Ciputat
Merantau ke Pasar Ciputat
Bicara soal pasar tradisional, selalu terlintas dibenak berupa gambaran pasar yang sesak, becek, bau dan banyak sampah yang berserakan, meskipun begitu tetap saja pasar menjadi tempat yang tidak pernah sepi dengan manusia.
Sebuah transaksi di pasar tradisional lebih dari sekedar urusan penjual yang menerima pembayaran dari pembeli atau pembeli yang menukar uangnya dengan barang kebutuhannya. Tawar menawar menjadi gambaran manis sebuah hubungan timbal balik yang berlangsung setara dan tak jarang melahirkan ikatan personal dan emosional antara penjual dan pembeli.
Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia berbelanja di pasar tradisional bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dapur semata tapi juga kebutuhan bersosialisasi. Nilai-nilai interaksi sosial inilah yang tak dijumpai dipasar modern karena tempat itu dirancang sebagai tempat berbelanja individual yang miskin akan interaksi.
Meskipun sekarang sudah banyak pasar modern, tetap saja pasar tradisional tidak pernah sepi dari pembeli, dan selalu diminati khususnya para ibu rumah tangga.
Sejak malam hari penjual sibuk menata barang dagangan, sementara pengunjung yang berdatangan langsung memilih barang atau bahan pokok yang dijual di pasar Ciputat.
Pasar Ciputat yang berada dijalan Dewi Sartika, Tangerang Selatan ini beroperasi 24 Jam, maka dari itu pasar ini selalu ramai dan tidak sepi. Pasar ini berdiri sejak 1980-an dan sekarang masih tetap berdiri walaupun gerai atau kios yang ada dilantai dua dan tiga bayak yang tutup tetapi tak membuat pasar ini sepi. Dilantai dasar pasar begitu ramai dengan aktifitas para pedagang yang menjual bahan pokok.
Barang yang dijual disini pun beragam mulai dari ikan, daging, sayuran, buah, telur, kain, pakaian, barang elektronik, dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue, bunga dan barang-barang lainnya. “pasar ini sangat lengkap, bahkan sampai ada yang berjualan bunga dan gerabah dari tanah liat,” tutur Hani, pembeli di Pasar Ciputat.
Penjual disinipun bukan hanya orang yang tinggal di daerah sekitar pasar, tetapi banyak juga orang perantau yang sengaja berjualan di pasar ini demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Sri adalah salah satu orang yang merantau untuk menghidupi kehidupan sehari-hari keluarganya. Kondisi seperti ini yang menghantarkan Sri menjadi Pedagang sayur di pasar tradisional Ciputat ini.
Setiap hari Sri berjualan dari malam hingga pagi hari. Sejak 2013 dia melakukan rutinitas ini setiap harinya. Bukan pekerjaan yang mudah untuk ibu tiga orang anak ini, apalagi jarak dari rumah ke pasar cukup jauh dan membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Walaupun dia harus bekerja, tetapi dia tak lupa akan tugasnya menjadi seorang ibu rumah tangga, dia masih menyempatkan waktu untuk mendidik, mengajarkan dan memberi perhatian kepada tiga anaknya tersebut.
Perempuan paruh baya ini tidak pernah mengeluh akan nasib yang dia terima sekarang ini. “memang sudah jalannya, saya hanya belajar bersyukur atas apa yang saya terima saat ini, karena rezeki setiap orang berbeda dan sudah ditentukan jalannya sama Allah,” ujar Sri sambil tersenyum.
Walau terlihat sangat bersemangat sekali dalam bekerja, namun raut wajahnya tak bisa membohongi, terlihat kerutan tipis terdapat di daerah wajahnya yang menandakan bahwa dia sangat lelah bekerja setiap hari seperti ini.
Senyum dari bibirnya tak pernah luntur sekalipun dia sangat lelah. Pekerjaan seperti ini membutuhkan tenaga yang sangat banyak. “walaupun berat tapi saya harus tetap kuat, tidak boleh sakit dan jangan lemah, karena kalau saya sakit tidak dapat uang untuk biaya kehidupan sehari-hari,” tuturnya.
Keuntungan yang didapat Sri dari berjualan sayur tiap harinya tidak menentu apalagi pada saat harga sayuran naik. pembeli sayuran jumlahnya jadi sedikit. Jika yang beli sedang sepi sayurannya tiga hari baru laku terjual itupun harganya jadi turun karena sudah mulai ada yang layu. Itulah resiko yang harus dia hadapi.
Itulah gambaran keadaan pasar dan salah satu pedagang di pasar Ciputat, Tangerang Selatan. (Naka Nisa sabila)