Connect with us

Banten

Triwulan I-2015, Perekonomian Banten Alami Perlambatan

Perekonomian Provinsi Banten pada triwulan I-2015 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dari 8 persen menjadi 5,69 persen (yoy).
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Banten di triwulan I-2015 itu tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 4,71 persen (yoy), kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Banten Budiharto Setyawan di Serang, Jumat, (5/6/2015)
Di sisi permintaan, kata Budiharto, perlambatan kinerja ekonomi disebabkan oleh pengeluaran pemerintah yang mengalami kontraksi serta rendahnya ekspor impor. Kondisi ini merupakan dampak dari perlambatan yang terjadi secara nasional, serta kondisi ekonomi negara mitra dagang yang tumbuh tidak seoptimis perkiraan. Sementara itu, konsumsi rumah tangga masih tumbuh kuat di triwulan I 2015.
Di sisi penawaran, kinerja ada sektor ekonomi hampir seluruhnya mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. “Perlambatan disebabkan oleh melemahnya permintaan baik dari dalam maupun luar negeri,” katanya.
Kinerja sektor industri pengolahan yang merupakan pendorong ekonomi Provinsi Banten mengalami perlambatan yang cukup dalam sehingga menahan laju Pertumbuhan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten secara umum.
Perlambatan pada sektor industri pengolahan terjadi di beberapa subsektor yaitu tekstil dan kendaraan bermotor, sementara industri kimia mengalami kontraksi sebesar -1,10 persen (yoy), katanya.
Adapun sektor ekonomi yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Hal tersebut merupakan dampak dari masuknya musim panen raya di triwulan I-2015.
Selain itu, Budiharto juga menyampaikan tentang perkembangan inflasi di Provinsi Banten yang pada triwulan I-2015 sebesar 7,45 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi triwulan IV-2014 yang mencapai 10,20 persen maupun triwulan I-2014 yang mencapai 9,62 persen. Penurunan tersebut disebabkan adanya perlambatan tingkat inflasi di semua komponen.
Kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM bersubsidi dan tarif angkutan pada bulan Januari 2015 mendorong tingkat inflasi administered price yang lebih rendah. Adapun pergeseran musim tanam cabai di triwulan lalu menyebabkan pasokan cabai merah melimpah di triwulan I 2015 dan mendorong penurunan harga.
Sementara itu, melambatnya kenaikan harga makanan jadi, khususnya komoditas nasi dengan lauk, serta terjaganya ekspektasi inflasi mendorong penurunan inflasi core.
Secara spasial, Kota Serang mengalami inflasi yang paling tinggi yaitu mencapai 7,76 persen (yoy). Meski demikian, jika dibandingkan triwulan I 2014 yang mencapai 8,44 persen (yoy), tingkat inflasi Kota Serang pada triwulan ini mengalami penurunan.
Di sisi lain, Kota Cilegon mengalami kenaikan inflasi dari 6,62 persen (yoy) menjadi 7,74 persen (yoy) di triwulan I 2015. Adapun Kota Tangerang mengalami penurunan inflasi yang cukup dalam dari 10,40 persen (yoy) menjadi 7,34 persen (yoy).
Budiharto juga mengatakan tingkat inflasi Banten triwulan II-2015 diprediksi meningkat pada kisaran 8,05-8,55 persen (yoy). Kenaikan tersebut disebabkan adanya risiko tekanan pada seluruh komponen inflasi baik yang disebabkan oleh faktor kebijakan pemerintah, maupun kenaikan permintaan menjelang lebaran termasuk ekspektasi kenaikan harga.
“Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, LPG 12 kg serta tarif tenaga listrik akan memberikan tekanan pada komponen ‘administered price’. Sementara tekanan pada ‘volatile foods’ diperkirakan meningkat seiring turunnya pasokan beberapa komoditas hortikultura seperti cabai merah dan bawang merah. (ant/*)

Populer