Connect with us

Opini

Berlapang Dada | Mimbar Jum’at | Ustadz @Verimuhlis

Oleh: H.Veri Muhlis Arifuzzaman, S.Ag., M.Si.

(Ketua Perhimpunan Menata Tangsel dan Alumni Pondok Pesantren Daal El-Qalam)

“Dan janganlah orang-orang yang punya kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang hijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapangdada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. an-Nur: 21).

Sebab turunnya ayat berkaitan dengan sumpah Abu Bakar ketika puteri kesayangannya  yang juga istri Nabi, ‘Aisyah, difitnah melakukan zina. Termasuk orang yang menyebarkan berita miring itu adalah Misthah, saudara yang selalu diberi nafkah olehnya. Maka Abu Bakar bersumpah, “demi Allah, aku tidak akan memberi sesuatu lagi kepadanya, sesudah apa yang telah dikatakannya itu terhadap diri Siti ‘Aisyah”.

Advertisement

Ayat tersebut, secara tidak langsung merupakan teguran kepada Abu Bakar sekaligus pelajaran atas apa yang menimpa ‘Aisyah. Setelah ayat itu turun, Abu Bakar berkata, “demi Allah, aku suka jika Allah mengampuniku.” Kemudian, ia memaafkan Misthah dan kembali memberi nafkah sebagaimana biasa ia lakukan.

Bisa dibayangkan, seorang Abu Bakar yang terkenal sabar, bijak dan jujur marah besar melihat puterinya difitnah dengan keji. Reaksi Abu Bakar bisa dikatakan wajar dalam ukuran normal. Sebab, siapa pun pasti  murka bila keluarganya dituduh melakukan perbuatan yang mencoreng nama baik. Apalagi perkara zina yang memang dilarang dan dikategorikan sebagai salah satu dosa besar oleh Allah.

Namun, Abu Bakar merenda kala mendengar ayat itu. Ia memilih jalan lupa, menjadi pemaaf, seolah tak ada kejadian apa pun sebelumnya. Maafnya begitu tulus sehingga hubungannya berjalan seperti semula. Padahal jika kita renungkan, tidak ada yang lebih menyakitkan di dunia ini kecuali fitnah yang keji. Al-Qur’an mengintroduksi kekejian itu: “… dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan…” (QS. al-Baqarah: 191). Di ayat lain disebutkan, “… dan fitnah itu lebih besar (dosanya) daripada pembunuhan,” (QS. al-Baqarah: 217).

Memaafkan atau memberi maaf pada orang bersalah memang butuh kesabaran, kerendahan hati serta sikap lapang dada. Sekilas sifat-sifat ini nampak sebagai kelemahan, karena jauh dari keangkuhan dan kesombongan. Tetapi, justru sifat itu menjadi kekuatan dahsyat sepanjang sejarah kebajikan. Lihat misalnya, sejarah para nabi terdahulu, kisah para ahli kebijaksanaan di Timur, para agamawan, dll begitu perkasa dengan kesabaran dan kerendahan hatinya.

Advertisement

Memberi maaf (pun meminta maaf) ibarat perisai bagi diri. Kita tidak akan dibuat malu karena melakukannya. Ini dikarenakan permintaan dan pemberian maaf lebih didasarkan pada hati nurani. Dan, mengikuti hati nurani akan membuat hidup kita utuh, kokoh dan bahagia. Beda dengan keangkuhan dan kesombongan yang didasarkan pada emosi. Keberadaannya sangat labil, sekejap mengkilat tapi kemudian rapuh mengaduh.

Kekuatan sabar, rendah hati, dan lapang dada dibanding sifat angkuh dan sombong sama dengan air dan api. Sabar adalah air sedang angkuh adalah api. Karena itu, memberi maaf dengan lapang dada, rendah hati dan penuh kesabaran mampu mencairkan kesombongan dan keangkuhan. Di balik pemberian maaf ada rahmat yang tak ternilai harganya. Salah satunya ialah rasa bahagia setelah memaafkan.

Ahli psikologi positif, Martin Sligman, dalam penelitiannya menggarisbawahi bahwa salah satu variabel penting kebahagiaan ialah memaafkan kesalahan/dosa di masa lalu. Dalam hal ini, yang dimaksud bukan hanya memaafkan kesalahan diri (dengan minta ampun kepada Allah), tetapi juga kesalahan orang lain.

Dengan memaafkan kita akan merasa lega, plong serta dapat berinteraksi dengan bebas dan leluasa. Kita tidak lagi dihantui perasaan bersalah, bermusuhan atau ingin balas dendam. Lingkungan sekitar juga dapat menerima bahkan mendukung keberadaan kita. Ini seperti ditegaskan al-Qur’an:,

Advertisement

“Maka berkat rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka…” (QS. al-Baqarah: 159).

Populer