Banten
Peringati Geger Cilegon, Warga Gelar Haul
Warga Cilegon memperingati Geger Cilegon, sebuah peperangan yang melibatkan kaum petani dan kiai melawan penjajah Belanda. Perang yang terjadi pada 1888 itu diperingati dengan menggelar khaul dan napak tilas.
“Khaul ini untuk menghargai jasa pahlawan Geger Cilegon. Cilegon Kota syarat sejarah, bukan hanya kota baja, tetapi Cilegon juga kota pejuang. Karena ada 105 pejuang yang diasingkan oleh Belanda,” kata Heldy Agustian, salah satu keturunan pejuang Geger Cilegon, Syeih Arsyad Thawil, di lokasi khaul, Minggu (09/11/2014).
Peringatan Geger Cilegon, yang terjadi setelah meletusnya Gunung Krakatau, mengambil tema ‘Napak Tilas dan Khaul ke-80 Ulama Cilegon, Syeikh Arsyad Thawil, dan Pejuang Geger Cilegon 1888’. Arsyad Thawil sendiri diasingkan Belanda dan meninggal di Manado.
“Untuk melestarikan perjuangan para pahlawan perlu didirikan museum atau gedung juang Geger Cilegon 1888,” terang dia.
Guna mengenang jasa para pahlawan Geger Cilegon dan sebagai bentuk penghargaan kepada para pahlawan yang telah gugur, Heldy telah meminta kepada Pemerintah Kota Cilegon agar jalan di kota tersebut dinamai nama pahlawan Geger Cilegon.
Pada kesempatan ini, Heldy juga mengungkapkan kekecewaannya karena Brigjen Syam’un gagal mendapatkan gelar pahlawan nasional dari pemerintah pusat.
Kendati demikian, pria berkacamata ini meminta agar seluruh lapisan masyarakat Kota Cilegon dan masyarakat Indonesia tak pernah melupakan sejarah untuk membangun Indonesia.
“Geger Cilegon harus dijadikan inspirasi untuk bersama-sama membangun Kota Cilegon dan Indonesia. Karena perang Geger Cilegon tidak dilakukan sendiri, tapi dilakukan dengan kesatuan visi dan kesamaan misi untuk melawan penjajah,” tegas dia.
Perlu diketahui, Bung Karno pernah mendatangi alun-alun Serang, Banten, setelah Indonesia merdeka dan berpidato di depan ribuan masyarakat Banten, tepatnya pada Desember 1945. Bung Karno pun memuji peran Kiai Arsyad Thawil.
“Wahai putra-putra Banten, tahukah kalian bahwa di Banten ada seorang pahlawan besar, siapa dia? Dia adalah Kiai Haji Moechamad Arsyad Thawil”.
Kiai Arsyad Thawil diasingkan hingga meninggal di Manado, Sulawesi Utara, karena melawan penjajah Belanda. Kiai Arsyad Thawil meninggal pada 19 Maret 1934. (l6/kt)