Connect with us

Opini

Ketika Negara Definisikan Agama

Oleh: Dany Ramdhany *

SEJATINYA, agama adalah sistem pandangan hidup yang menawarkan makna dan tujuan hidup yang benar dan baik.”

Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) merupakan salah satu langkah permerintah dalam upaya memberikan landasan hukum demi terwujudnya tatanan umat beragama yang tentram, rukun, dan damai. Karena tak bisa dipungkiri, banyak konflik dan kekerasan di tengah masyarakat mengatasnakan agama tertentu. Agama dijadikan pembenaran atas konflik dan kekerasan yang terjadi di masyarakat.

Namun pertanyaan mendasarnya adalah apakah RUU PUB tersebut dapat menjadi solusi atas konflik dan kekerasan tersebut? Sebelum lebih jauh merancang RUU PUB tersebut, Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saefuddin menginginkan adanya satu landasan definisi yang utuh dan baku tentang pengertian agama. Ia menyadari bahwa tidak setiap keyakinan yang ada dapat dikatakan sebagai suatu agama. Meskipun pada dasarnya agama merupakan seperangkat keyakinan yang dianut oleh masyarakat.

Advertisement

Kepada pers (Kamis, 26 Februari 2015) Lukman menyatakan “sebuah keyakinan tidak dapat kemudian langsung diklaim menjadi sebuah agama, tentu ada persyaratannya, itulah yang akan diatur dalam RUU PUB ini.” Dari pernyataan tersebut, tentu tidak sembarang suatu keyakinan yang dianut oleh masyarakat dapat diakui sebagai agama. Terlebih bahwa pemerintah akan menentukan sendiri berbagai persyaratan untuk sesuatu itu dapat dikatakan sebagai agama.

Prihal persyaratan agama yang kelak akan ditentukan pemerintah, Lukman memberikan sedikit gambaran; “kategori sebuah agama seperti apa, apakah harus punya sistem ritual yang baku atau harus punya kitab suci, ataupun harus ada batasan minimal pengikutnya.” Mengacu pada gambaran tersebut, jika diandaikan pemerintah mendefinisikan agama merupakan “suatu sistem kepercayaan dalam masyarakat yang memiliki ritual peribadatan tertentu secara baku, memiliki pedoman ajaran berupa kitab suci, dan memiliki jumlah pengikut minimal 1000 jemaat” maka hal tersebut akan memunculkan permasalahan baru yang cukup serius.

Saat kelak definisi itu pemerintah tetapkan, masyarakat akan berbondong-bondong mengajukan persyaratan yang telah ditetapkan pemerintah untuk kemudian disahkan sebagai agama. Asalkan persyaratannya terpenuhi, maka mau tak mau pemerintah harus mengakuinya sebagai agama, apapun namanya. Sebaliknya, bagaimana nasib warga negara yang memiliki kepercayaan terhadap sesuatu, namun hal tersebut tidak memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti halnya para penganut sistem kepercayaan lokal nusantara. Tentu hal itu akan menjadi sebuah ironi tersendiri.

Bagi penulis, langkah pemerintah yang berupaya untuk mendefinisikan agama tentu merupakan langkah yang kurang tetap dan akan berdampak sistemik. Mengacu Konstitusi, Kewajiban warga negara adalah bertuhan kepada yang Maha Esa, walau apapun bentuk dan nama agama kepercayaannya. Karena mengacu pada pasal 29 UUD 1945, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Advertisement

Jadi sebenarnya, jika kita cermati pasal tersebut, negara hanya sebatas ‘menjamin’ bukan ‘menentukan’. Yang menentukan untuk memeluk agama tertentu adalah warga negara yang telah dijamin kemerdekaannya oleh negara. Prihal agama apa yang dipilih, itu dikembalikan lagi kepada masing-masing individu, bukan pemerintah.

Jika kelak pemerintah memiliki otoritas dalam hal uji kelayakan suatu agama, maka tentu hal tersebut akan memicu ketegangan dan memicu konflik baru di kalangan umat beragama.

Pemerintah jangan sampai terjebak pada pendefinisian bahwa agama adalah sistem simbol. Jika yang dikejar adalah sistem simbol tentu pemerintah menunjukan kedangkalan pikiran. Tapi kalau pemerintah berusaha untuk kembali ke asal simbol itu, dalam artian agama sebagai ‘jalan hidup’ tentu akan ditemukan banyak sekali persamaan di dalamnya. Wallahu a`lam.


*
Ketua Umum HMI Cabang Ciputat

Advertisement

Populer