Connect with us

Opini

Dilarang Putus Asa! #MimbarJum’at @Verimuhlis

Oleh: H.Veri Muhlis Arifuzzaman, S.Ag., M.Si

(Ketua Perhimpunan Menata Tangsel dan Alumni Pondok Pesantren Daar el-Qalam)

“… dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak berputus asa kecuali kaum yang kafir,” (QS. Yusuf: 87).

Putus asa atau putus harapan merupakan kondisi di mana manusia menyerah terhadap keadaan. Tak ada lagi harapan dan usaha. Tiba-tiba semua terhenti sebelum benar-benar sampai garis finish. Selesai, tutup cerita. Kalau pun dikatakan gagal, maka putus asa adalah kegagalan sebelum waktunya. Gugur sebelum mekar atau layu sebelum berkembang.

Advertisement

Beda halnya dengan orang yang masih ingin ‘mencoba’. Bisa saja gagal bisa saja berhasil. Dua kemungkinan itu selalu ada. Paling tidak, harapan masih bisa dipertahankan. Namun, ketika kita berputus asa maka saat itu pula semuanya berakhir. Bahkan jejak-jejak harapan pun tak mungkin lagi diselamatkan. Sirna, musnah dan hilang.

Putus asa adalah titik nadzir keberadaan manusia di mana segala sesuatu dinafikan, termasuk diri sendiri. Karena putus asa seseorang merasa tak berguna sehingga menghina dan mencaci-maki diri. Bahkan Tuhan pun dinisbikan. Tuhan yang semestinya dijadikan tumpuan harapan, pusat segala asa, tempat berlindung dan menyandarkan cita-cita tak lagi dipercaya. Sehingga, wajar jika Tuhan menyebut orang berputus asa termasuk golongan orang-orang yang sesat.

Pada ayat yang lain, Tuhan berfirman:

Mereka menjawab: “Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa”. Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-Nya kecuali orang-orang yang sesat,” (QS. al-Hijr: 54-55).

Advertisement

Putus asa seperti apa yang dikatakan sesat? Semua jenis putus asa cenderung sesat jika ujung-ujungnya menafikan Tuhan. Misalnya, ikut tes CPNS. Berkali-kali ikut tes tetap tidak lulus hingga akhirnya putus asa. Sampai di sini, jika kemudian ia memilih jalan lain dalam karir hidupnya meski tidak dengan berusaha jadi CPNS lagi, maka tidak disebut kafir. Kecuali orang bersangkutan tidak terima dengan kegagalannya dan kemudian mulai meragukan Tuhan sampai akhirnya menafikannya. Maka di sinilah ia disebut syirik atau sesat.

Selama masih punya harapan dan terus berusaha meski bentuk dan jenisnya berbeda, maka tidak dapat dikatakan putus asa dalam hidup, melainkan hanya putus asa pada salah satu bagian dalam hidup. Perbedaan semacam ini perlu agar tidak mudah menyesatkan seseorang yang dianggap putus asa. Sekali lagi, ukuran putus asa ialah hilangnya asa atau putusnya harapan dalam hidup yang berujung pada penafian Tuhan.

Lain dari pada itu, poin terpentingnya ialah bahwa putus asa sangat merugikan hidup. Saat kita putus asa, energi positif di sekitar kita akan menjauh. Teman atau saudara enggan bergaul dengan kita, lingkungan seolah-olah membiarkan diri kita tekapar, dan Tuhan membenci kita. Tuhan sangat tidak suka dengan pemalas, orang yang putus asa serta tidak percaya terhadap kekuatan dan kekuasaan-Nya.

Sebaliknya, Tuhan begitu suka sama orang-orang yang rajin, pekerja keras, penyabar, dan konsisten berharap akan cinta dan ridla-Nya. Orang model ini akan senantiasa mendapat perhatian dari Tuhan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Perhatian yang dimaksud bermacam-macam. Bisa berbentuk pertolongan, jalan keluar bagi setiap persoalan, kemudahan mencapai keinginan, dan sebagainya.

Advertisement

Kalau pun suatu saat mendapat kesulitan atau bahkan diterpa musibah yang cukup besar, bukan berarti Tuhan tidak sayang. Segenap musibah itu semata-mata hanyalah cobaan. Dan, akan banyak hikmah yang didapat dari setiap cobaan. Tuhan tidak memberikan cobaan secara gratis atau cuma-Cuma. Justru hikmah di balik cobaan lebih besar daripada apa yang kita korbankan.

Salah satu hikmah tersebut yakni agar kita lebih sabar, lebih tabah dan lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Sebab tanpa cobaan, kita seringkali lupa terhadap asal muasal dan tujuan hidup kita. Kita juga lupa akan nikmat dan kekuasaan Tuhan yang telah diberikan pada kita. Penyakit lupa inilah yang suatu saat nanti bisa berbalik jadi tuduhan-tuduhan tak mendasar pada Tuhan, terutama saat mendapat musibah atau cobaan.

Padahal, pertolongan dan kasih sayang Tuhan tak terbatas. Ia begitu dekat dengan kita. Hanya saja kita tidak menyadarinya karena sengaja menjauh dari Tuhan. Siapakah yang memberi kehidupan terhadap kita sampai saat ini? Siapa yang memberi kesehatan kita sehingga kita tetap beraktivitas? Siapa yang menganugeri istri, anak, keluarga yang sayang sama kita? Siapa yang memberi rizki, memberi akal sehat, memberi kebahagiaan dan lain-lain?

Allah berfirman, “Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah sangat dekat,” (QS. al-Baqarah: 214). Ini benar dan mesti diakui oleh kita. Hanya manusia egois yang tak ingin mengakui dan menyalahkan Tuhan jika keinginannya tidak terkabul.

Advertisement

Oleh sebab itu, jangan putus asa. Teruslah maju dan melaju. Jika jatuh, mari kita bangun lagi.  Bahkan seandainya kita jatuh berkali-kali, selama masih bisa bangun, ayo kita bangun dan lanjutkan hidup lagi.

Tuhan tidak pernah menutup mata atas apa yang kita lakukan. Tuhan juga bukan tidak tahu berapa kali kita terjatuh. Tuhan hanya ingin menyadarkan kita bahwa Dialah pusat segala asa, tempat benggantung semua harapan. Dia pula tujuan hakiki yang mengatasi segala tujuan. Maka berharaplah pada Tuhan sembari memaksimalkan semua anugerah yang telah ia berikan.

Populer