mbok Yem di sana menjadikannya bagian dari narasi besar itu—seolah ia adalah penjaga tak resmi gunung, pelayan bagi yang datang dengan niat baik.

Ia dikenal luas hingga ke komunitas pendaki nasional. Banyak orang menyebutnya sebagai “ibu” Gunung Lawu. Bahkan, beberapa kalangan percaya bahwa keberadaan Mbok Yem turut menjaga energi dan keseimbangan spiritual gunung tersebut.

Advertisement

Masa Tua dan Kesehatan

Pada Maret 2025, kondisi kesehatan Mbok Yem menurun. Ia menderita pneumonia dan harus dievakuasi dari puncak oleh para relawan dan pendaki. Mbok Yem kemudian dirawat selama 19 hari di RSU Aisyiyah Ponorogo. Setelah kondisinya membaik, ia diperbolehkan pulang dan menjalani perawatan jalan di rumahnya di Dusun Dagung, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Magetan.

Namun, pada Rabu, 23 April 2025, pukul 13.30 WIB, Mbok Yem menghembuskan napas terakhir di rumahnya. Ia wafat dalam usia 82 tahun, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, para pendaki, dan masyarakat sekitar.

Warisan yang Tak Tergantikan

Mbok Yem telah pergi, namun warungnya tetap berdiri. Lebih dari itu, warisan keteladanannya dalam kerja keras, kerendahan hati, dan kasih sayang akan terus hidup. Sosoknya menjadi simbol keteguhan perempuan desa yang mampu menembus batas-batas geografis dan fisik demi melayani sesama.

Kisah Mbok Yem bukan hanya tentang warung di puncak gunung. Ia adalah tentang komitmen, kesetiaan, dan makna mendalam dari melayani orang lain dengan cinta dan ketulusan.

Advertisement

Semoga semangat Mbok Yem terus menginspirasi, dan semoga perjalanan panjangnya kini berakhir damai di “puncak” abadi.

Populer