Connect with us

Serpong

Veri Muhlis Ariefuzzaman Menjadi Narasumber Peluncuran Buku “Meremehkan Dosa”

Memaknakan Dakwah Tulisan

H. Veri Muhlis Arifuzzaman, S.Ag., M.Si
Ketua Perhimpunan Menata Tangsel

[Disampaikan dalam peluncuran buku “Meremehkan Dosa” karya Ust. Abd. Rozak, di Telaga Seafood, 23 Juli 2013]

Islam adalah agama dakwah yang hadir di jazirah arab dengan peran Nabu Muhammad. Sosok nabi menjadi sentral dalam setiap mengenalkan nilai-nilai keagamaan. Selain menyampaikan dengan perkataan, nabi adalah juru dakwah yang menyertakan prilaku yang patut dicontoh.

Advertisement

Perkembangan selanjutnya, dakwah dilakukan oleh para pengikutnya. Jutaan juru dakwah menyebar ke belahan dunia. Dikatakan dalam sejarah, Islam di nusantara hadir karena peran juru dakwah yang sekalgus pedagang asal Gujarat, India. Mereke menelusur lewat jalur sutra terbentang dari benua India hingga ke tepian pantai nusantara. Waktu itu mereka melakukan dakwah dengan lisan dan prilaku islami yang mereke perankan, hingga akhirnya melahirkan komunita muslim yang kita saksikan sekarang ini.

Inilah yang dapat kita baca, bahwa dakwah merupakan kunci paling penting dalam sebaran Islam di nusantara. Komunitas muslim ini terus melakukan dakwah dengan mengikuti warisan cara dakwah itu, sekaligus disempurnakan dengan pendekatan lain bermuatan lokal. Bahkan diketahui ada yang menyertakan dakwah dengan menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat. Dengan menetap sekaligus mempersunting warga asli hingga melahirkan keturunan berikutnya.

Melihat dinamika sebaran Islam di atas, kita bisa memahami bahwa  dakwah merupakan jalan paling efektif dalam menyampaikan pesan keagamaan dalam masyarakat. Selanjutnya, di masa perkembangannya  dilakukan oleh seseorang yang telah mengalami pematangan intelektual. Baik di pesantren maupun di lembaga pendidikan Islam lainnya di tanah air. Hingga bisa memilah mana materi layak untuk disampaikan sampai metode apa yang akan digunakannya.

Dalam menyampaikan materi dakwah, juru dakwah harus pandai melihat dinamika masyarakat. Ini akan mempengaruhi efektifitas penyampaian materi dakwah. Dengan memilih metode efektif dan efisien dalam setiap menyampaikan materi dakwah. Masyarakat akan dibawa pada suasana paling aktual sekaligus bermakna dari materi yang disampaikan. Bahkan tidak jarang lahir kader-kader baru juru dakwah di masa mendatang.

Advertisement

Saya melihat pola dakwah mutakhir berkembang beririsan dengan kemajuan media komunikasi di masyarakat. Jika dulu banyak mengandalkan dakwah langsung dalam sebuah forum dengan lisan, maka sekarang kita dikejutkan dengan media baru dan beragam. Memang media tulisan sempat mendampingi media lisan seiring pencatatan Al-qur’an-hadits, tapi tidak semeriah media tulisan sekarang ini.

Media tulisan berkembang pesat dengan segala model dinamis menyampaikan pesan tulisan di setiap sudut ruang baca publik. Dakwah lewat tulisan makin terbilang digemari kala pertemuan tatap muka digantikan dengan pesan tulisan, baik printing maupun digital. Setiap sudut interaksi juru dakwah dan majalah tercipta oleh kehadiran sebuah tulisan. Dan lebih dahsyat lagi setelah media sosial menemukan bentuknya yang sempurna. Hingga kapan pun juru dakwah ingin menyampaikan pesan bisa langsung dilakukan. Tanpa minta waktu untuk proses pra cetak maupun percetakan.

Nah, saya melihat buku bagian tak terpisahkan dari dinamika dakwah kontemporer. Dengan memanfaatkan media komunikasi modern, tulisan-tulisan yang dihimpun dalam buku berhasil memikat para pembaca. Terbukti setelah usang ditelan turbin produksi media digital-printin, para pembaca masih merasa penting untuk membacanya dalam sebuah buku yang dicetak. Mengalami proses reinkarnasi dari wujudnya yang tercerai-berai di pojok opini dan atau tajuk koran.

Kecendrungan untuk menerbitkan buku dari kumpulan tulisan ini awalnya diniatkan untuk menjaga konsistensi tema dalam berdakwah. Konsistensi itu dirawat dengan mendokumentasikan dengan bingkai benang merah judul buku, out line, kata pengantar, pembuka materi, hingga kemasan buku. Para pembaca diajak larut dalam warna tulisan yang tersusun di dalam satu media berupa buku, yang tadinya mereka nikmati secara serial di koran-koran. Atau bisa jadi mereka belum sempat membacanya karena terlewat dan atau sebab lainnya.

Advertisement

Belakangan buku model ini makin marak, di tengah tradisi tulis baca tanah air berkembang sesuai tuntutan zaman. Seorang penulis yang tadinya bisa melahirkan satu buku yang digarap secara sistematis, telah kehilangan waktunya. Waktu riset lapangan dan atau kepustakaan untuk sebuah buku tidak mungkin dilakukan secara mendalam, mengingat keterdesakan waktu untuk menulis opini koran. Bisa disebabkan oleh kesibukan atau karena tuntutan dakwah yang meminta dirinya merespon dengan tulisan-tulisan lepas di koran. Ada juga yang disebabkan oleh keinginan untuk tetap berkarya meski harus merelakan konstrasi penuh untuk sebuah buku, dengan konstrasi instan sebuah artikel di koran.

Mengikuti tabiat pojok opini, tulisan-tulisan di buku ini penuh warna. Pembaca bisa menikmati warna-warani dakwah Ustad Rozak. Dari persoalan memaknakan ritual ummat Islam sampai tata kelela pendidikan Islam. Bahkan ada tulisan yang memberanikan diri mengatakan pesan sosial ibadah yang lebih penting dari ibadah itu sendiri.

Saya merasakan getaran kewaspadaan dari setiap tulisan yang ada di dalam buku ini. Masyarakat muslim harus mampu menyelami pesan dasar dari semua perintah agama, yaitu kemaslahatan umat manusia. Pesan ini sering kita perdengarkan, “Islam adalah rahmat seru sekalian alam”,  penting sekaligus telah menjadi klasik dari pola keberagamaan kita.

Di hampir semua tulisan, saya membaca keinginan kuat penulis akan pentingnya melihat sisi paling dasar dalam sikap keberagamaan. Dalam bahasa paling lugas, seperti yang saya dengar dari editor buku ini, “penulis seperti menegur pembaca untuk tidak meremehkan dosa”. Ini karena masyarakat masih merasa tidak melakukan dosa kala beribadah yang punya efek personal tapi kering dari kosakata kepedulian sosial-keagamaan masyarakat. Makanya di judul buku ini kita mendapatkan kata dosa, dengan alur yang diperlunak tidak seperti gambaran di atas.

Advertisement

Secara material saya melihat pandangan penulis buku ini dibentuk oleh realitas sosial-keagamaan yang melingkar dalam kegiatan sehari-harinya. Baik itu sebagai abdi negara di Kementrian Agama RI maupun aktifitasa di organisasi keagamaan lainnya. Setiap tulisan merupakan “konsentrasi pragmatis” untuk menjawab semua kebutuhan dakwah dalam turbin pergaulan sang penulis yang padat dan sibuk. Tidak menutup kemungkinan, atas permintaan khusus pemimpin media yang punya tugas edukasi ke pembaca. Dalam posisi ini, penulis opini sebagai sebagai kontributor tetap di kala awak redaksi koran tidak mampu menghadirkan tulisan untuk kebutuhan edukasi tersebut. Bahkan ada yang memberikan istilah dengan nada canda “penulis opini adalah redaktur istimewa dan luar biasa dari sebuah koran”.

Lepas dari itu semua, saya menaruh apresiasi mendalam atas ketekunan merajut ide dari semua tulisan-tulisan di buku ini. Membuat tulisan lepas aktual dan jernih merupakan idaman bagi orang “sibuk jalan”, seperti yang saya kenal sang penulis buku ini. Saya iri atas kepekaan ide dan pemaksaan melawan lupa dengan sebuah tulisan. Ini bisa membuat saya dan termasuk pembaca budiman, untuk terus meluangkan waktu untuk menulis. Dan, Selamat Membaca!

Populer