Vaksinasi menjadi salah satu upaya untuk mencegah timbulnya gejala berat dan kematian akibat infeksi virus SARS-CoV-2. Pasien penyakit kardiovaskular termasuk kelompok yang paling rentan mengalami komplikasi serius dari COVID-19. Oleh karena itu, pasien penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan hipertensi perlu segera mendapatkan vaksin COVID-19. Tapi adakah efek samping vaksin bagi penderita penyakit kardiovaskular? Apa saja yang perlu diperhatikan?
Pentingnya vaksin COVID-19 untuk pasien jantung dan hipertensi
Berdasarkan rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), pasien penyakit kardiovaskular, termasuk hipertensi, jantung koroner, dan gagal jantung diperbolehkan untuk mendapatkan vaksin COVID-19.
Vaksinasi perlu dilakukan untuk melindungi pasien karena gangguan kardiovaskular membuat pasien berisiko menderita gejala COVID-19 yang lebih parah, bahkan komplikasi yang berakibat fatal. Sebab, infeksi COVID-19 yang menyerang saluran pernapasan dapat menyebabkan tubuh kekurangan pasokan oksigen.
Kondisi jantung pasien yang lemah akan dipaksa bekerja lebih keras untuk memastikan jumlah oksigen yang terbatas tetap dialirkan ke seluruh tubuh.
Selain itu, infeksi virus corona juga bisa menyebabkan peradangan yang memengaruhi kondisi otot jantung. Kondisi ini selanjutnya mengakibatkan penggumpalan darah yang semakin menghambat kerja sistem kardiovaskular.
Memang terdapat efek samping vaksin COVID-19 yang perlu diwaspadai pasien penyakit jantung. Namun, menurut American Heart Association, infeksi virus berisiko lebih besar dan berbahaya dari efek samping vaksin.
Untuk itu, vaksinasi COVID-19 pada pasien penyakit jantung harus juga diutamakan.
Syarat vaksin COVID-19 untuk pasien jantung
Meksi begitu, PERKI menyatakan bahwa vaksinasi untuk pasien penyakit kardiovaskular tidak bisa dilakukan sembarangan.
Demi memastikan keamanan dan meminimalkan risiko efek samping, terdapat sejumlah syarat untuk pasien memperoleh vaksin COVID-19.
1. Kondisi jantung stabil
Pasien yang mengalami gangguan kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan hipertensi boleh mendapatkan vaksin COVID-19 jika penyakitnya terkendali dalam 3 bulan terakhir.
Artinya, kondisi jantung pasien harus stabil dan tidak mengalami gejala akut atau serangan jantung dalam 3 bulan. Gejala yang dimaksud adalah:
- sesak napas,
- rasa nyeri dan tidak nyaman di dada,
- jantung berdebar-debar,
- detak jantung tidak teratur,
- mudah lelah,
- kaki bengkak,
- terbatas untuk beraktivitas, atau
- penurunan kesadaran.
Apabila tidak mengalami gejala tersebut dalam 3 bulan terakhir dan tidak ada reaksi efek samping dari pengobatan jantung yang dijalani, pasien bisa dinyatakan layak untuk vaksinasi COVID-19.
Kondisi jantung yang relatif sehat juga bisa ditunjukkan dari kestabilan detak jantung. Normalnya, detak jantung yang stabil adalah 40-110 denyut per menit dalam kondisi tubuh yang beristirahat dan tidak mengalami keluhan pada jantung.
2. Tekanan darah stabil
Sementara untuk pasien hipertensi, vaksin COVID-19 bisa diberikan ketika tekanan darah stabil atau tidak terlalu tinggi. Idealnya, tekanan darah aman untuk vaksinasi adalah tekanan darah stabil yang kurang dari 140/90 mmHg.
Namun, pasien hipertensi yang memiliki tekanan darah kurang dari 180/100 mmHg diperbolehkan untuk memperoleh vaksin COVID-19 bila pengukuran stabil dan tidak bergejala.
3. Tidak bergejala setelah revaskularisasi
PERKI juga menyebutkan bahwa pasien jantung yang telah menjalani revaskularisasi layak mendapatkan vaksin COVID-19 asalkan tidak bergejala dalam 3 bulan.
Gejala yang dialami termasuk sesak napas dan nyeri dada saat beraktivitas atau beristirahat.
Revaskularisasi sendiri adalah prosedur medis untuk memperbaiki penyempitan pembuluh darah yang dilakukan melalui pemasangan cincin (stent) pada jantung atau operasi jantung.
Prosedur medis ini biasanya dilakukan oleh pasien gagal jantung kronis dan pasien yang mengalami penyumbatan arteri koroner.
Syarat khusus berdasarkan jenis vaksin COVID-19
Terdapat beberapa jenis vaksin COVID-19 yang diberikan di Indonesia dan diproduksi oleh perusahaan farmasi yang berbeda. Selama periode Januari hingga Juli 2021, vaksin yang secara umum digunakan di Indonesia adalah Sinovac dan AstraZeneca. Bulan Agustus ini, vaksin jenis Pfizer dan Moderna pun telah masuk Indonesia.
Terkait vaksinasi AstraZeneca, PERKI mengeluarkan rekomendasi khusus untuk pasien penyakit kardiovaskular.
Vaksin Astrazeneca boleh diberikan jika kondisi pasien telah dinyatakan stabil oleh dokter spesialis penyakit jantung, termasuk pengguna obat antikoagulan (pengencer darah) rutin. Namun, pasien dengan riwayat penurunan kadar trombosit akibat penggunaan obat heparin tidak disarankan untuk vaksinasi.
Berikut adalah beberapa pasien dengan gangguan kardiovaksular yang memungkinkan untuk menerima vaksin AstraZeneca.
- Jantung koroner
- Atrial fibrilasi
- Penyakit jantung bawaan
- Riwayat tromboembolisme vena
- Trombus intrakardiak
Efek samping yang perlu diwaspadai
Pada umumnya, orang yang mendapatkan vaksin COVID-19 akan mengalami efek samping ringan seperti nyeri atau pegal pada lokasi suntikan, kelelahan, sakit kepala, pegal linu, dan tidak enak badan.
Namun efek samping ini biasanya akan membaik dalam waktu beberapa hari. Efek samping yang dialami juga bisa berbeda-beda, tergantung jenis vaksinnya.
Untuk jenis vaksin COVID-19 yang berbahan dasar virus yang dilemahkan atau tidak aktif, seperti Sinovac dan AstraZeneca, pasien penyakit jantung atau hipertensi bisa mengalami kelelahan selama berhari-hari.
Hal ini dikarenakan reaksi sistem imun yang mengenali komponen asing dari virus, tapi bukan berarti vaksin menyebabkan infeksi COVID-19.
Setelah dosis kedua, pasien dengan gangguan kardiovaskular mungkin akan mengalami gejala yang lebih berat seperti demam ringan hingga gejala flu. Akan tetapi, gejalanya bisa langsung mereda dalam 1-2 hari setelah mengonsumsi obat penurun panas dan meningkatkan asupan cairan.
Sementara untuk jenis vaksin mRNA (Pfizer dan Moderna), CDC menjelaskan terdapat beberapa kejadian pasca imunisasi COVID-19 yang menunjukkan gejala peradangan jantung, seperti miokarditis dan perikarditis. Gejala tersebut biasanya meliputi nyeri dada, napas pendek dan cepat, serta detak jantung tidak teratur.
Namun, efek samping vaksin COVID-19 ini terhitung jarang terjadi pada orang dewasa, rata-rata kasus dialami oleh anak-anak dan remaja kurang dari 16 tahun.
Lantas, bagaimana dengan kemungkinan reaksi obat untuk penyakit jantung dengan vaksin?
Hingga saat ini belum ada laporan yang menunjukkan adanya gangguan serius yang ditimbulkan dari reaksi vaksin dengan obat pengencer darah. Pasien jantung yang mengonsumsi pengencer darah secara rutin biasanya mengalami efek samping vaksin COVID-19 yang ringan seperti nyeri dan bengkak pada lengan.
Kapan perlu menunda vaksinasi?
PERKI lebih jauh menyarankan setiap pasien penyakit kardiovaskular untuk melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis sebelum mendapatkan vaksin COVID-19. Dengan begitu, Anda bisa menghindari berbagai efek samping vaksin yang tidak diharapkan.
Melalui pemeriksaan medis yang lengkap untuk jantung, dokter akan menentukan apakah kondisi Anda cukup stabil sehingga layak melakukan vaksinasi.
Secara umum pasien penyakit jantung dan hipertensi perlu menunda menerima vaksin COVID-19 jika mengalami kondisi berikut ini.
- Masih mengalami gejala penyakit jantung selama 3 bulan terakhir.
- Memiliki tekanan darah relatif tinggi dari waktu ke waktu.
- Detak jantung tidak stabil.
- Memiliki kondisi imunitas yang lemah karena pengobatan atau penyakit autoimun.
- Mengalami serangan jantung dalam 3 minggu terakhir.
- Berusia di bawah 18 tahun.
Terkait usia, meskipun vaksinasi COVID-19 mulai dilakukan pada anak di bawah 18 tahun, hingga kini belum ada keterangan resmi mengenai vaksinasi pada anak-anak yang mengalami penyakit kardiovaskular.
Setelah melakukan vaksinasi, Anda juga perlu terus memantau kondisi kesehatan secara keseluruhan. Selalu konsultasikan pada dokter spesialis Anda jika mengalami gejala yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular setelah menerima vaksin.