Harga cabai rawit merah cenderung mengalami kenaikan harga, di sejumlah kota besar seperti Tangerang dan Cilegon yang notabene jauh dari pusat harganya sunggung melambung. Harganya mencapai Rp 80.000 – Rp 84.000 per kilogram (kg).
“Komoditas yang harganya naik cukup tinggi adalah cabai rawit merah akibat kurangnya pasokan ke pasar,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita melalui siaran pers, Jumat (30/12).
Dari pantauan yang dilakukan Kemendag di sejumlah daerah, harga cabai rawit merah naik dari bulan lalu Rp 44.500/kg menjadi Rp 60.000 – Rp 80.000/kg. Seperti di Surabaya naik menjadi Rp 59.200/kg, Semarang Rp 62.000/kg, dan Serang Rp 65.500/kg.
Pantauan di kabupaten/kota lain juga menunjukkan perkembangan yang sama, seperti di Jawa Tengah (Surakarta, Tegal, Cilacap, Banyumas) kenaikan hingga Rp 70.000/kg – Rp 80.000/kg, Jawa Timur (Banyuwangi, Kediri, Probolinggo, Madiun, Jember, Sumenep) Rp 65.000 – Rp 78.000/kg, Bali (Singaraja) Rp 70.000/kg,
Menurut Enggar, tingginya curah hujan di sentra penghasil cabai cukup berpengaruh pada produksi cabai. Hal ini kemudian berdampak pada jumlah cabai yang didistribusikan. Meski demikian, tidak semua daerah yang menghasilkan cabai memperngaruhi hasil akhir produksi.
“Kondisi berbeda terjadi Sulawesi Utara karena faktor cuaca tidak terlalu mempengaruhi produktivitas komoditas pedas ini,” ujar Enggar.
Namun, pernyataan Enggar ini berbeda dengan data dari Kementan. Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Benny Rachman mengatakan, sejak bulan Januari hingga Desember 2016 produksi cabai dari sejumlah sentra pertanian melimpah.
Berdasarkan data Kementan, jumlah produksi hingga bulan Desember cukup produksi cabai besar mencapai 1.209.454 ton. Sedangkan konsumsi cabai besar keseluruhan hingga Desember sebesar 914.827 ton, ditambah kehilangan hasil produksi sebesar 63.738 ton. Maka akan ada kelebihan stok cabai besar mencapai 230.888 ton.
Hal serupa terjadi pada cabai rawit. Kementan mencatat produksi hingga akhir tahun sebesar 932.221 ton. Setelah ada kehilangan sebanyak 48.654 ton, kemudian kebutuhan dalam negeri yang mencapai 650..007 ton, maka akan ada kelebihan produksi sebesar 224.561 ton.
“Kita ini sebenarnya surplus untuk cabai. Karena dari jumlah produksi dan kebutuhan total kalau sudah dikurangi masih ada lebih banyak,” kata Benny, Kamis (29/12).
Menurutnya yang menjadi permasalahan saat ini adalah alur pendistribusian dan pemasaran. Tidak semua sentra produksi cabai berada di kota besar, dan tidak ada di seluruh daerah di Indonesia. Berbeda dengan lahan produksi beras yang menyebar di banyak tempat. (rls/fid)
-
Bisnis6 hari ago
Geger! Saham Nvidia Ambles 17% Setelah DeepSeek AI Muncul
-
Bisnis2 hari ago
Ripple Lepas 400 Juta XRP ke Pasar, Apakah Ini Sinyal Bullish atau Bearish?
-
Kota Tangerang6 hari ago
Persikota Tangerang Vs Sriwijaya FC, Bayi Ajaib Menang 4-2
-
Bisnis7 hari ago
Ripple Kantongi Lisensi di AS: Dampak dan Potensinya untuk Harga XRP
-
Bisnis7 hari ago
Strategi Ripple di AS: Apakah Bitcoin Reserve Jadi Kunci Kemenangan XRP
-
Bisnis6 hari ago
Analisis Bitcoin 2025: Tren, Prediksi, dan Prospek Jangka Panjang
-
Bisnis4 hari ago
Larangan CBDC oleh Donald Trump dan Dampaknya bagi XRP
-
Bisnis5 hari ago
Mengungkap Pemegang XRP Terbesar di Dunia – Siapa Mereka?