Connect with us

Artikel

Di Balik Puasa Ramadhan

Oleh: Ramdhany

(Ketua Umum HMI Cabang Ciputat)

Bulan suci Ramadhan telah tiba, umat Islam di seluruh belahan dunia khususnya di Indonesia pada hari ini (Kamis, 18 Juni 2015), secara serentak melakukan ritual ibadah Puasa (shaum).

Bagi umat Islam, puasa di bulan Ramadhan merupakan suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh masing-masing individu yang telah baligh (dewasa) karena hal tersebut merupakan suatu perintah Tuhan yang termaktub di dalam Al-Quran.

Advertisement

Secara arti bahasa, puasa (shaum) adalah aktivitas menahan. Sedangkan dalam konteks hukum syar’i, puasa (shaum) merupakan aktivitas menahan diri dari makan, minum, serta segala sesuatu yang membatalkannya, dimulai dari terbit fajar sampai tenggelamnya sang Surya di ufuk barat. Itulah yang dinamakan puasa dalam kontek praktis (fiqih), asalkan seseorang itu tidak makan dan minum, tidak junub dan lain sebagainya dalam waktu yang telah ditentukan, maka puasanya sah.

Lantas sejauhmana pemahaman kita tentang tujuan dasar puasa secara maknawi? Ini penting karena bagaimanapun suatu ritual ibadah tidak hanya dipahami sebatas aktivitas ragawi semata (dzahiri), melainkan ada makna mendalam (bathini) di balik ritual tersebut sebagai bahan pelajaran bagi kehidupan yang lebih baik.

Tujuan berpuasa adalah menjadikan seseorang memiliki kualitas diri yang bertakwa.  Di dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 183 secara jelas disebutkan: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah Aku (Allah) wajibkan bagi umat sebelum kalian, supaya kalian semua bertakwa.”

Mengutip pendapat Nurcholis Madjid, takwa adalah suatu asas (dasar) yang benar bagi bangunan kehidupan manusia, baik dalam dimensi individual maupun sosial. Artinya, segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh seseorang tentu harus berkesesuaian dengan asas ketuhanan, kemanusiaan, dan demi kemaslahatan sosial.

Advertisement

Takwa adalah totalitas kerja manusia hanya ditujukan untuk Allah semata, Tuhan Sang Maha Benar. Nurcholis Madjid menyatakan bahwa orang yang berpuasa pada hakikatnya sedang menjalankan latihan atau olah ruhaniah, spiritual exercise, sehingga dirinya merasa dekat secara ruhaniah dengan Allah. Sebagai implikasinya, dia akan selalu merasa diawasi, diperhatikan, dan dipedulikan oleh Allah. Dan saat ia merasa diawasi oleh Allah, maka dia akan berhati-hati dalam bertindak supaya tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan olehNya.

Artinya, tentu merupakan suatu kesia-siaan bagi orang yang menahan makan dan minum selama sebulan penuh, tetapi dalam kualitas diri tidak ada peningkatan ke arah kualitas pribadi yang takwa. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa banyak sekali orang yang berpuasa, akan tetapi yang mereka dapatkan hanyalah lapar dan dahaga.

Momentum puasa adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi diri. Segala bentuk pikiran, ucapan, dan tindakan seseorang selama ini apakan berada di atas jalur yang benar, ataukah sebaliknya. Di bulan Ramadhan inilah, seseorang mulai menata kembali aktivitas kehidupannya ke jalan yang benar, yang berkesesuaian dengan fitrah asalnya, yaitu kebaikan dan kebenaran.

Perubahan kualitas hidup ke arah yang lebih baik dan benar adalah kata kunci dari tujuan puasa. Dan hal tersebut dimanifestasikan dalam suatu kerja nyata, yaitu amal shaleh. Amal shaleh adalah aktivitas kerja seseorang yang berkesesuaian dengan prinsip dasar kemanusiaan.

Advertisement

Di situlah letak keterhubungan antara ritual ibadah yang sifatnya individual dengan ibadah sosial. Bahwa pada dasarnya ibadah individual (puasa) itu harus memiliki dampak kebaikan bagi lingkungan sosial.

Menurut Nurcholis Madjid, orang yang tidak mau melengkapi ibadahnya dengan amal sosial, maka dengan sendirinya amal ibadahnya akan sia-sia atau tak bermakna, sebagaimana analogi orang yang melakukan shalat kemudian tidak menutup shalatnya dengan mengucapkan salâm. Atau sama seperti kesia-siaan orang yang shalat dikarenakan ia tidak memperhatikan nasib penderitaan seorang anak yatim di sekitar lingkungannya.

Dari itu, meski puasa adalah ibadah rahasia antara seseorang dengan Tuhannya, namun Tuhan pun memerintahkan kepadanya untuk melakukan amaliah ibadah lainnya yang sifatnya sosial sebagai penyempurna, seberti shalat tarawih berjamaah, shadaqah,  zakat fitrah, memberi makan kepada orang yang berbuka puasa, dan lain sebagainnya.

Jadi, pada dasarnya ibadah puasa di bulan Ramadhan adalah suatu proses pembelajaran hidup dan bahan evaluasi diri supaya manusia mampu untuk mengembalikan jati diri pada fitrah asalnya, yaitu kebaikan dan kebenaran.

Advertisement

Wallahu a’lam.

Populer