Bangsa Indonesia yang beragam, memiliki ciri khas yang sangat unik. Yang mana tidak dimiliki oleh negara lain manapun. Adalah gotong royong, sikap saling bahu membahu diantara individu yang satu dengan individu yang lain demi mencapai tujuan bersama.
Gotong royong dapat diartikan sebagai suatu sikap ataupun kegiatan yang dilakukan oleh anggota masyarakat secara kerjasama dan tolong menolong dalam menyelesaikan pekerjaan maupun masalah dengan sukarela tanpa adanya imbalan. Sikap gotong royong ini telah melekat pada diri masyarakat pedesaan dan merupakan kebiasaan turun temurun dari nenek moyang. Sikap gotong royong ini sangat berperan sekali untuk memperlancar pembangunan yang berguna bagi kesejahteraan masyarakat.
Dalam sejarah perumusan Pancasila, sebagai falsafah hidup sekaligus Ideologi bangsa Indonesia, yang digali dari tradisi dan budaya bangsa Indonesia, Soekarno yakin bahwa pancasila (lima sila) yang memiliki lima unsur sudah begitu mengakar kuat dalam jiwa bangsa Indonesia. Sungguhpun Soekarno telah menawarkan lima sila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia, Ia juga menawarkan kemungkinan lain sekiranya bilangan lima (Pancasila) tidak disukai, Ia menawarkan trisila (tiga sila) , seandainya tidak setuju dengan trisila, ia memerasnya menjadi ekasila (satu sila). Apakah itu? Gotong royong. Negara Indonesia haruslah negara gotong royong. Dengan demikian, pancasila yang menjadi landasan dasar berbangsa dan bernegara haruslah mencerminkan masyarakat yang gotong royong.
Di era globalisasi ini, sikap gotong royong bangsa Indonesia kian lama kian meredup. Redupnya sikap gotong royong ini di barengi dengan sikap individualis bangsa Indonesia. Sikap Individualis ini sudah meracuni jiwa bangsa Indonesia, khususnya di dalam masyarakat perkotaan yang disebabkan oleh masyarakat perkotaan yang cenderung mudah menerima hal yang sifatnya baru (modern). Kecenderungan ini diakibatkan oleh masyarakat perkotaan yang mayoritas dihuni oleh masyarakat urban.
Urbanisasi besar-besaran yang menimbulkan sikap individualis di pengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, latar belakang dan budaya masyarakat perdesaan yang berbeda. Hal ini memungkinkan pengelompokkan individu yang satu dengan yang lain. Yang jawa berkelompok dengan yang jawa, sunda dengan sunda, batak dengan batak, dan sebagai macamnya . Kedua, faktor tujuan urbanisasi. Tujuan masyarakat urban tak lain adalah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan menghasilkan dibandingkan di desa. Oleh sebabnya,wajar jika masyarakat cenderung apatis terhadap lingkungan sekitar dikarenakan fokus tujuanya adalah memperkaya diri.
Selain di perkotaan, di pedesaan pun sudah mulai muncul sikap Individualis. Munculnya sikap individualis di perdesaan disebabkan oleh masyarakat Urban yang kembali ke tempat kelahiranya dengan membawa budaya dan tradisi masyarakat perkotaan. Dan juga ketidakmampuan masyarakat pedesaan membendung arus globalisasi.
Selain faktor diatas, faktor yang paling fundamental adalah pengaruh teknologi modern yang sudah menyebar hampir keseluruh pelosok negeri. Perkembangan teknologi yang semakin pesat berakibat hilangnya kualitas sumber daya manusia yang cenderung bersikap gotong royong, digantikan dengan teknologi modern yang menggantikan kualitas sumber daya manusia. Pergantian dari kualitas sumber daya manusia ke teknologi inilah yang memunculkan sikap individualis dalam masyarakat. Misalnya saja, sebelum adanya teknologi modern, ketika masyarakat pedesaan memasuki masa panen, pemilik sawah akan meminta pertolongan terhadap masyarakat setempat untuk membantu memanen. Tetapi hari ini, peran itu digantikan oleh teknologi modern. Sehingga, peran masyarakat setempat tidak diperlukan lagi.
Sikap individualis ini sudah hampir mencapai puncaknya dengan maraknya alat komunikasi canggih semisal Hand Phone (HP) yang saat ini bergeser ke Smart Phone. Hampir setiap individu mempunyai alat komunikasi ini, yang mana pengguna dimungkinkan untuk berkomunikasi dengan jarak yang tidak ditentukan. Efeknya adalah mulai lunturnya budaya silaturrahmi, karena merasa sudah terwakili oleh alat komunikasi yang canggih.
Melihat kondisi yang demikian, perlu adanya penyadaran terhadap masyarakat Indonesia betapa bahanya ancaman globalisasi teknologi modern terhadap falsafah hidup dan cita-cita bangsa Indonesia. Baik melalui pendidikan, sosialisasi, dan sebagai macamnya. Karena dengan begitu, globalisasi yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia akan sendirinya ditinggalkan.
Jikalau sikap Individualisme ini tidak bisa ditangani dan menyebar ke seluruh pelosok negeri, maka sila kelima dalam pancasila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” mustahil terwujud. Karena, landasan yang dibangun oleh para pendiri bangsa untuk mencapai cita-cita mulia tersebut adalah sikap gotong royong. Sedangkan sikap gotong royong hari ini sudah mulai runtuh. “Jikalau Pondasinya runtuh, maka semuanya akan runtuh seketika itu juga”.
Tafrichul Fuady Absa*
*Penulis Adalah Pegiat Kajian Pojok Inspirasi Ushuluddin (Piush) Sekaligus Anggota Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi).
- Sport6 hari ago
Hasil Club Licensing Committee PSSI Musim 2023/2024
- Hukum7 hari ago
Pembunuhan Mayat Dalam Sarung di Pamulang Tangsel, Pelaku Menyesal
- Hukum5 hari ago
Pengamanan WWF ke-10 di Bali, Kakorlantas Polri Minta Polantas Hormati Adat dan Budaya
- Kota Tangerang6 hari ago
Jelang Pilkada 2024, Pj Walikota Tangerang Keluarkan Surat Edaran tentang Netralitas ASN
- Nasional6 hari ago
Garuda Indonesia Tambah Puluhan Ribu Kursi Penerbangan untuk Tamu World Water Forum ke-10
- Pemerintahan6 hari ago
Wali Kota Benyamin Davnie Lepas Jemaah Haji Kloter 13
- Nasional6 hari ago
Kemenperin Terus Pacu Kualitas SDM Industri Kerajinan dan Batik
- Nasional6 hari ago
Gereja Santo Barnabas Paroki Pamulang Tangsel Gelar Rabu Berkat