Connect with us

Opini

@Verimuhlis: Aku Bekerja Maka Aku Ada

“Hidup tidak mudah, karena tidak semua yang kita inginkan terwujud dalam kenyataan. Tugas kita hanyalah berusaha, sementara hasil biarlah Tuhan yang menentukan”

Manusia  adalah  makhluk  yang  berkeinginan. Semua  orang  dari  berbagai  tingkatan  usia, kelas  sosial,  profesi  dan  jabatan  pasti  punya keinginan. Tak ada manusia yang tidak berkeinginan. Keinginan atau kehendak (will) merupakan kodrat dasariah manusia sebagai mahluk hidup. Tak terkecuali mahluk hidup lain seperti halnya binatang. Bedanya, manusia melibatkan upaya sadar (hati dan pikiran) dalam mewujudkan keinginannya.

Dinamika hidup merupakan cerita tentang manusia dan upaya mewujudkan keinginan. Gerak langkah manusia dari waktu ke waktu berpijak atas dasar keinginan. Makan, minum, punya rumah dan mobil mewah, isteri shalihah, pacar pengertian dan sebagainya adalah sederet keinginan yang menggerakkan manusia. Keinginan tersebut menuntut manusia untuk berusaha. Bahkan pada taraf tertentu, manusia harus berkelahi dengan waktu, bekerja banting tulang melawan kecemasan dan kegetiran.

Adakah cerita lain dari manusia selain berjibaku dengan keinginannya? Tidak ada! Drama hidup bermula dan berhenti di keinginan. Hidup tanpa keinginan berarti mati sebelum waktunya. Sementara, keinginan tanpa usaha sama dengan mengubur diri dalam liang penderitaan. Lalu, bagaimana dengan orang yang membantu orang lain hingga mengorbankan keinginan sendiri? Atau orang yang terus menerus beribadah tanpa memedulikan keinginan duniawi?

Advertisement

Tentu saja orang demikian tetap berdiri di atas keinginan sendiri, yakni keinginan memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual. Membantu orang lain merupakan realisasi atas kebutuhan cinta dan kasih sayang. Realisasi atas keinginan untuk mencintai dan dicintai, menyayangi dan disayangi.

Sedang beribadah secara konsisten tidak lain adalah wujud nyata pemenuhan kebutuhan batin akan ketenangan dan kedamaian. Jadi, sekali lagi, laku manusia tak pernah bebas dari keinginannya.

Namun demikian, realitas hidup mengajarkan bahwa tidak semua yang kita inginkan dapat terwujud dalam kenyataan. Terkadang kita sudah berusaha mengerahkan seluruh tenaga, tapi hasilnya tak seperti yang diharapkan alih-alih menemui kegagalan. Usaha kita seolah buntu tak bertepi bahkan merugi. Di sinilah kemudian hidup menjadi tidak mudah. Dari sini pula kita sadar satu hal: hidup tak semudah merangkai cerita di alam imajinasi kita.

Alangkah bahagianya bila keinginan mampu kita tuai dalam kenyataan. Seketika itu juga rasa senang, puas dan berseri-seri menghinggapi perasaan kita. Sebaliknya, jika apa yang kita upayakan meleset dari yang diinginkan, maka kekecewaan akan segera datang. Keinginan ibarat dua bilah pisau yang menyimpan kebahagiaan pun penderitaan. Di sini hanya ada dua pilihan: menjadikan keinginan itu sebagai energi tuk membedah misteri hidup di masa depan, atau membiarkannya berkarat hingga melukai harapan? Semuanya tergantung sikap kita.

Advertisement

Sebagai insan yang berkehendak, nyaris tak ada pilihan lain kecuali terus berupaya mengatasi kehendak diri. Menyerah pada kehendak diri sama dengan hantu yang bergentayangan di siang bolong. Hidup tapi tidak hidup. Keberadaannya tak mampu menegaskan jati dirinya, yakni sebagai mahluk yang berkehendak. Padahal, kita diciptakan Tuhan tidaklah timpang dengan hanya memberi kehendak saja. Kita dianugerahi kehendak sekaligus potensi (kemampuan) berupa akal dan hati guna merealisasikan diri.

Upaya kita mengatasi kehendak diri disebut ikhtiyâr (berusaha). Kata ini berasa dari kata khairun (baik) yang kemudian dijadikan bentuk kata kerja. Sehingga, kalau dikaitkan dengan makna asalnya maka ikhtiyâr berarti usaha memilih kemungkinan yang terbaik. Dalam artian, keinginan atau kehendak kita tidak dapat terealisasi dengan sendirinya. Ia butuh usaha akal dan hati (pengetahuan) yang bertugas menemukan cara atau alternatif terbaik untuk mewujudkannya.

Ikhtiyâr merupakan pernyataan hakiki manusia yang dimanifestasikan dalam kerja nyata. Bisa dikatakan, tiada ikhtiyâr tanpa kerja nyata. Orang yang tidak ber-ikhtiyâr berarti telah mengingkari hakikat atau jati dirinya sebagai manusia. Pertanyaannya kemudian, sejauhmana batasan usaha manusia? Bagaimana jika kita sudah berusaha maksimal tapi masih saja gagal? Bukankah itu sudah takdir?

Pada dasarnya, tugas utama hidup kita bukan mengurusi hasil dari suatu usaha. Kita hanya bertugas mengatasi kehendak diri dengan berusaha. Dasar keberadaan (ontologi) kita sebagai manusia terletak pada usaha atau kerja yang melibatkan akal dan hati (ikhtiyâr). Dasar inilah yang membedakan kita dengan mahluk lain, bukan pada keberhasilan suatu usaha. Dalam pernyataan yang lebih filosofis dapat dinyatakan, “Aku bekerja maka aku ada”.

Advertisement

Mengenai batasan usaha manusia, tidak ada ukuran pasti. Selama pintu usaha masih terbuka, selama itu pula kita harus berusaha. Memang, ada dampak psikologis yang lahir akibat kegagalan berusaha. Misalnya rasa kecewa, sedih bahkan depresi. Perasaan semacam ini wajar dimiliki oleh orang yang punya harapan, orang yang normal secara psikologis.

Akan tetapi, orang yang mengoptimalkan fungsi ikhtiyâr tidak akan membiarkan perasaannya larut dalam keputusasaan. Sebab, akal dan hatinya akan senantiasa berusaha merubah kekecewaan sebagai dorongan semangat perjuangan, dari kesedihan ke sumber kreativitas dan dinamisme hidup. Bahkan kepedihan hati akibat, misalnya, cinta yang tak terbalas atau kehilangan orang yang dicintai akan jadi inspirasi dan motivasi yang sangat berarti.

Orang semacam itu tidak pernah takut menegaskan kehendak diri. Ia juga tidak memandang kegagalan sebagai takdir yang mengakhiri segalanya. Kegagalan, kekecewaan dan kesedihan ditempatkan dalam ruang sempit di balik besarnya usaha dan harapan. Tak ada kata menyerah, yang ada hanyalah tawakkal sesudah maksimal berusaha. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Kalau kamu tidak mau untamu hilang, maka tambatkanlah ke suatu pohon, kemudian bertawakkallah pada Tuhan”.

*Dicuplik dari Buku (H. Veri Muhlis Arifuzzaman, S.Ag, M.Si.) berjudul  Membingkai Kerja, Merajut Bahagia

Advertisement

Sumber: verimuhlis.com



Populer