Connect with us

Kampus

Rektor UIN Jakarta Amany Lubis: Sikap Taliban Harus Berubah pada Perempuan

Kelompok Taliban saat ini kembali menguasai Afghanistan sehingga menimbulkan kecemasan global. Perhatian juga tertuju pada keselamatan dan keamanan warga Indonesia yang belum terdaftar di KBRI Kabul.

Rektor UIN Jakarta Amany Lubis menyatakan keprihatinannya atas apa yang terjadi belakangan di Afghanistan, terutama terhadap nasib kaum perempuan setelah kelompok Taliban menguasai.

“Dengan adanya pengalihan kekuasaan, dikhawatirkan kondisi perempuan Afghanistan makin mundur. Ideologi Taliban mengatakan bahwa perempuan tidak harus ada di ruang publik,” ujarnya saat menjadi narasumber di acara Rosi bertajuk “Taliban Kuasai Afghanistan, Haruskah Kita Cemas?” yang tayang di Kompas TV, Jumat (19/8/2021) malam.

Selain Rektor Amany Lubis, narasumber lain adalah Dhyana Paramita (mantan Staf PBB di Kabul, Afghanistan), Abdul Kadir Jailani (Direktur Jenderal Asia Pasifik-Afrika Kementerian Luar Negeri), Nadirsya Hosen (Dosen Fakultas Hukum Monash University Australia), Ismail Fajri Alatas (Dosen Timur Tengah dan Kajian Islam New York University), dan Sawazar Muhammad Musa (wartawan televisi lokal di Afghanistan yang mengungsi di Indonesia).

Advertisement

Amany mengatakan, Taliban harus berubah, terutama perlakuannya terhadap kaum  perempuan. Ia merasa sedikit optimis tentang perubahan sikap dari pemerintahan sebelumnya di masa Ashraf Gani, yang sudah gencar melakukan pendekatan kepada perempuan. Jadi tidak hanya berbicara perempuan di Taliban tapi juga di luar Taliban.

Amany berharap anak-anak dan perempuan akan mendapatkan pendidikan serta kesempatan bekerja di ruang publik. Perempuan yang sudah menduduki posisi pengambil keputusan harus bisa mengambil keputusan.

Dhyana Paramita juga menyampaikan pendapatnya bahwa perubahan Taliban terhadap sikap politik pada perempuan hanya bersifat sementara dan tidak akan berubah drastis, seperti pembukaan akses terhadap perempuan untuk berkarya dan menyuarakan pendapatnya.

Aksi Taliban merebut kota-kota di Afghanistan terjadi setelah penarikan pasukan Amerika kembali ke negaranya. Penarikan pasukan Amerika merupakan puncak kesepakatan pada Februari 2020. Isi kesepakatan tersebut adalah Amerika menarik pasukannya, sementara Taliban tidak akan melakukan penyerangan pada pasukan Amerika. Namun, setahun setelah Amerika menarik pasukannya, Taliban kembali menguasai Afghanistan dengan cepat dan mudah.

Advertisement

Abdul Kadir Jailani mengatakan bahwa masih terjadi perundingan antara tokoh-tokoh masyarakat Afghanistan dan belum diketahui hasilnya. Sebagaimana harapan masyarakat internasional yang mengharapkan pemerintahan inklusif.

Sementara itu, Sawazar Muhammad Musa, mendeskripiskan bahwa kebanyakan dari mereka (Taliban, Red) kurang pendidikan dan ideologi. Hal itu yang menjadi masalah besar bagi Pemerintah Afghanistan.

“Saya berharap Taliban berubah benar-benar memegang janjinya. Tapi saya tidak ingin terlalu percaya karena 80 persen dari mereka kurang berpendidikan,” ujarnya.

Nadirsya Hosen mengatakan, belakangan ini muncul narasi bahwa Taliban berubah menjadi moderat. Namun, kenyataan Taliban sekarang justru lebih pragmatis ketimbang moderat.

Advertisement

Banyak orang Indonesia yang mendukung Taliban sebenarnya bukan karena suka dengan Taliban-nya, tapi karena tidak suka dengan Amerika. Di samping orang Indonesia yang suka dengan Taliban karena satu ideologi dan ini yang menjadi kekhawatiran, karena jelas Taliban tidak sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika.

“Taliban memiliki tafsir tunggal tentang kebenaran. Kebenaran dianggap hanya miliknya dan ini yang keliru,” tambahnya.

Sejalan dengan pendapat Gus Nadir, Ismail Fajri Alatas menjelaskan bahwa situasi saat ini memaksa Taliban untuk pragmatis dan tidak moderat.

Jika Taliban ingin memerintah Afghanistan dan ingin meciptakan stabilitas di negara tersebut, mereka harus bisa membangun kerja sama dengan institusi-institusi yang ada. Karena itu Taliban harus serius untuk merealisasikan janjinya,” katanya.

Advertisement

“Dampak penguasaan Taliban di Afghanistan juga memengaruhi kehidupan perempuan di negara tersebut,” ujarnya. (uinjkt)

Populer