Connect with us

Opini

Pendidikan yang Bermartabat

Oleh: [@Verimuhlis] Veri Muhlis Arifuzzaman

(Ketua GEMA ORMAS MKGR Banten dan Alumni Pondok Pesantren Daar el-Qalam)

 Momen perbaikan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang lahir pasca reformasi tidak mungkin dilewatkan oleh para praktisi pendidikan. Pasalnya, pendidikan mempunyai peranan mendasar di dalam proses mencerdaskan kehidupan masyarakat, untuk melahirkan pembangunan yang baik di masa mendatang. Praktisi pendidikan diberikan amanat untuk melahirkan generasi bangsa yang paripurna, yang mempunyai wawasan keilmuan yang luas dan memegang teguh nilai-nilai luhur bangsa.

 Namun, peran strategis praktisi pendidikan kerap berada dalam posisi sangat dilematis. Terutama dalam hal menanggung beban terlalu berat atas kualitas pendidikan yang terjadi selama ini. Banyak pihak yang kurang memahami, bahwa keberhasilan pendidikan tidak hanya tanggung jawab tenaga pendidik, tapi juga oleh masyarakat (orang tua/wali murid) dan penentu kebijakan.

Advertisement

 Inilah yang sedianya menjadi kesadaran kolektif sehingga mampu berperan banyak dalam menggapai pendidikan yang berkualitas dan bermartabat. Dengan kesadaran kolektif ini, proses pendidikan bisa berjalan terarah dan sistematis. Sebab, hal ini melibatkan semua elemen berkepentingan untuk kemajuan pendidikan di tanah air.

 Tentu saja, untuk melahirkan generasi terbaik dibutuhkan sebuah preses pendidikan yang mengacu pada kebutuhan akan ilmu pengetahuan, sekaligus mendasarkan pada nilai-nilai sosial-keagamaan yang hidup di dalam masyarakat. Ini untuk menorehkan tinta emas para pendidik di dalam pembangunanan bangsa yang tidak hanya mengejar kemakmuran dalam bidang materi, tapi menghormati nilai-nilai luhur bangsa kita.

 Manajemen Pengelolaan

 Perlu disadari, mengelola istitusi pendidikan tidak ada bedanya dengan mengelola institusi modern lainnya yang melandaskan diri pada prinsip-prinsip manajemen, agar bisa terukur, terencana sekaligus tepat sasaran.

Advertisement

 Untuk itu, diperlukan komitmen kuat untuk mengamalkan prinsip manajemen modern yang terdiri dari: Planning (perencanaan), Organizing (pengaturan), Actuating (pelaksanaan), Controlling (pengawasan) dan Evaluating (evaluasi). Prinsip manejeman yang biasa digunakan dengan model POAC ini, mengandung prinsip dasar dan penting untuk mengelola institusi modern, termasuk di dalamnya institusi pendidikan.

 Hanya, perlu ditegaskan spesifikasi institusi pendidikan dengan institusi modern lainnya. Insitusi pendidikan lebih menekankan pada pengaturan produk jasa yang berkaitan dengan mengelolaan sumber daya insani. Artinya memerlukan analisis sosial-keagamaan, terutama ilmu psikologi yang dikawinkan dengan nilai akhak mulia, yang nantinya akan bermanfaat untuk menegaskan perbedaan institusi pendidikan dengan institusi modern lainnya.

 Memposisikan institusi pendidikan jelas berbeda dengan produk jasa modern lainnya yang lebih mengutamakan “kepuasan sesaat” dan bersifat material. Insitusi pendidikan menyediakan jasa penguatan sumber daya manusia yang berjangka panjang dan berdimensi spiritual. Memfokuskan diri pada karakter kepribadian yang terdiri dari pelbagai macam aspek yang sangat kompleks. Dan selalu mengalami perubahan cukup dinamis seiring perputaran roda zaman.

 Oleh karena itu, untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen tersebut diperlukan kajian intensif yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan atas pendidikan untuk menghasilkan target-terget strategis. Target tersebut bisa dibagi menjadi: jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Tiap tahapan target tersebut mempunyai implikasi pada capaian-capaian manajemen pengelolaan instusi pendidikan. Juga berkaitan secara organik dan fungsional dengan: kualitas belajar-mengajar, peningkatan mutu sumber daya manusia, serta sarana dan perasarana pendidikan.

Advertisement

 Untuk melapangkan target strategis itu, praktisi pendidikan diharapkan mampu membaca kebutuhan mendasar anak didik untuk mempersiapkan diri naik ke jenjang lebih tinggi secara formal. Praktisi pendidikan juga harus bisa menambahkan wawasan luar yang bisa menunjang kecakapan belajar yang ditentukan secara formal itu. Dan, mampu memberikan tahapan jelas untuk mencapai kualitas pedidikan yang mampu bersinergi dengan kepentingan global (baca: Wawasan Internasional). Karena tuntutan global, nyaris mustahil untuk dihindarkan di tengah kemajuan teknologi informasi mutakhir.

 Selanjutnya, harus melibatkan pihak luar sekolah; baik itu orang tua murid, masyarakat umum dan pemerhati pendidikan, sepanjang mempunyai relefansi positif dan aktual terhadap pematangan capaian manajemen pendidikan. Ini akan memberikan suntikan segar bagi instusi pendidikan, hingga mampu bersinergi dengan elemen bangsa lainnya. Karena pada dasarnya pendidikan menyangkut hajat hidup masyarakat, bukan hanya tenaga pendidik!.

 Setelah menyepakati target-target strategis, praktisi pendidikan dituntut melahirkan sekaligus memelihara lingkungan kerja yang sempurna. Lingkungan kerja sedianya dibangun oleh empat pilar utama, yaitu: (1) suasana kondusif, (2) komitmen keagamaan, (3) iklim akademis yang dinamis dan (4) rasa Kebersamaan yang kuat. Dengan empat penyangga tersebut, insitusi pendidikan, khusunya yang berada karena motifasi semangat keberagamaan yang kuat, akan mampu melahirkan kecakapan pendidikan yang berdimensi ilmu dan amal keagamaan.

 Kecapakan pendidikan itu, tidak mungkin lahir dengan suasana yang tidak memberikan ruang ekspresi yang proporsional bagi praktisi pendidikan dalam melaksankan kewajiban belajar-mengajar. Suasana yang kering dari kosakata kesamaan hak dan kewajiban, akan menjadikan kemampuan terbaik dari praktisi pendidikan membentur ruang hampa. Dan tidak mustahil, melestarikan pola pendidikan yang cendrung melahirkan praktisi pendidikan yang bersikap pragmatis. Memandang profesi mendidik sebagai matar rantai kebutuhan material yang tercerabut dari sikap-sikap sosial-keagamaannya. Tidak mustahil melahirkan kualitas anak didik yang berjarak dengan tujuan mulia pendidikan, genarasi yang berilmu dan bertakwa

Advertisement

 Oleh karena itu, komitmen keagamaan tidak bisa diremehkan oleh praktisi pendidikan. Karena doktrinasi agama tidak mungkin berhasil tanpa diberikan ketaualadanan yang nyata, agar nilai-nilai keagamaan tidak berjarak dengan realitas di sekeliling anak didik. Praktisi pendidikan harus menjadi role model dalam mengamalkan nilai-nilai luhur bangsa.

 Komitmen keagamaan itu memerlukan suasana akademis yang dinamis. Artinya, doktrinasi agama harus dilakukan dengan memilih pendekatan sistem dan model pengajaran yang relavan dan proporsional. Jangan sampai komunikasi dengan anak, tidak membuahkan pemahaman yang utuh tentang nilai-nilai keagamaan yang sedianya diamalkan sehari-hari.

 Tidak kalah penting lainnya, tentang semangat gotong royong yang harus tumbuh subur di institusi pendidikan hingga melahirkan rasa kebersamaan yang kuat. Asas ini akan menjadikan para pendidik tidak terjebak pada sikap individualistik yang pada gilirannya akan menempatkan pendidikan sebagai instrumen untuk mendapatkan keuntungan material semata. Dan melahirkan prestasi yang bersifat artifisial.

 Terakhir, problem praktisi pendidikan, pentingnya manajemen pengelolaan dan lingkungan kerja yang kondusif, menyisakan PR besar buat kita semua. Perubahan memang perlu ongkos yang tidak sedikit. Selain melibatkan komitmen yang tidak mengenal kata kompromi untuk segala hal yang menghambat kemajuan pendidikan kita, juga harus dijalani dengan penuh kesabaran dan besar hati.. Dan kalau kita berfikir bisa, pasti kita bisa. Semoga!

Advertisement

Populer