Connect with us

Komunitas

Book Party di Alun-Alun Pamulang: Hidupkan Kembali Kebiasaan Membaca di Ruang Publik, Jadikan Literasi Gaya Hidup yang Menyenangkan

Di tengah riuh aktivitas sore di Alun-Alun Pamulang, Sabtu (4/10), sekelompok mahasiswa tampak duduk melingkar di atas tikar. Di depan mereka tersusun rapi tumpukan buku dari berbagai genre: fiksi, ekonomi, filsafat, hingga pengembangan diri. Tak ada musik keras, tak ada panggung megah — hanya tawa ringan, percakapan hangat, dan aroma sore yang bersahaja.

Inilah Book Party, sebuah gerakan literasi yang digagas oleh Komunitas Bacadipamulang bersama Himpunan Mahasiswa Pendidikan Ekonomi (HIMA PEKO) Universitas Pamulang. Tujuannya sederhana namun bernas: menghidupkan kembali kebiasaan membaca di ruang publik dan menjadikan literasi sebagai gaya hidup yang menyenangkan.

“Kita ingin membaca terasa ringan, menyenangkan, dan bisa dilakukan bersama. Buku tidak harus disakralkan, tapi juga tidak boleh diremehkan,” ujar Esti, salah satu panitia, sambil menata tumpukan buku di tikar.

Membaca Sebagai Aktivitas Sosial

Dalam kegiatan ini, setiap peserta diminta membawa satu buku untuk dibaca bersama, lalu mendiskusikan pesan utamanya sebelum melakukan sesi book exchange — tukar buku disertai pesan pribadi di dalamnya. Kegiatan sederhana ini berhasil menciptakan suasana yang akrab dan reflektif.

Advertisement

Beberapa warga yang sedang berolahraga bahkan ikut berhenti sejenak, mendengarkan, lalu larut dalam obrolan ringan seputar buku.

“Awalnya cuma lewat, tapi ternyata seru juga dengerin anak-anak muda bahas buku. Sudah jarang lihat kayak gini,” ujar salah satu pengunjung taman.

Book Party minggu pertama itu menjadi ruang pertemuan antara mahasiswa, warga, dan ide. Banyak peserta menyadari bahwa di era digital, membaca buku menuntut kesabaran dan fokus — dua hal yang kini makin langka. Namun lewat suasana santai dan interaktif, membaca kembali terasa keren.

“Literasi bukan hal eksklusif. Ia bagian dari gaya hidup yang sadar berpikir,” kata Adhana, panitia lainnya.

Advertisement

Menjelang sore, kegiatan ditutup dengan refleksi bersama tentang pentingnya menjaga ruang publik agar tetap terbuka dan inklusif bagi kegiatan edukatif. Book Party pertama menjadi langkah awal menuju gerakan literasi berkelanjutan di Pamulang.

Mahasiswa dan Komunitas Lokal Bersatu dalam Semangat Literasi

Sepekan kemudian, Sabtu, 11 Oktober 2025, Alun-Alun Pamulang kembali dipenuhi para pembaca. Book Party memasuki minggu kedua dengan skala lebih besar dan semangat yang lebih dalam. Tidak hanya mahasiswa Universitas Pamulang, kegiatan ini juga diikuti oleh relawan dari berbagai universitas serta komunitas lokal yang peduli literasi.

Duduk melingkar di bawah cahaya lampu taman, para peserta berdiskusi santai namun tajam. Tema yang diangkat kali ini lebih reflektif: tentang keresahan pembaca di tengah isu penyitaan buku dan pembatasan wacana kritis.

“Kami membaca bukan untuk menentang negara, tapi untuk memahami kenyataan dengan lebih jernih,” ujar Anis, volunteer dari Bacadipamulang, disambut anggukan peserta lain.

Advertisement

Diskusi pun melebar ke berbagai topik: kebebasan berpikir, peran mahasiswa sebagai pembaca aktif, dan pentingnya ruang aman untuk berdialog tanpa stigma.

Beberapa demisioner HIMA Pendidikan Ekonomi turut hadir memberi dukungan moral. Mereka berbagi pengalaman membangun tradisi literasi di kampus, mengingatkan peserta bahwa gerakan semacam ini lahir dari kontinuitas semangat, bukan sekadar euforia sesaat.

Membaca Sebagai Hak, Bukan Ancaman

Selain diskusi, sesi book sharing menjadi momen paling hangat malam itu. Peserta saling merekomendasikan buku yang mengubah cara pandang mereka terhadap dunia — mulai dari novel sejarah, buku ekonomi kritis, hingga karya sastra lokal.

“Kami bukan kriminal. Kami hanya pembaca yang ingin memahami dunia dengan cara kami sendiri,” ucap Rayy, salah satu peserta, menegaskan semangat acara malam itu.

Advertisement

Book Party minggu kedua pun menjadi lebih dari sekadar pertemuan literasi; ia menjelma menjadi pernyataan sikap: bahwa membaca adalah hak, bukan ancaman. Bahwa mahasiswa dan komunitas bisa bergandeng tangan menciptakan ruang publik yang lebih cerdas, terbuka, dan saling menghargai perbedaan pikiran.

“Kami di sini bukan untuk melawan, tapi untuk merawat,” tutup Siro, panitia acara, dengan senyum lelah namun puas.

Sebuah Gerakan yang Tumbuh

Dari dua pekan pelaksanaan, Book Party bukan hanya kegiatan membaca bersama, tapi juga ruang tumbuh bagi semangat berpikir kritis dan kolaborasi lintas komunitas. Di tengah hiruk pikuk digitalisasi dan minimnya ruang diskusi publik, Pamulang membuktikan bahwa literasi masih punya tempat.

Advertisement

Populer