Tokoh
Profil dan Biografi Dr. Suhartoyo, S.H., M.H.
Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar Suhartoyo terpilih menjadi Hakim Konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015 lalu. Pada 17 Januari 2015, pria kelahiran Sleman ini mengucap sumpah di hadapan Presiden
Joko Widodo.Berasal dari keluarga sederhana, tidak pernah terlintas dalam pikiran Suhartoyo menjadi seorang penegak hukum. Minatnya ketika Sekolah Menengah Umum justru pada ilmu sosial politik. Ia berharap dapat bekerja di Kementerian Luar Negeri. Namun kegagalannya menjadi mahasiswa ilmu sosial politik memberi berkah tersendiri karena ia akhirnya memilih mendaftarkan diri menjadi Mahasiswa Ilmu Hukum “Saya tidak menyesali tidak diterima menjadi Mahasiswa Ilmu Sosial, karena sebenarnya ilmu sosial politik sama dengan lmu hukum. Orientasinya tidak jauh berbeda,” ujar suami dari Sutyowati ini.
Seiring waktu ia semakin tertarik mendalami ilmu hukum untuk menjadi seorang jaksa, bukan menjadi seorang hakim. Namun karena teman belajar kelompok di kampus mengajaknya untuk ikut mendaftar dalam ujian menjadi hakim, ia pun ikut serta. Takdir pun memilihkan jalan baginya. Ia menjadi hakim, terpilih di antara teman-temannya. “Justru saya yang lolos dan teman-teman saya yang mengajak tidak lolos. Akhirnya saya menjadi hakim. Rasa kebanggaan mulai muncul justru setelah menjadi hakim itu,” jelas penyuka hobi golf dan rally ini.
Pada 1986, ia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Ia pun dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011. Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar. Ia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).
Mahkamah Konstitusi merupakan tempat yang sama sekali baru bagi ayah dari tiga orang anak. Kewenangan yang berbeda dimiliki oleh MK dan MA membuatnya belajar banyak. Jika di MA, sifat putusannya hanya terkait untuk yang mengajukan permohonan, maka di MK, putusannya mengikat untuk seluruh warga negaranya. Ia mengaku cepat belajar dan mudah menyesuaikan diri di lingkungan MK. “Saya menemukan perbedaan dari sisi naskah putusan, di sini (MK, red.) bahasanya lebih halus dibanding di MA yang penggunaan bahasanya cukup tajam. Sedangkan soal proses persidangan, saya merasa tidak ada masalah,” terangnya.
Perbedaan kewenangan yang dimiliki MK dan MA membuatnya harus beradaptasi sebagai hakim konstitusi. Tetapi kerja sama dari hakim konstitusi lainnya, membuatnya tidak merasa sulit beradaptasi dengan tugas barunya. “Hakim (konstitusi) lainnya membantu saya dan saya banyak belajar dari mereka,” ujarnya.
Mengenai kontroversi pemilihannya oleh MA, Suhartoyo menjelaskan dirinya tidak ingin membela dirinya. Ia percaya bahwa kebenaran akan datang dengan sendirinya. Dalam posisinya sebagai calon Hakim Konstitusi kala itu, ia telah melewati beberapa tahapan fit and proper testsebelum terpilih. “Dari soal integritas dan kompetensi, saya kan sudah lolos. Saya sudah percaya dengan panitia seleksi,” terangnya.
Ia pun menjelaskan mengenai kasus Sudjiono Timan yang banyak dituduhkan diputus olehnya. Menurut Suhartoyo, ketika perkara tersebut disidangkan, bukan ia yang menyidangkan di PN Jakarta
Selatan. Begitupula isu yang menyebut selama kasus tersebut disidangkan ia telah melakukan perjalanan ke Singapura sebanyak 18 kali. “Dewan Etik Mahkamah Agung pun sudah memeriksa paspor saya. Ketika itu saya hanya satu kali terbang ke SIngapura. Saya pun pernah mendengar isu akan dipanggil Komisi Yudisial dan sampai sekarang tidak ada panggilan itu. Saya percaya ungkapan ‘pertolongan Tuhan itu dekat’ apalagi terhadap orang yang difitnah,” urainya.
Berasal dari lingkungan sederhana, membuatnya tidak terlalu mengandalkan jabatan atau posisi. Baginya menjadi hakim konstitusi, hal yang tinggi dan sebenarnya membuatnya tidak nyaman karena fasilitas yang ada. “Saya ini nyaman menjadi orang-orang biasa saja,” ungkapnya.
Disinggung mengenai dukungan keluarganya, Suhartoyo menjelaskan ketika pencalonan dirinya yang penuh kontroversi, anak-anaknya justru berpikir untuk apa dirinya menjadi hakim konstitusi. “Karena anak-anak saya berpikir ketika saya dihujat, buat apa jadi hakim konstitusi jika harkat dan martabatnya dilecehkan. ‘Lebih baik jadi orang biasa saja’, kata anak-anak saya,” ingatnya.
Untuk itu, ia pun berharap keberadaannya yang melengkapi sembilan pilar Hakim Konstitusi dapat memenuhi rasa keadilan yang dicari para pencari keadilan ke MK. “Saya bekerja untuk bisa memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan,” tandasnya.
Profil
Nama: Dr. Suhartoyo S.H., M.H.
Tempat, tanggal lahir : Sleman, 15 November 1959
Jabatan
Hakim Konstitusi (Ketua MK menggantikan Anwar Usman)
Keluarga
Istri: Sustyowati
Anak:
- Dhesga Selano Margen
- Sondra Mukti Lambang Linuwih
- Jeshika Febi Kusumawati
Pendidikan
- S-I Universitas Islam Indonesia (1983)
- S-2 Universitas Taruma Negara (2003)
- S-3 Universitas Jayabaya (2014)
- Pemerintahan7 hari ago
Pemkot Tangsel Raih Penghargaan Realisasi DAK Fisik Tercepat 2024
- Pemerintahan7 hari ago
DWP Tangsel Raih Juara 1 Apresiasi E-Reporting dan E-Asuh Tingkat Provinsi Banten
- Tangerang Selatan7 hari ago
Bersama Tangsel Ska Orchestra, Pilar Saga Ichsan Pukau Ribuan Penonton di Tangsel Sejiwa Fest 2024
- Pemerintahan7 hari ago
Tutup Tangsel Sejiwa Fest 2024, Benyamin Davnie: Tahun Depan Kita Bikin Lebih Seru Lagi
- Pemerintahan7 hari ago
ICCF 2024: Transformasi Tangsel dari Kota Satelit ke Pusat Ekonomi Kreatif
- Pemerintahan6 hari ago
Tangsel Investment Forum 2024, Benyamin Davnie: Kita Dorong Investasi di Sektor Wisata Kesehatan
- Pemerintahan7 hari ago
ICCF 2024: Penanaman Pohon di Kampung Keranggan, Perkuat Ekosistem Hijau di Tangsel
- Tangerang Selatan7 hari ago
Ditutup Kotak Band, Hari Pertama Tangsel Sejiwa Fest 2024 Sukses Pukau Puluhan Ribu Penonton