Connect with us

Juru bicara penanganan COVID-19 sekaligus Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Achmad Yurianto menyatakan bahwa kecepatan test akan mengikuti gambaran epidemologi setiap daerah, pasalnya setiap daerah memiliki problem yang berbeda, sehingga tidak bisa diberikan treatment yang sama.

“Kecepatan test yang sifatnya masif akan sangat diwarnai gambaran epidemologi tempat itu, jadi tidak bisa kita generalisasi dari Sabang sampai Merauke. Kita melihat data yang besar sebenarnya harus dibreakdown kecil-kecil, sehingga tidak bisa dikatakan semua daerah bermasalah” kata Achmad Yurianto dalam keterangannya di Graha BNPB, Sabtu siang (20/6).

Yurianto menambahkan, meski provinsi tersebut masuk kategori zona merah namun tidak semua Kabupaten/Kota didalamnya dikatakan sebagai zona merah. Ada juga Kabupaten/Kota yang berada di zona hijau maupun zona kuning, sehingga satu daerah dengan daerah lainnya berbeda karena faktor pembawa virus ini adalah orang artinya mobilitas orang akan berpengaruh terhadap persebaran kasus.

“Ini penyakit menular, basis bekerja kita adalah pada pergerakan epidemologinya, bukan pemerataan. Di DKI Jakarta saja, problem yang dihadapi Kabupaten Kepulauan Seribu berbeda dong dengan Jakarta Pusat, pasti beda. Oleh karena itu perlakuannya tidak boleh sama, artinya ada faktor epidemologinya,” imbuhnya.

Advertisement

Sama halnya dengan mobilitas orang, pertambahan kasus COVID-19 pun dinamis. Setiap harinya berbeda. Oleh karenanya grafik laju dari perubahan penambahan hari-perhari menjadi tuntunan pemerintah untuk melakukan tes yang lebih masif. Pada provinsi yang penambahan kasusnya masih cukup tinggi maka tracingnya harus lebih keras dan testing harus lebih masif, tujuannya agar segera menemukan kasus positif kemudian dilakukan isolasi yang ketat agar tidak menjadi sumber penularan ditengah masyarakat.

“Tes ini dalam rangka untuk menemukan sumber infeksi ditengah masyarakat karena follow up nya adalah melakukan isolasi agar tidak menjadi sumber penularan, sehingga test ini maknanya bagaimana masyarakat harus merespon dengan adanya kasus positif di sekitar dia” imbuhnya.

Pihaknya meyakini respon masyarakat untuk menyikapi pandemi memiliki kontribusi yang besar dalam upaya pengendalian. Pasalnya pemerintah tak bisa bekerja sendiri, dibutuhkan kolaborasi dari seluruh elemen masyarakat untuk bersatu padu, bergotong royong memutus rantai penularan COVID-19 di Indonesia. (rls/fid)

Advertisement

Populer