Lifestyle
Sindrom Moyamoya, Penyakit yang Dapat Picu Stroke

Otak adalah salah satu bagian tubuh yang memiliki peran vital untuk manusia. Otak berfungsi sebagai pusat perintah dan sistem saraf yang akan mengendalikan tubuh dalam melakukan berbagai kegiatan. Agar dapat bekerja dengan baik, otak membutuhkan nutrisi dan oksigen dalam darah yang akan dialirkan melalui sistem serebrovaskular.
Namun, bagaimana jika gangguan pada sistem serebrovaskular terjadi? Disebut dengan nama sindrom moyamoya, inilah yang akan terjadi pada tubuh manusia.
Apa itu sindrom moyamoya?

Sindrom moyamoya merupakan kondisi di mana pembuluh darah bernama arteri karotis mengalami penyempitan yang menyebabkan tersumbatnya aliran darah ke otak. Meski otak akan bekerja dengan menumbuhkan pembuluh darah baru sebagai penggantinya, kerjanya hanya bersifat sementara dan dapat berhenti di kemudian hari.
Diambil dari bahasa Jepang yang berarti “gumpalan”, nama moyamoya merujuk pada tampilan bagai gumpalan asap dari pembuluh darah baru yang muncul pada hasil pemindaian otak.
Termasuk penyakit yang jarang terjadi, sindrom moyamoya paling banyak menimpa anak-anak yang 5-10 tahun. Pada beberapa kasus, penyakit ini juga bisa terjadi pada orang dewasa di kisaran usia 30-50 tahun.
Sindrom moyamoya bersifat progresif, yang berarti penyakit akan semakin memburuk jika tidak segera dilakukan pengobatan. Seringnya sindrom ini memicu stroke ringan, tapi bisa juga berujung pada hal yang lebih fatal seperti perdarahan pada otak.
Selain lebih banyak ditemukan pada perempuan, sindrom moyamoya juga lebih banyak terjadi pada orang-orang keturunan Asia, terutama negara Asia Timur seperti Korea, Jepang, dan Tiongkok.
Gejala yang akan muncul
Sebenarnya, gejala yang dirasakan bisa berbeda-beda tergantung umur pasien. Biasanya pasien dewasa akan mengalami perdarahan, stroke, atau kehilangan penglihatan. Namun, pada anak-anak gejalanya meliputi:
- kejang
- sakit kepala
- susah bicara
- mati rasa pada bagian wajah, lengan dan kaki, atau bagian salah satu sisi tubuh
- gangguan penglihatan
- yterhambatnya perkembangan
- hilang kendali atas gerak tubuh
Berbagai gejala di atas dapat dipicu ketika anak terlalu intens saat melakukan beberapa hal seperti berolahraga dan menangis, atau bisa juga karena demam.
Bagaimana pengobatan sindrom moyamoya?
Karena penyakit ini dapat berakibat fatal, penting bagi pasien untuk segera mendapatkan diagnosis agar bisa menjalani penanganan lebih awal. Biasanya pemeriksaan dilakukan dengan pemindaian CT-scan atau MRI pada otak.
Bila sudah terdiagnosis, terdapat dua jenis penanganan yang bisa diberikan yaitu melalui operasi atau dengan obat-obatan.
Penanganan dengan obat-obatan akan bekerja untuk mengurangi risiko stroke atau mengendalikan kejang-kejang. Obat yang diberikan termasuk pengencer darah, pemblokir saluran kalsium yang dapat mengurangi gejala sakit kepala, dan obat anti-kejang.
Sayangnya, obat-obatan tersebut tidak bekerja untuk mencegah penyempitan pembuluh darah ke otak, sehingga solusi yang diberikan pun bersifat sementara. Oleh karena itu, pasien dengan kasus yang lebih parah biasanya akan langsung diajukan untuk operasi. Berikut adalah beberapa pilihan operasi untuk sindrom moyamoya:
- Encephaloduroarteriosynangiosis (EDAS). Prosedur dilakukan dengan membuat lubang kecil sementara di tengkorak yang ada di bawah pembuluh darah. Kemudian, pembuluh dijahit ke permukaan otak untuk mendapatkan aliran darah.
- Ensefalomiosinangiosis (EMS). Pada prosedur ini, otot temporalis pada tulang pelipis akan dibedah lalu ditempatkan pada permukaan otak untuk membentuk suplai darah baru dari otot yang telah dipindahkan.
- Arteri temporal superfisialis (STA-MCA). Operasi dilakukan dengan menjahit pembuluh darah pada kulit kepala ke pembuluh yang ada pada permukaan otak. Nantinya, lubang kecil akan dibuat pada tengkorak untuk mendorong pertumbuhan pembuluh baru dari kulit kepala ke otak.
Sayangnya, belum ditemukan apa penyebab pasti yang dapat menimbulkan sindrom moyamoya. Meski demikian, ada faktor-faktor yang membuat lebih berisiko. Salah satunya, adanya riwayat keluarga dengan penyakit serupa dan adanya kondisi tertentu seperti neurofibromatosis tipe 1 atau down syndrome.
Jika ada orang terdekat yang memiliki kondisi di atas, lebih baik segera periksa dan konsultasikan ke dokter untuk mengetahui adanya kemungkinan penyakit ini agar bisa ditangani lebih cepat.
-
Banten2 hari ago
Jumbara PMR Banten IV Sukses, Dihadiri IFRC dan Palang Merah Jepang
-
Techno2 hari ago
Keunggulan yang Ditawarkan HONOR 400 Series di Indonesia
-
Nasional2 hari ago
Dukung Program Kesehatan Gratis, Kemenag RI Libatkan Jutaan Siswa dan Santri
-
Banten2 hari ago
Komisi V DPRD Banten Terima Kunjungan Kerja DPRD Kab. Purwakarta
-
Banten2 hari ago
Raker Komisi V Bahas Raperda Usul DPRD Tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Provinsi Banten
-
Sport9 jam ago
Timnas Putri Indonesia Gagal Lolos ke Piala Asia 2026 Usai Kalah 1-2 dari Taiwan
-
Bisnis9 jam ago
Ergo Pergola Hadirkan Struktur Outdoor Elegan dan Tangguh untuk Hunian dan Bisnis Premium
-
Pemerintahan6 jam ago
Munas Aswakada 2025, Pilar Saga Ichsan: Kolaborasi Wakil Kepala Daerah Jadi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045