Connect with us

Opini

Sepakbola dan Demokrasi

Rudy Gani, Wakil Sekretaris Jenderal MN KAHMI

Oleh : Rudy Gani

(Wasekjen MN KAHMI)

 

Perkembangan dunia sepakbola tanah air saat ini patut dibanggakan pecinta sepakbola. Sejak kepemimpinan Shin Tae Yong (STY), keseblasan Garuda senior berpeluang mengukir prestasi yang sangat membanggakan di masa depan.

Advertisement

 

 

Meskipun, dibalik kegemilangan yang diciptakan STY, berbagai kritikan dan umpatan terus ada, PSSI dan STY tetap “gasspoll” menggerus kritikan tersebut dengan permainan yang kian cantik.

 

Advertisement

 

Hasilnya, dalam babak kualifikasi Piala Dunia zona Asia, Indonesia berhasil menahan imbang Arab Saudi dan Australia, dua negara langganan Piala Dunia, kemarin.

 

 

Advertisement

Berbagai pengamat sepakbola baik dalam dan luar negeri pun optimis dengan masa depan sepakbola kita. Sebab, dari tahun ke tahun komposisi dan kualitas pemain di bawah arahan STY menunjukkan performa yang hampir mendekati tim negara besar.

 

 

Bahkan, jika terus konsisten dengan permainan dan formasi yang saat ini ada, tiket piala dunia 2026 pun sepertinya tidak mustahil di dapatkan oleh tim Garuda Senior.

Advertisement

 

 

Apa yang terjadi dan berkembang di dunia sepakbola tanah air sangat menarik jika dikaitkan dengan perkembangan demokrasi Indonesia saat ini.

 

Advertisement

 

Walaupun sepakbola berbeda dengan dunia politik dan tidak dapat disamakan begitu saja, namun ada satu benang merah yang bisa kita tarik dalam mencermati sepakbola dan demokrasi.

 

 

Advertisement

Pertama, ibarat tim bola, kualitas pemain merupakan kunci kemenangan bagi sebuah tim. Karena itu, kualitas dalam bentuk skill, pengetahuan, jam terbang, wawasan dan teknik bermain haruslah dikuasai dan terus dikembangkan.

 

 

Begitupula dengan demokrasi kita. Para pemain politik, dalam hal ini politisi yang ada di parpol juga dituntut profesional dengan memiliki skill, pengetahuan dan wawasan yang luas terkait politik dan demokrasi Indonesia. Bukan seperti yang ada sekarang. Kebanyakan (oknum) politisi mengandalkan koneksi, ordal apalagi “orangtua”.

Advertisement

 

 

Kedua, tidak ada tim sepakbola yang hebat dari proses yang instan. Begitu juga dengan politik.

 

Advertisement

 

Untuk menciptakan tim yang hebat, maka diperlukan sistem perkaderan berjenjang yang menuhankan kedisiplinan dan komitmen tinggi.

 

 

Advertisement

PSSI dibawah kepemimpinan Erick Tohir sudah melakukan pembibitan mulai dari tingkat dasar yaitu pembinaan klub-klub di liga 3. Kompetisinya pun dibuat secara profesional dan benar-benar dipantau oleh PSSI.

 

 

Parpol seharusnya meniru apa yang dilakukan PSSI ini. Untuk mendapatkan politisi yang berintegritas, berkualitas serta berwawasan politik yang luas, pembibitan atau istilah dalam dunia politik “perkaderan” seharusnya sudah dimulai sejak dini.

Advertisement

 

 

Misalnya, dengan cara membentuk tim khusus perekrutan (agensi) mahasiswa/i yang memiliki potensi menjadi kader yang akan dibentuk menjadi politisi di partainya kelak.

 

Advertisement

 

Melakukan perekrutan di tingkatan mahasiswa/i bukan berarti mempolitisasi kampus. Namun sebaliknya. Tujuannya untuk memulai perkaderan sejak dini agar politisi yang nanti hadir di panggung lokal maupun nasional adalah mereka yang memang mumpuni dan bukan karbitan.

 

 

Advertisement

Dengan proses perkaderan yang dijalankan secara bertahap dan disiplin, wajah perpolitikan kita akan sama dengan wajah sepakbola saat ini.

 

 

Meskipun, sepakbola tidak sama dengan dunia politik, namun proses untuk terus memajukan demokrasi bisa mencontoh apa yang dilakukan PSSI dan STY.

Advertisement

 

 

Jika di dalam sepakbola tujuannya menggolkan gawang lain, sehingga memperoleh kemenangan. Di dalam politik tujuan utama politisi ialah meningkatkan dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakatnya.

 

Advertisement

 

Kedepan, kita berharap dunia sepakbola terus meningkat prestasinya, baik di level ASEAN maupun Dunia. Begitupula dengan kehidupan demokrasi politik kita.

 

 

Advertisement

Nah, pertanyaannya, mengapa dunia sepakbola kita bisa sukses seperti saat ini? jawabnya, karena mereka mau dan mampu memberantas mafia sepakbola dan pembegalnya. Kini, hasilnya pun mereka sedang perlahan dinikmati.

 

 

Bagaimana dengan Politik? mampukah rakyat beserta elit yang “waras” memberantas para pembegal demokrasi seperti yang dilakukan PSSI? Atau sebaliknya, wajah politik kita tetap tersandera oleh para pembegal tersebut.

Advertisement
Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Populer