Connect with us

Oleh: Siti Napsiyah Ariefuzzaman, S.Ag. BSW. MSW
(Asesor/Dosen UIN Syarif Hidyatullah Jakarta)

Tanggal 21 Maret 2017 merupakan tanggal yang ditetapkan oleh International Federation of Social Workers (IFSW) sebagai puncak peringatan hari pekerjaan sosial se-dunia (world social work day) dengan tema “Promoting Community and Environmental Sustainability”. Tema ini mengacu pada salah satu agenda global dari pekerjaan sosial dan pembangunan sosial. Di Indonesia semua elemen terkait Lembaga penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Lembaga Penyelenggara Pendidikan Pekerjaan/Kesejahteraan Sosial, dan Asosiasi Profesi Pekerja Sosial secara serentak melakukan berbagai kegiatan dan selebrasi untuk memperingati hari pekerjaan sosial sedunia di bulan Maret ini.

Euforia peringatan World Social Work Day (WSWD) tentu merupakan bukti betapa seluruh elemen pekerjaan sosial Indonesia memiliki kebanggaan dan harapan yang besar terhadap eksistensi profesi pekerja sosial di Indonesia. Hal ini karena Profesi Pekerja Sosial di Indonesia belum banyak diketahui oleh masyarakat umum. Hanya instansi/lembaga tertentu terutama di bawah Kementerian Sosial Republik Indonesia yang selama ini memberikan ruang bagi keberadaan profesi ini untuk berbagai program pelayanan sosial di masyarakat terutama kepada kelompok masyarakat rentan atau Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Tentu terdapat banyak alasan mengapa terjadi demikian. Di antaranya adalah belum ditetapkannya regulasi tentang praktik profesi pekerja sosial di Indonesia sebagai pendukung dari berbagai produk perundangan lainnya yang dinilai masih bersifat parsial. Seperti UU Dasar 1945, No. 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomer 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Oleh karena itu, sejak tahun 2014 lalu Kementerian Sosial Republik Indonesia telah mengusulkan pengesahan terhadap RUU tentang Praktik Pekerjaan Sosial. Namun sayangnya hingga saat ini RUU tersebut belum kunjung disahkan bahkan belum masuk dalam daftar prolegnas tahun 2016 lalu.

Advertisement

Sertifikasi Profesi dan Akreditasi Lembaga

Sebagai langkah menuju profesionalitas profesi Pekerja Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia, melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) telah menyelenggarakan ujian kompetensi dan pemberian sertifikasi kepada pekerja sosial professionaldan praktisi bidang pekerjaan sosial sejak 2012 lalu. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memberikan standarisasi kompetensi dan kualitas pemberian layanan oleh profesi pekerjaan sosial. Profesi ini menuntut adanya standard of practice dan code of ethics yang dapat menjamin profesionalitas. Selain itu, juga untuk mempertegas letak keberbedaan profesi pekerja sosial  dengan profesi lain di bidang pekerjaan sosial, yaitu praktek harus berlandaskan pada tiga aspek utama (pilar) profesi pekerjaan sosial, yaitu aspek pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), dan nilai (value).

Ruang lingkup praktik profesi pekerja sosial meliputi berbagai seting pelayanan sosial yang lazim dikenal sebagai keseluruhan praktik mikro, mezzo dan makro seperti perlindungan anak, perlindungan perempuan korban kekerasan, kecacatan, kebencanaan, pemberdayaan masyarakat, dan sebagainya. Singkatnya, Profesi Pekerja Sosial diharapkan mampu sebagai profesi terdepan dalam memberikan kontribusi bagi penyelesaian masalah-masalah sosial di masyarakat yang semakin kompleks. Sebagaimana motto profesi “enhancing the wellbeing of all humans being”.

Selain itu, untuk mendukung standar penyelenggaraan dan pemberian layanan kesejahteraan sosial telah dibentuk Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial (BALKS) untuk memberikan akreditasi kepada Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) seluruh Indonesia. Akreditasi dan sertifikasi profesi merupakan upaya standarisasi kualitas layanan sosial kepada masyakat.

Advertisement

Regulasi Payung Eksistensi Profesi

Berbagai upaya sebagaimana tersebut di atas merupakanusaha untuk mencapai rekognisi profesi di masyarakat. Kementerian Sosial Republik Indonesia bersama-sama dengan Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia (KPSI), Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) serta pilar pekerjaan sosial lainnya sedang memperjuangkan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Praktik Pekerjaan Sosial kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RUU ini ditargetkan dapat segera disahkan sesegera mungkin.

Momen WSWD dijadikan sebagai ajang aksi secara kolektif dalam bentuk petisi untuk mendorong DPR RI agar segera mengesahkan RUU tentang Praktik Pekerjaan Sosial oleh semua pilar profesi pekerja social dan Perguruan Tinggi yang memiliki prodi pekerjaan/kesejahteraan sosial: seperti Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) sebagai kiblat pendidikan profesi pekerjaan/kesejahteraan sosial di Indonesia secara semarak bekerjasama dengan IPSPI, Forkomkasi (Forum Komunikasi Mahasiswa se-Indonesia); Begitupun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ); Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), serta perguruan tinggi lainnya. Di Indonesia saat ini perguruan tinggi yang memiliki program studi pekerjaan/kesejahteraan sosial sejumlah 34 yang tergabung dalam Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia (IPPSI). Saat ini Indonesia baru memiliki sekitar 15.222 pekerja sosial, tentu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan bagi kurang lebih 15,5 juta keluarga yang mengalami masalah sosial. Sedangkan pekerja sosial yang sudah mendapatkan sertifikasi baru 600 orang.

Tentang mendesaknya kebutuhan profesi pekerja social di Indonesia, anggota Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyatakan bahwa Keberadaan para pekerja sosial sangat krusial dalam berbagai program terkait penanggulangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan bahkan perlindungan perempuan dan anak. Ceritas sukses yang telah diperankan oleh pra pekerja sosial adalah sebagai pendamping di program kelompok usaha bersama (KUBE), program keluarga harapan (PKH), tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) hingga pendamping rehabilitas korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau anak korban kekerasan dan anak yang berhadapan dengan hukum.

Advertisement

Singkatnya memperingati hari World Social Work Day (WSWD) selayaknya tidak hanya kita jadikan sebagai kesempatan untuk mempromosikan tentang profesi pekerja sosial, melainkan upaya untuk mendapatkan pengakuan (recognition) melalui pengesahan RUU Praktik Pekerjaan Sosial sebagai landasan praktik di masyarakat.

Selamat hari pekerjaan sosial se-dunia.

Populer