Connect with us

Mimbar Jum'at

Amanah Kepemimpinan | Mimbar Jum’at | @Verimuhlis

Oleh: H.Veri Muhlis Arifuzzaman

(Ketua Perhimpunan Menata Tangsel dan Alumni Pondok Pesantren Daal El-Qalam)

Ummu Al-Husain ra, mengabarkan, dalam khutbahnya pada saat menunaikan haji wada’ Muhammad Rasulullah saw, bersabda,”Seandainya ada seorang hamba untuk menjadi pemimpin kalian, lalu dia memimpin kalian berdasarkan kitabullah (kitab Allah, yakni al-Qur’an), maka dengarkan dan patuhilah dia.” (HR Muslim)

Hadits di atas sangat relevan di tahun politik 2013-2014, menghadapi pemilu legislatif dan presiden. Seorang calon pemimpin harus membawa misi yang sarat dengan nilai-nilai al-Qur’an, agar masyarakat punya alasan kuat memilihnya. Mengingat nilai-nilai yang dikandung di dalam al-Qur’an punya relevansi aktual.

Advertisement

Kepemimpinan di dalam al-Qur’an terutama dipadatkan dalam istilah khalîfah fi al-ard; wakil Tuhan di muka bumi, penanggungjawab hal-ihwal kehidupan. Pemimpin yang tak punya komitmen menjaga semua makluk, tidak bertanggungjawab atas persoalan keumatan dan kebangsaan, tak layak diberikan amanah.

Sangat riskan memercayakan urusan sosial-masyarakat pada seseorang yang belum mengerti hakikat kepemimpinan. Baik bagi diri maupun bagi orang lain, sampai semua mahluk yang ada di muka bumi. Kita perlu mengingat kembali drama kosmis, dialog antara Tuhan dan malaikat.

Drama penolakan malaikat atas keinginan Allah swt menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi harus jadi acuan. Malaikat keberatan Yang Kuasa memberikan tugas khalifah kepada manusia, mengingat dalam rekaman malaikat, manusia hanya akan memporak-porandakan bumi. Boleh jadi manusia tidak akan mempedulikan apa yang telah dititahkan oleh Yang Kuasa, karena watak dasar kemanusiaan yang cenderung merusak apa yang ada di hadapannya.

Tapi rupanya, Tuhan tetap memberi tugas khalifah pada manusia disertai segala macam rambu yang harus dipatuhi. Bahkan di dalam dialog tersebut, manusia dibekali ilmu pengetahuan untuk menjalani misi kemanusiaannya. Tinggal manusia menjaga konsistensi pelaksanaan atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan itu.

Advertisement

Tentu saja, dalam perjalanannya misi kepemimpinan manusia itu mengalami dinamika. Ditunjukkan oleh sejarah, kepemimpinan manusia di muka bumi tidak lepas dari sifat dasar kemanusiaan itu sendiri. Cenderung serakah dan ingin selalu menguasai antar sesama. Peradaban dunia terbangun di atas peristiwa perang antar golongan. Baik mengatasnamakan agama maupun keinginan memperbutkan harta benda.

Hampir setiap abad terjadi perang yang menjadikan pergantian kepemimpinan di muka bumi ini. Peristiwa tersebut menyisakan pesan bahwa setiap calon pemimpin harus mewaspai godaan dari dirinya, untuk menguasai: harta, tahta dan kehormatan.

Makanya kita pernah diingatkan Nabi bahwa setiap diri kita adalah pemimpin. Minimal untuk memimpin dirinya dengan mengelola semua potensi diri; baik negatif maupun positif. Nafsu negatif diredaksikan dengan nafsu lawwȃmah, yaitu keingian untuk terus menguasai segala-galanya. Dan energi positif diredaksikan dengan nafsu muthmainnah, yaitu sebuah panggilan hati nurani untuk terus-menerus berbuat kebaikan.

Dalam batas paling sempurna, kepemimpinan itu terletak pada kemampuan untuk mengelola potensi diri tersebut. Jika seorang pemimpin mampu memimpin dirinya, maka akan mampu mengatur orang terdekat hingga wilayah negara-bangsa. Jangan berharap pada seorang pemimpin yang gagal mempimpin dirinya, untuk kemudian mengatur urusan negara bangsa yang rumit dan beragam. Pilihan pada pemimpin bermasalah akan menggadaikan inti kepemimpinan untuk memberikan kemaslahatan umat manusia.

Advertisement

Setelah seorang pemimpin menyelesaikan urusan kepemimpinan dirinya, maka ia berkewajiban memberikan mashlahat untuk rakyatnya. Dalam praktinya nanti, kepentingan umat harus didahulukan dari kepentingan diri dan golongannya. Seorang pemimpin harus bisa merelakan keinginan memuaskan diri yang sering menggoda kala kekuasaan dipegang.

Namun perlu dicatat, istilah “kemaslahatan umat” kadang dibajak untuk kepentingan diri dan golongan. Istilah tersebut hanya dijadikan pemanis kata padahal dalam praktik justru sebaliknya. Sebatas memperkaya diri, memanjakan kelompok, korup dan despotik. Kecenderungan demikian direkam dengan baik oleh Lord Acton bahwa: “power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.”

Kecendrungan korupsi yang menemukan bentuk sempurna di negeri ini, merupakan bukti paling sahih, bagaimana kekuasaan memakan misi suci kepemimpinan itu sendiri. Tragisnya, hal tersebut seperti dilindungi oleh minimnya rambu yang bisa membuat jera para penyalahguna kekuasaan.

Sejatinya, di negeri yang mayoritas Muslim ini kekuasaan benar-benar dimaknai untuk kemaslahatan umat. Kecintaan pada umat harus lebih diutamakan ketimbang tujuan diri yang bersifat sesaat. Namun rupanya, kuantitas bukan jaminan bagi kualitas. Praktik korupsi makin memprihatinkan. Ketaatan formal berbanding terbalik dengan subtansi kepemimpinan sebagaimana pesan drama kosmis pengangkatan manusia sebagai khalifah.

Advertisement

Kita harus mengambil hikmah dari sejarah kepemimpinan manusia. Caranya dengan menyelami model kepemimpinan, sekaligus menyuburkan nilai-nilai keutamaan memimpin. Model kepemimpinan yang tercurah pada mengembanan amanah, akhir-akhir ini jadi pilihan paling tepat. Bukan seperti blusukan yang sengaja dicitrakan, tapi lebih kepada kebiasaan sederhana dalam hidup sehari-hari yang otentik.

Sebab, tidak mustahil jika dalam proses pencalonan seseorang rajin blusukan, tapi setelah menjabat justru lupa misi suci kepemimpinan. Ramai-ramai calon pemimpin bersikap baik dan koorperatif, tapi setelah “demokrasi lima menit” usai jubah kebaikan itu tak lagi dipakai. Dan kita sudah sering dikejutkan oleh banyaknya “pengaku saleh” yang berakhir di jeruji besi.

Semoga saja, tahun politik ini menjadi momen emas untuk melihat sejauhmana calon pemimpin bisa dipilih dengan tepat dan bermartabat. Kita tidak boleh ragu menolak para calon pemimpin yang rusak secara moral dan intelektual. Semua ini demi kebaikan bersama, sehingga apa yang dikawatirkan malaikat tentang potensi destruktif manusia dapat dihindari.

Advertisement

Populer