Connect with us

Oleh: Abdul ‘Dubbun’ Hakim

Isi ceramah ustadz Somad yang merendahkan Salib dengan mengatakan bahwa di dalamnya terdapat jin kafir sungguh mengagetkan, setelah saya mendengar dan melihat langsung isi ceramahnya di media sosial. Betapa tidak, sikap merendahkan yang disertai gesture tubuh yg melecehkan tsb kemudian tersebar ke mana-mana dan menjangkau orang-orang Kristiani umumnya di Indonesia.

Selama belajar Islam dan agama lainnya, saya tidak pernah mendapatkan guru/Kyai/ulama yang mengajarkan secara sinis atau bahkan merendahkan ajaran agama lain apalagi salib. Sehingga kami, tidak pernah punya perasaan terancam baik itu keyakinan atau pandangan keagamaan bila melihat salib.

Sebaliknya, melalui tafsir dan pandangan ulama tasawuf, penghargaan dan apresiasi terhadap semua agama sebelum Islam sangat ditekankan, bahkan acara manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani yang diadakan setiap bulan oleh jamaah thoriqoh Qodiriyah-Naqhsyabandiyah rutin dihadiri oleh bbrp non-muslim hingga kini. Tidak ada perasaan terancam apalagi oleh jin kafir. Sebuah halusinasi yang sangat dangkal tentang agama lain.

Advertisement

Di sisi lain, nada merendahkan yang diungkapkan oleh ustadz Somad sangat mungkin bertolak dari miskinnya pengalaman pergaulan lintas agama, apalagi berinteraksi secara mendalam dengan mereka yang berbeda agama, dan bisa juga bersumber dari miskinnya penjelajahan kepustakaan mengenai agama-agama lainnya, terutama Kristen. Klo pemahaman terhadap agama Kristen saja kurang, agama yang seringkali disebutkan oleh Al-Qur’an bahwa para pendetanya sangatlah dekat cintanya dengan kaum muslimin, lalu bagaimana dengan wawasan mengenai agama selain Kristen??!. Pasti sangatlah buruk!.

Suatu waktu mungkin 15 tahun lalu, saya pernah menemani para frater katolik (calon pastur) bersilaturahmi ke Kyai tempat saya menimba ilmu kitab klasik alias kitab kuning, di dalam perjumpaan yang rileks dan penuh kehangatan, Kyai menyatakan dengan sangat percaya diri, “…di dalam keislamanku terdapat kekristenanmu dan di dalam kekristenanmu terdapat juga keislamanku”.

Tentu mengejutkan mengingat beliau tidak pernah punya pergaulan lintas agama, tapi wawasan dan penjelajahan kepustakaan dapat menjelaskan sikap yang simpatik tersebut. Sebuah sikap yang tulus menghargai keperbedaan sekaligus sikap rendah hati bahwa jalan keselamatan yang kita tempuh sangatlah mungkin saling bertautan yaitu jalan untuk terus memuliakan manusia dan kemanusiaan.

Karena itu, sampaikanlah ceramah yang sesuai penjelajahan kepustakaan mengenai Islam dan agama lainnya, bila berjumpa dengan doktrin dan asumsi yang merendahkan kemanusiaan, yakinlah bahwa itu pasti bertolak belakang dengan pesan dasar kerahmatan dalam Islam. Itulah maqom tertinggi seorang hamba, yaitu kesanggupan untuk menebar semangat kerahmatan dalam kehidupan sehari-hari.

Advertisement

Populer